I.
TUJUAN
-
Dapat menjelaskan prinsip kromatografi gas.
-
Dapat menganalisa sample yang sederhana dengan
menggunakan kromatografi gas beserta integratornya (memilih kolom yang sesuai
dan kondisi analisa yang terbaik).
II.
PERINCIAN
KERJA
-
Menganalisa sample dengan menggunakan program tempratur.
-
Menganalisa sampel dengan
analisa kualitatif dan kuantitatif
III. ALAT yang DIPAKAI
-
Kromatografi Gas
-
Tabung Nitrogen, Oksigen dan H2
-
Gelas
kimia
-
Suntik volume 10 ml
IV. ALAT DAN BAHAN
-
Etanol
-
Dietil
Eter
-
Campuran Etanol dan Dietil
eter
V. Teori Dasar
Kromatografi
Gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan pada jaman instrument
dan elektronika yang telah merevolusikan keilmuan selama lebih dari 30 tahun. Sekarang
GC dipakai secara rutin di sebagian besar laboratorium industri dan perguruan
tinggi. GC dapat dipakai untuk setiap campuran yang komponennya atau akan lebih
baik lagi jika semua komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu
yang dipakai untuk pemisahan.
Dalam
kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai
uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase
diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat
pada zat padat penunjangnya.
Ada
beberapa kelebihan kromatografi gas, diantaranya kita dapat menggunakan kolom
lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi. Gas dan uap
mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga kesetimbangan partisi antara
gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisis relatif cepat dan
sensitifitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak
bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Kelemahannya adalah
teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap.
Kromatografi
gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat
rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran
sederhana sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen.
Komponen campuran dapat diidentifikasikan dengan menggunakan waktu tambat
(waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah waktu
yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom.waktu tambat
diukur dari jejak pencatat pada kromatogram dan serupa dengan volume tambat
dalam KCKT dan Rf dalam KLT. Dengan kalibrasi yang patut, banyaknya (kuantitas)
komponen campuran dapat pula diukur secara teliti . kekurangan utama KG adalah
bahwa ia tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah besar.
Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan campuran pada tingkat
tidak mungkin dilakukan; tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar
dilakukan kecuali jika tidak ada metode lain.
Proses
kromatografi dalam alat GC dimulai dengan menyuntikkan sample ke dalam kolom.
Mula-mula komponen-komponen di dalam kolom diuapkan, kemudian dielusi oleh gas
pembawa untuk melalui kolom. Perbedaan laju migrasi masing-masing komponen
dalam kolom disebabkan oleh perbedaan titik didih dan interaksi masing-masing
komponen dengan fasa stasioner. Pendeteksian saat keluar dari kolom dilakukan
berdasarkan perubahan sifat fisika aliran gas yang disebabkan adanya komponen
yang dikandungnya. Sifat fisika tersebut, misalnya daya hantar panas, absorpsi
radiasi elektromagnetik, indeks refraksi, derajat terinduksi ion, dsb. Untuk
analisa kualitatif, komponen-komponen yang terelusi dikenali dari nilai waktu
retensi, TR. TR analit dibandingkan dengan TR standar pada kondisi operasi alat
yang sama. Sedangkan untuk analisa kuantitatif, penentuan kadar atau jumlah
analit dilakukan dengan membandingkan luas puncak analit dengan luas puncak
standar. Efisiensi kolom ditentukan berdasarkan jumlah pelat teori (N) dalam
kolom, melalui persamaan : N = 16 x (TR
/ WB)2 , dengan TR = waktu retensi
dan WB = lebar dasar puncak.
Komponen-Komponen
Kromatografi Gas
1.
