Saturday 21 April 2012

PEMBAHASAN LAPORAN REAKSI HIDROGEN PEROKSIDA DENGAN ASAM IODIDA


I.              PEMBAHASAN
Mencari Kesetaraan mL H2O2 dengan Na2S2O3
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari kinetika reaksi dari hidrogen perosida dengan asam iodida. Untuk mencari nilai ekivalen dari H2O2 dilakukan standarisasi dengan Na2S2O3. Namun karena hidrogen peroksida tidak dapat dititrasi langsung dengan tiosulfat, maka H2O2 terlebih dahulu distandarisasi dengan KMnO4, baru kemudian Na2S2O3 distandarisasi dengan KMnO4, sehingga melalui perbandingan molnya dapat ditentukan ekivalen dari hidrogen peroksida dengan ion tiosulfat. Dalam praktikum ini yang mengindikasikan telah habisnya tiosulfat yang ditambahkan dari buret ke gelas beker adalah perubahan warna larutan.  Karena tiosulfat habis maka iod hasil reaksi hidrogen peroksida dan kalium iodida berlebih karena tidak ada spesies lain yang menangkapnya.  Perubahan warna larutan dari bening akan menjadi biru.  Inilah yang digunakan dalam mengukur waktu habisnya tiosulfat yang ditambahkan, dimana tiosulfat setara dengan peroksida..
Untuk mencari ekivalen antara H2O2 dengan Na2S2O3, hidrogen peroksida direaksikan dengan kalium permanganat pada suasana asam, sehingga penambahan asam (H2SO4) ini akan dapat mengoksidasi MnO4- menjadi Mn2+ dan mempercepat terjadinya reaksi. Asam sulfat yang digunakan mempunyai konsentrasi cukup tinggi yaitu 2 N dan laju penambahan volum titran dilakukan cukup lambat, hal ini dilakukan untuk mencegah terbentuknya mangan dioksida yang merupakan katalis yang aktif untuk penguraian hidrogen peroksida.
Reaksi :
2 MnO4- + 5H2O2 + 6 H+ 2MN2+ + 5O2 + 8H2O
Larutan hidrogen peroksida dalam suasana asam tidak berwarna atau bening, akibatnya pada proses titrasi sedikit saja kelebihan reagen permanganat akan memunculkan warna pada larutan .  Pada  percobaan ini titik ekivalen ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah muda pada volum titran sebesar 10,3 ml. Dan dari hasil perhitungan diperoleh konsentrasi hidrogen peroksida sebesar  0,103 N.
Pada standarisasi thiosulfat, kalium permanganat terlebih dahulu direaksikan dengan KI dalam suasana asam (H2SO4) sehingga akan membebaskan I2. Di sini juga dilakukan penambahan amilum sehingga larutan yang semula berwarna kuning berubah menjadi hitam. Adanya indikator amilum dapat digunakan untuk mendeteksi apakah iodium habis bereaksi dengan tiosulfat. Karena reaksi antara iodium dan tiosulfat selalu menghasilkan ion iodida, maka reaksi kembali berulang dengan terjadinya perubahan warna menjadi seperti semula. Penambahan indikator amilum dilakukan pada awal reaksi, padahal akibat penambahan ini dapat terbentuk kompleks I2-amilum yang menyebabkan penggunaan volum thiosulfat secara berlebih. I2-amilum bereaksi dengan thiosulfat dan membebaskan ion I- yang tidak berwarna.Reaksi :
2 MnO4- + 10 I- + 16 H+ 5I2 +  2Mn2+ +  8H2O
I2 +    amilum                     I2-amilum
I2-amilum  +  2S2O32- 2I2 + amilum +   S4O62-
Pada titik ekivalen titrasi, larutan berubah dari kuning menjadi merah kecoklatan dan dari hasil perhitungan didapatkan konsentrasi natrium thiosulfat sebesar 0,1 N. Indikator amilum digunakan untuk mendeteksi apakah iodium habis bereaksi dengan tiosulfat. Karena reaksi antara iodium dan tiosulfat selalu menghasilkan ion iodida, maka reaksi kembali berulang dengan terjadinya perubahan warna menjadi seperti semula. Dari hasil perhitungan didapatkan hasil bahwa kesetaran antara H2O2 dan 2S2O3 adalah 1 : 2.
6.2 Laju Reaksi
Reaksi antara hidrogen peroksida dengan asam iodida merupakan suatu reaksi redoks dimana hidrogen peroksida merupakan oksidator sedangkan asam iodida bertindak sebagai reduktornya. Dan tergolong sebagai reaksi orde pertama dimana kecepatan reaksi hanya bergantung pada satu pereaksi saja, yaitu konsentrasi hidrogen peroksida. Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:
H2O2 +  2 HI                   I2 +  2 H2O
Asam iodida terbentuk karena pengasaman kristal KI dengan asam sulfat pekat. Iodium yang terbentuk bereaksi dengan tiosulfat yang ditambahkan hingga terjadi perubahan warna dari yang semula berwarna biru menjadi bening. Apabila tiosulfat habis bereaksi maka larutan kembali menjadi berwarna biru. Pada percobaan diperoleh data berupa waktu yang diperlukan oleh hidrogen peroksida untuk bereaksi menghasilkan iodium dalam larutan. Waktu yang diperlukan oleh hidrogen peroksida untuk membentuk iodium ini setara dengan waktu yang diperlukan oleh thiosulfat untuk bereaksi dengan hidrogen peroksida. Jadi, penambahan thiosulfat sebanding dengan pengurangan hidrogen peroksida dalam larutan. Dari data tersebut dapat dibuat grafik antara ln perubahan konsentrasi hidrogen peroksida dengan waktu yang diperlukan untuk reaksi tersebut. Setelah proses perhitungan, grafik yang diperoleh berupa garis linear yang memiliki harga slope negatif.
Sesuai dengan persamaan laju reaksi untuk orde satu, nilai konstanta laju reaksi merupakan lawan dari slopenya. Jadi, jika slopenya sebesar - 0,0001, maka konstanta laju reaksinya merupakan kebalikannya yaitu sebesar - 0,0001 s-1. Kelinearan grafik cukup baik, dengan R2  sebesar 0,996. Nilai regresinya hampir mendekati 1 hal ini membuktikan bahwa reaksi yang terjadi benar – benar mengikuti reaksi orde satu. Sebab, bila data yang diperoleh dimasukkan pada persamaan orde 1 dan dibuat grafik kemudian regresinya tidak mendekati 1 maka reaksi yang berlangsung bukan reaksi orde 1.