Gas Pembawa
Gas
pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi dengancuplikan
ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder baja bertekanan
tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat dengan sendirinya.Karena aliran gas
yang cepat inilah maka pemisahan dengan kromatografi gas berlangsung hanya
dalam beberapa menit saja.Gas pembawa yang biasa digunakan adalah gas argon,
helium,hidrogen dan nitrogen. Gas nitrogen memerlukan kecepatan alir yang
lambat(10 cm/detik) untuk mencapai efisiensi yang optimum dengan HETP
(HighEficiency Theoretical Plate) minimum. Sementara hidrogen dan helium
dapatdialirkan lebih cepat untuk mencapai efisiensi optimumnya, 35 cm/detik
untuk gas hidrogen dan 25 cm/detik untuk helium. Dengan kenaikan laju
alir, kinerjahidrogen berkurang sedikir demi sedikit sedangkan kinerja nitrogen
berkurangsecara drastis.
Semakin cepat solut berkesetimbangan
di antara fasa diam dan fasagerak maka semakin kecil pula faktor transfer
massa. Difusi solut yang cepatmembantu mempercepat kesetimbangan di antara dua
fasa tersebut, sehinggaefisiensinya meningkat (HETP nya menurun). Pada
kecepatan alir tinggi, solut berdifusi lebih cepat melalui hidrogen dan
helium daripada melalui nitrogen.Hal inilah yang menyebabkan hidrogen dan
helium memberikan resolusi yanglebih baik daripada nitrogen. Hidrogen memiliki
efisiensi yang relatif stabildengan adanya perubahan kecepatan alir. Namun,
hidrogen mudah meledak jika terjadi kontrak dengan udara. Biasanya,
helium banyak digunakan sebagai penggantinya.Kotoran yang terdapat dalam carrier
gas dapat bereaksi dengan fasadiam. Oleh karena itu, gas yang digunakan sebagai
gas pembawa yang relatif kecil sehingga tidak akan merusak kolom. Biasanya
terdapat saringan( molecular saeive ) untuk menghilangkan kotoran yang berupa
air danhidrokarbon dalam gas pembawa . Pemilihan gas pembawa
biasanyadisesuaikan dengan jenis detektor.
2.
Sistem Injeksi Sampel
Sampel
dapat berupa gas atau cairan dengan syarat sampel harusmudah menguap saat
diinjeksikan dan stabil pada suhu operasional (50°-300°C). Injektor berada
dalam oven yang temperaturnya dapat dikontrol. Suhuinjektor biasanya 50° C di atas
titik didih cuplikan. Jumlah cuplikan yangdiinjeksikan sekitar 5 µL. Tempat
pemasukkan cuplikan cair pada kolom pak biasanya terbuat dari tabung
gelas di dalam blok logam panas. Injeksi sampelmenggunakan semprit kecil. Jarum
semprit menembus lempengan karet tebaldisebut septum yang mana akan mengubah
bentuknya kembali secara otomatisketika semprit ditarik
keluar.(www.chem-is-try.org)Untuk cuplikan berupa gas dapat dimasukkan dengan
menggunakanalat suntik gas ( gas-tight syringe ) atau kran gas
( gas-sampling valve).Alat pemasukan cuplikan untuk kolom terbuka
dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu injeksi split ( split injection)
dan injeksi splitless( splitless injection). Injeksi split dimaksudkan
untuk mengurangi volume
3.
Oven, digunakan untuk memanaskan
column pada temperature tertentu sehingga mempermudah proses pemisahan komponen
sample.
4.
Column, berisi stationary phase dimana
mobile phase akan lewat didalamnya sambil membawa sample. Secara umum terdapat
2 jenis column, yaitu:
a.
Packed column, umumnya terbuat dari glass atau
stainless steel coil dengan panjang 1 – 5 m dan diameter kira-kira 5 mm.
b.
Capillary
column, umumnya terbuat dari purified silicate glass dengan panjang 10-100
m dan diameter kira-kira 250 mm. Beberapa jenis stationary phase yang
sering digunakan: a) Polysiloxanes untuk nonpolar
analytes/sample. b) Polyethylene glycol untuk polar
analytes/sample. c) Inorganic atau polymer packing untuk
sample bersifat small gaseous species.
5.
Detector, berfungsi mendeteksi adanya
komponen yang keluar dari column. Ada beberapa jenis detector, yaitu:
a.
Atomic-Emission Detector (AED); cara
kerjanya adalah: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi tambahan
energy dengan menggunakan microwave sehingga atom-atomnya bereksitasi; sinar
eksitasi ini kemudian diuraikan oleh diffraction grating dan diukur oleh
photodiode array; kehadiran komponen dalam sample dapat ditentukan dari adanya
panjang gelombang eksitasi komponen tersebut yang diukur oleh photodiode array.
b.
Atomic-Emission Spectroscopy (AES)
atau Optical Emission Spectroscopy (OES);
cara kerjanya: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi tambahan
energy sehingga atom-atomnya bereksitasi; sumber energy tambahan ini
(excitation source) terdiri dari beberapa jenis yaitu direct-current-plasma
(DCP), flame, inductively-coupled plasma (ICP) dan laser-induced breakdown
(LIBS); sinar eksitasi dari berbagai atom ini kemudian diukur secara simultan
oleh polychromator dan multiple detector; polychromator disini berfungsi
sebagai wavelength selector.
c.
Chemiluminescense Spectroscopy; cara
kerjanya sama seperti pada AES yaitu mengukur sinar eksitasi dari sample yang
diberi tambahan energy; perbedaan dari AES adalah eksitasi molekul sample bukan
atom sample; selain itu, energy tambahan yang diberikan bukan berasal dari
sumber energy luar seperti lampu atau laser tetapi dihasilkan dari reaksi kimia
antara sample dan reagent; sinar eksitasi molekul sample ini kemudian diukur
dengan photomultiplier detector (PTM).
d.
Electron Capture Detector (ECD);
menggunakan radioactive beta emitter (electron) untuk mengionisasi sebagian gas
(carrier gas) dan menghasilkan arus antara biased pair of electron;
ketika molekul organik yang mengandung electronegative functional groups
seperti halogen, phosphorous dan nitro groups dilewati detector, mereka akan
menangkap sebagian electron sehingga mengurangi arus yang diukur antara
electrode.
e.
Flame Ionization Detector (FID);
terdiri dari hydrogen/air flame dan collector plate; sample yang keluar dari
column dilewatkan ke flame yang akan menguraikan molekul organik dan
menghasilkan ion-ion; ion-ion tersebut dihimpun pada biased electrode
(collector plate) dan menghasilkan sinyal elektrik.
f.
Flame Photometric Detector (FPD);
digunakan untuk mendeteksi kandungan sulfur atau phosphorous pada sample.
Peralatan ini menggunakan reaksi chemiluminescent sample dalam hydrogen/air
flame; sinar eksitasi sebagai hasil reaksi ini kemudian diukur oleh PMT.
g.
Mass Spectrometry (MS);
mengukur perbedaan mass-to-charge ratio (m/e) dari ionisasi atom atau molekul
untuk menentukan kuantitasi atom atau molekul tersebut.
h.
Nitrogen Phosphorus Detector (NPD);
prinsip kerjanya hampir sama dengan FID, perbedaan utamanya adalah hydrogen/air
flame pada FID diganti oleh heated rubidium silicate bead pada NPD; sample dari
column dilewatkan ke hot bead; garam rubidium yang panas akan memancarkan ion
ketika sample yang mengandung nitrogen dan phosphorous melewatinya; sama dengan
pada FID, ion-ion tersebut dihimpun pada collector dan menghasilkan arus
listrik.
i.
Photoionization Detector (PID);
digunakan untuk mendeteksi aromatic hydrocarbon atau organo-heteroatom pada
sample; sample yang keluar dari column diberi sinar ultraviolet yang cukup
sehingga terjadi eksitasi yang melepaskan electron (ionisasi); ion/electron ini
kemudian dikumpulkan pada electroda sehingga menghasilkan arus listrik.
j.