Ada beberapa koreksi yang mungkin dapat dijadikan ralat dalam percobaan ini. Misalnya lamanya waktu reaksi untuk penambahan sampai 50 mL Thiosulfat. Dari larutan bening sampai terbentuk warna biru kembali memang relatif lama, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor misalnya temperatur, pengadukan yang dilakukan dengan pengaduk magnet yang tidak stabil menyebabkan suhu larutan menjadi tidak konstan. Perubahan suhu inilah yang dapat menyebabkan perbedaan laju reaksi. Faktor lain misalnya tumbukan antar molekul yang kurang sempurna. Pengadukan yang tidak homogen menyebabkan partikel – partikel yang bereaksi tidak dapat saling berinteraksi dengan sempurna. Dalam percobaan ini, kestabilan suhu dan putaran dari pengaduk magnet sulit dijaga agar tetap konstan. Putaran dari pengaduk magnet dipengaruhi pula oleh luas erlenmeyer yang digunakan, semakin luas (lebar), maka pengaduk magnet kurang berfungsi dengan stabil. Faktor – faktor inilah yang mungkin menyebabkan pergeseran laju reaksi antara hidrogen peroksida dengan asam iodida menjadi lebih lambat dari yang seharusnya.
Sebenarnya faktor – faktor yang memperlambat laju reaksi tersebut dapat diimbangi dengan penambahan suatu katalis. Katalis adalah zat yang dapat mempercepat reaksi, namun konsentrasinya tidak dipengaruhi oleh laju reaksi. Cara kerja katalis yaitu dengan menurunkan energi aktivasi reaksi, jadi yang semula energi aktivasinya tinggi menjadi lebih rendah. Katalis yang paling efektif adalah enzim. Kinerjanya sangat baik bila dibandingkan dengan katalis yang lain.

II.            KESIMPULAN
Kesimpulan pada percobaan ini adalah :
Kecepatan reaksi hanya bergantung pada berkurangnya konsentrasi hidrogen peroksida sehingga reaksi mengikuti reaksi orde satu.
1.        Kinetika reaksi merupakan suatu besaran dimana hubungan perubahan konsentrasi spesies reaksi yang terlibat terhadap waktu, diperlihatkan dengan rumusan orde reaksi.
2.        Konsentrasi hidrogen peroksida hasil standarisasi dengan menggunakan KMnO4 adalah 0,16 N sedangkan konsentrasi tiosulfat adalah 0,103 N.
3.        Perbandingan ekivalen H2O2 dengan Na2S2O3 ialah 1 : 2.
4.         Persamaan grafik ln (a-b) vs t adalah persamaan y = -0,0003x + 4,526
5.        Nilai konstanta kecepatan reaksi (k) adalah 0,0003  mol L-1 det-1.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 1996. Kimia Fisika Jilid 2 Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.
Bird, Tony. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. PT Gramedia. Jakarta.
Syukri, 1999, Kimia Dasar 2, ITB Press, Bandung

0 comments:

Post a Comment

Komentarnya!!!!!!!!!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...