Thermal Conductivity Detector (TCD);
TCD terdiri dari electrically-heated wire atau thermistor; temperature sensing
element bergantung pada thermal conductivity dari gas yang mengalir disekitarnya;
perubahan thermal conductivity seperti ketika adanya molekul organik dalam
sample yang dibawah carrier gas, menyebabkan kenaikan temperature pada sensing
element yang diukur sebagai perubahan resistansi. 11) Photodiode Array
Detector (PAD); merupakan linear array discrete photodiode pada
sebuah IC; pada spectroscopy, PAD ditempatkan pada image plane dari
spectroscopy sehingga memungkinkan deteksi panjang gelombang pada rentang yang
luas bisa dilakukan secara simultan.
Tipe Kolom dan Pengoperasian Kolom
Kolom
dimana pemisahan terjadi, memiliki dua tipe dasar yaitu Kolom kemasan
konvensional dan Kolom kapiler atau Kolom tabung terbuka. Kolom dapat
dioperasikan dengan dua cara , yaitu : secara isotermal (temperatur konstan)
dan temperatur terprogram (variabel peningkatan temperatur dan waktu ditahan
pada temperatur konstan).
- Operasi Isotermal
Pada operasi isotermal, temperatur
kolom dijaga konstan. Batas temperatur maksimum dan minimum dipengaruhi
stabilitas dan karakter fisik fase diam. Batas bawah ditentukan oleh titik beku
dan batas atas ditentukan oleh “bleed” dari fase diam. Bleed adalah fase diam
masuk ke detektor. Secara umum pada mode operasional ini, injektor dioperasikan
30oC diatas temperatur komponen dengan titik didih maksimum (kolom kemasan
konvensional).
- Operasi temperatur terprogram (TPGC)
Pada kromatografi gas temperatur
terprogram, temperatur oven dikendalikan oleh sebuah program yang dapat
mengubah tingkatan pemanasan yang terjadi antara 0,25oC sampai 20oC.
Sebuah oven massa rendah mengijinkan pendinginan dan pemanasan cepat dari kolom
yang dapat ditahan sampai 1oC dari temperatur yang diperlukan. Pada operasi
temperatur terprogram diperlukan pengendali aliran untuk memastikan kesetabilan
aliran gas. Kestabilan aliran sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas hasil
detektor yang baik yang ditunjukan pada garisbawah/baseline datar yang stabil.
Fase diam harus stabil secara termal melewati range temperatur yang lebar.
Bleed dapat diganti dengan menjalankan dua kolom yang identik secara tandem,
satu untuk pemisahan komponen dan yang lain untuk melawan “bleed”.
APLIKASI
KROMATOGRAFI GAS
1. Analisis kualitatif
Tujuan
utama kromatografi adalah memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam
suatu campuran. Dengan demikian, jumlah puncak yang terdapat dalam kromatogram
menunjukkan jumlah komponen yang terdapat dalam suatu campuran. Selain
digunakan untuk keperluan pemisahan, kromatografi juga sering kali digunakan
dalam analisis kualitatif senyawa-senyawa yang mudah menguap. Misalnya, analisi
komponen pestisida yang dipisahkan dengan kolom (panjang 1,5m dan diameter 6mm)
yang berisi fasa diam 1,5% OV-17 dan dideteksi dengan detetktor ECD. Dari hasil
pengukuran diperoleh kromatogram sebagai berikut:
Berdasarkan
kromatogram pada gambar 2 diatas, maka kita dapat mengidentifikasi setiap
komponen yang menghasilkan puncak. Dari hasil analisis kualitatif,
komponen-komponen yang menghasilkan puncuk A, B, C, D dan E berturut-turut
adalah Aldrin, heptaklor, aldrin, dieldrin, dan DDT.
Untuk
mengidentifikasi tiap peak dalam kromatogram dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara, antara lain:
a. Membandingkan waktu retensi analit
dengan waktu retensi standar. Waktu retensi standar diperoleh melalui
pengukuran senyawa yang diketahui pada kondisi pengukuran yang sama dengan
sampel. Misalnya, menentukan untuk menentukan waktu retensi eldrin saja, atau
DDT saja, kemudian dibandingkan dengan waktu retensi yang dihasilkan oleh
sampel. Bila kedua waktu retensi tersebut sesuai, maka kita dapat mengidentifikasi
puncak pada kromatogram.
b. Melakukan ko-kromatografi, yaitu
dengan cara menambahkan larutan standar kepada cuplikan untuk kemudian diukur
dengan menggunakan kromatografi gas. Bila luas area salah satu peak bertambah,
maka dapat dipastikan bahwa analit tersebut identik dengan standar.
c. Menghubungkan GC dengan detektor
spektrometer massa atau IR. Dengan menghubungkan GC dengan spektra dari setiap
peak dapat direkam secara menyeluruh.
d. Setiap komponen yang telah keluar
dari kolom kemudian dikondensasikan dan selanjutnya dilakukan analisis lebih
lanjut dengan menggunakan spektrometri NMR. Cara ini dapat dilakukan apabila
detektor yang digunakan pada GC tidak bersifat dekstruktif, misalnya TCD.
2. Analisis kuantitatif
Kromatografi gas juga dapat digunakan untuk keperluan
analisis kuantitatif, yang didasarkan pada dua pendekatan, yaitu luas area dan
tinggi puncak pada kromatogram. Pendekatan tinggi peak kromatogram dilakukan
dengan cara membuat base line pada suatu peak dan mengukur tinggi garis tegak
lurus yang menghubungkan base line
dengan peak. Pendekatan ini berlaku jika lebar peak larutan standar dan analit tidak berbeda. Pendekatan luas
area peak memperhitungkan lebar peak sehingga perbedaan lebar peak antara
standar dengan analit tidak lagi menjadi masalah. Biasanya, kromatografi gas
modern telah dilengkapi dengan piranti untuk menghitung luas area peak secara
otomatis. Secara manual, luas area peak dihitung dengan menggambarkan segitiga
pada peak tersebut, kemudian luas segitiga dihitung.
Gambar
3 pendekatan pada analisis kuantitatif
(a)
Pendekatan luas area: A = ½ tinggi
(b)
Pendekatan tinggi puncak
Analisis
kuantitatif dengan kedua pendekatan tersebut masih sangat kasar, sehingga
diperlukan koreksi terhadap hubungan anatar luas/ tinggi area puncak dengan
jumlah analit yang menghasilkan puncak tersebut, yang biasanya dinyatakan
sebagai faktor respon detektor. Faktor respon detektor berhubungan dengan
kemampuan detektor untuk mendeteksi setiap komponen yang terelusi dari kolom.
VI. Prosedur kerja
1.
Menyiapkan Sampel
Disiapkan
sampel dari campuran etanol dengan dietil eter
2.
Penyiapan Instrumen GC
-
Dilakukan pengesetan terhadap instrument
kromatografi. Tombol “ON” ditekan pada sakelar listrik. Diatur suhu kolom, suhu injector dan suhu
detektor. Pompa dijalankan dan alat dibiarkan stabil selama 1 jam. Diset suhu
injektor150°C. suhu detektor 150°C, dan suhu kolom 120°C . Digunakan detektor FID, jenis kolom yang
digunakan adalah kolom kapiler berdiameter sebesar 0,25 mm dengan
DB-1 yaitu polyxiloxan sebagai fasa diam. gas pembawa yang digunakan adalah
nitrogen dengan kemurnian sebesar 99,995 % , sedangkan hydrogen dan oksigen/Udara
tekan berperan sebagai gas pembakar . Alat
kromatografi siapdigunakan setelah semua parameter selesai diset.d)
3.
Pengukuran Dengan Instrumen GC
-
Pengukuran terhadap standar
Diambil
sebanyak 0,1 μL larutan standar etanol dengan
syringe dan diinjeksikan dengan GC. Ditunggu dan diprint hasilnya
yaitu waktu retensi dan luas puncak dari etanol yang dianalisis.
Lalu diDiulangi untuk larutan standar yang lain yiatu dietil eter dengan
perlakuan sama.
-
Pengukuran terhadap sampel
Diambil sebanyak 0,1 μL sampel dengan
syringe dan diinjeksikan dengan GC. Ditunggu dan diprint hasilnya
.
VII.
Data
pengamatan
Terlampir pada halaman
terakhir
VIII. Perhitungan
%
komponen etanol = x 100 x 1
= x 100 x 1
= 41,834
%
komponen etanol = x 100 x 1
= x 100 x 1
= 58,16
IX. Pembahasan
Pemisahan
pada kromatografi gas didasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi
komponen-komponen suatu cuplikan di dalam kolom. Perbedaan migrasi ini terjadi
karena perbedaan interaksi komponen-komponen tersebut dengan fasa diam dan fasa
gerak. Fasa diamnya berupa cairan yang melekat pada zat pendukung (adsorben),
sedangkan fasa geraknya berupa gas.Karena gas ini berfungsi membawa
komponen-komponen sepanjang kolomhingga mencapai detektor, maka fasa gerak disebut
juga sebagai gas pembawa (carrier gas).
Pada
percobaan ini, gas pembawa yang digunakan adalah nitrogen.Gas pembawa mengalir
dengan cepat, oleh karena itu proses pemisahan hanya membutuhkan waktu
beberapa menit saja. Inilah keuntungan pemisahan dengan menggunakan GC.
Namun, tidak semua senyawa dapat dipisahkan dengan menggunakan metode
kromatografi gas. Senyawa-senyawayang dapat dipisahkan dengan menggunakan
metode ini adalah senyawa yang memenuhi dua persyaratan berikut :
·
Mudah menguap saat diinjeksikan
·
Stabil pada suhu pengujian (50-300°C)
yakni tidak mengalami penguraian atau pembentukan menjadi senyawa lain.
Pada percobaan ini, kolom yang digunakan
adalah kolom kapiler berdiameter sebesar 0,25 mm dengan DB-1 yaitu
polyxiloxan sebagai fasa diam. Kolom kapiler ini diposisikan melingkar sehingga
dapat masuk kedalam oven.Seperti yang telah dikemukakan di atas, gas pembawa
yang digunakan adalah nitrogen dengan kemurnian sebesar 99,995 % , sedangkan hydrogen
dan oksigen berperan sebagai gas pembakar.
Komponen-komponen
sampel akan dibawa fase gerak menuju detektor dan hasilnya direkam oleh
recorder. Detektor yang digunakan ialah detektor ionisasi nyala (Flame
Ionization detector). Detektor ini bekerja berdasarkan pembakaran solut sehingga terjadi ionisasi.
Ion akan ditangkap oleh pengumpul ion dan meningkatkan daya hantar, dan
karenanya akan meningkatkan arus listrik yang mengalir di antara dua elektrode.
Arus diperkuat oleh amplifier dan direkam oleh rekorder. FID ini mengukur C+
sehingga hasil yang didapat cukup peka dan sensitif. FID menggunakan bahan
bakar gas hidrogen dan oksigen yang diatur perbandingan dan kecepatannya untuk
memperoleh tanggapan FID yang optimal.
Pada
percobaan ini penentuan kadar sampel dan pemisahannya dengan metode operasi
isotermal. Adapun Suhu injektor diset pada suhu 150°C, detektor pada suhu 150°C
dan kolom suhu mencapai120°C. Hal ini bertujuan agar semua komponen berubah
menjadi gas dan keluar meninggalkan kolom. Sebelum dilakukan pengukuran,
instrumen GC harus dibiarkan selama ± 1 jam agar aliran gas pembawa tetap
sehingga kolom tidak akan cepat rusak.Selain berfungsi dalam pemisahan,
kromatografi gas juga dapat digunakan dalam analisa, baik analisa kualitatif
maupun kuantitatif.
Analisa
Kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi analit dengan
waktu retensi standar.
Untuk mendapatkan waktu retensi standar
dapat dilakukan dengan percobaan
kromatografi gas untuk senyawa yang telah diketahui. Adapun senyawa yang digunakan
sebagai standar adalah etanol dan dietil eter.
Pada
percobaan ini Ketika sampel dianalisis, timbul dua buah puncak . Dari
analisis kualitatif diketahui masing - masing puncak timbul di sekitar waktu
retensi berada di sekitar waktu retensi etanol dan dietil eter. 2 puncak
berturut-turut oleh Dietil Eter dan selanjutnya etanol. Hal ini dikarenakan titk didih dietil eter < etanol.
Komponen yang memiliki titik didih lebih rendah akan lebih mudah menguap
menjadi gas dan pergerakannya lebih cepat di dalam kolom dibandingkan
dengan komponen lain dengan titik didih yang lebih tinggi untuk mencapai
detektor.
Selanjutnya
untuk analisa kuantitatif dilakukan dengan Metode normalisasi area . Metode ini
dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan dengan injeksi
cuplikan. Dengan metode ini diperlukan elusi yang sempurna, semua
komponen campuran harus keluar dari kolom. Area setiap peak yang mencul
dihitung. Area-area peak tersebut dikoreksi terhadap respon detektor untuk
jenis senyawa yang berbeda. Selanjutnya konsentrasi analit ditentukan dengan
membandingkan area suatu peak terhadap total area semua komponen. Dengan metode
ini didapatkan kadar setiap senyawa yang terdapat dalam cuplikan yaitu senyawa Dietil
eter sebesar 58,16% dan etanol sebesar 41,834%
X. Kesimpulan
Pada
percobaan ini dapat disimpulan antara lain:
1. Kromotogarafi
gas dapat digunakan dalam analisa kualitatif dan kuantitatif.
2. Pada
percobaan ini dalam analisa kualitatif dengan menggunakan kromotografi
gas, didapatkan bahwa pada sampel
terdapat dua macam senyawa organic yaitu etanol dan diietil eter. Hasil ini
didapatkan dari perbandingan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar.
3. Ketika
sampel dianalisis, timbul dua buah
puncak. 2 puncak berturut-turut oleh Dietil Eter dan selanjutnya etanol.
Hal ini dikarenakan titk didih dietil
eter < etanol.
4. Dalam
analisa kuantitatif dengan menggunakan metode normalisasi area didapatkan kadar
setiap senyawa dalam sampel yaitu senyawa Dietil eter sebesar 58,16% dan etanol
sebesar 41,834% .
XI. Daftar pustaka
Adnan, Mochamad. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta: Andi
Offset
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Departemen Kesehatat RI, Farmakope
Indonesia, Edisi Ke-3, (Jakarta: 1979), hlm. 784
http://www.blogpribadi.com/2009/11/kromatografi-gas.html
Dra. Fatma Lestari, Msi, PhD. 2009. Bahaya Kimia Sampling dan Pengukuran Kontaminan Kimia di Udara.
Jakarta: Buku Kedokteran BCG
Siiip..
ReplyDeleteBuat nambah materi laporan..
Salam dari polinema.
mau tanya dong kak, cara menghitung hasil analisa kuantitatif dengan standar. gambar contoh diatas ga terlihat.. abis analisis in asam lemak, tp ga ngerti cara ngitung hasilnya.. mohon pencerahannya ^^
ReplyDelete