Thursday, 15 November 2012

LAPORAN PRAKTIKUN KROMOTOGRAFI GAS (GC)


I.              TUJUAN
-         Dapat menjelaskan prinsip kromatografi gas.
-         Dapat menganalisa sample yang sederhana dengan menggunakan kromatografi gas beserta integratornya (memilih kolom yang sesuai dan kondisi analisa yang terbaik).

II.    PERINCIAN KERJA
-          Menganalisa sample dengan menggunakan program tempratur.
-          Menganalisa sampel dengan analisa kualitatif dan kuantitatif

III. ALAT yang DIPAKAI
-         Kromatografi Gas
-         Tabung Nitrogen, Oksigen dan H2
-         Gelas kimia
-         Suntik volume 10 ml       

IV.  ALAT DAN BAHAN
-         Etanol
-         Dietil Eter
-         Campuran Etanol dan Dietil eter

V.    Teori Dasar

Kromatografi Gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan pada jaman instrument dan elektronika yang telah merevolusikan keilmuan selama lebih dari 30 tahun. Sekarang GC dipakai secara rutin di sebagian besar laboratorium industri dan perguruan tinggi. GC dapat dipakai untuk setiap campuran yang komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan.
Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya.
Ada beberapa kelebihan kromatografi gas, diantaranya kita dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi. Gas dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisis relatif cepat dan sensitifitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Kelemahannya adalah teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap.
Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran sederhana sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen. Komponen campuran dapat diidentifikasikan dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom.waktu tambat diukur dari jejak pencatat pada kromatogram dan serupa dengan volume tambat dalam KCKT dan Rf dalam KLT. Dengan kalibrasi yang patut, banyaknya (kuantitas) komponen campuran dapat pula diukur secara teliti . kekurangan utama KG adalah bahwa ia tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah besar. Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan campuran pada tingkat tidak mungkin dilakukan; tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar dilakukan kecuali jika tidak ada metode lain.
Proses kromatografi dalam alat GC dimulai dengan menyuntikkan sample ke dalam kolom. Mula-mula komponen-komponen di dalam kolom diuapkan, kemudian dielusi oleh gas pembawa untuk melalui kolom. Perbedaan laju migrasi masing-masing komponen dalam kolom disebabkan oleh perbedaan titik didih dan interaksi masing-masing komponen dengan fasa stasioner. Pendeteksian saat keluar dari kolom dilakukan berdasarkan perubahan sifat fisika aliran gas yang disebabkan adanya komponen yang dikandungnya. Sifat fisika tersebut, misalnya daya hantar panas, absorpsi radiasi elektromagnetik, indeks refraksi, derajat terinduksi ion, dsb. Untuk analisa kualitatif, komponen-komponen yang terelusi dikenali dari nilai waktu retensi, TR. TR analit dibandingkan dengan TR standar pada kondisi operasi alat yang sama. Sedangkan untuk analisa kuantitatif, penentuan kadar atau jumlah analit dilakukan dengan membandingkan luas puncak analit dengan luas puncak standar. Efisiensi kolom ditentukan berdasarkan jumlah pelat teori (N) dalam kolom, melalui persamaan :  N = 16 x (TR / WB)2 , dengan TR = waktu retensi  dan  WB = lebar dasar puncak.
Komponen-Komponen Kromatografi Gas
1.             Gas Pembawa
Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi dengancuplikan ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder baja bertekanan tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat dengan sendirinya.Karena aliran gas yang cepat inilah maka pemisahan dengan kromatografi gas berlangsung hanya dalam beberapa menit saja.Gas pembawa yang biasa digunakan adalah gas argon, helium,hidrogen dan nitrogen. Gas nitrogen memerlukan kecepatan alir yang lambat(10 cm/detik) untuk mencapai efisiensi yang optimum dengan HETP (HighEficiency Theoretical Plate) minimum. Sementara hidrogen dan helium dapatdialirkan lebih cepat untuk mencapai efisiensi optimumnya, 35 cm/detik untuk gas hidrogen dan 25 cm/detik untuk helium. Dengan kenaikan laju alir, kinerjahidrogen berkurang sedikir demi sedikit sedangkan kinerja nitrogen berkurangsecara drastis.
            Semakin cepat solut berkesetimbangan di antara fasa diam dan fasagerak maka semakin kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang cepatmembantu mempercepat kesetimbangan di antara dua fasa tersebut, sehinggaefisiensinya meningkat (HETP nya menurun). Pada kecepatan alir tinggi, solut berdifusi lebih cepat melalui hidrogen dan helium daripada melalui nitrogen.Hal inilah yang menyebabkan hidrogen dan helium memberikan resolusi yanglebih baik daripada nitrogen. Hidrogen memiliki efisiensi yang relatif stabildengan adanya perubahan kecepatan alir. Namun, hidrogen mudah meledak  jika terjadi kontrak dengan udara. Biasanya, helium banyak digunakan sebagai penggantinya.Kotoran yang terdapat dalam carrier gas dapat bereaksi dengan fasadiam. Oleh karena itu, gas yang digunakan sebagai gas pembawa yang relatif kecil sehingga tidak akan merusak kolom. Biasanya terdapat saringan( molecular saeive ) untuk menghilangkan kotoran yang berupa air danhidrokarbon dalam gas pembawa . Pemilihan gas pembawa biasanyadisesuaikan dengan jenis detektor.
2.             Sistem Injeksi Sampel
Sampel dapat berupa gas atau cairan dengan syarat sampel harusmudah menguap saat diinjeksikan dan stabil pada suhu operasional (50°-300°C). Injektor berada dalam oven yang temperaturnya dapat dikontrol. Suhuinjektor biasanya 50° C di atas titik didih cuplikan. Jumlah cuplikan yangdiinjeksikan sekitar 5 µL. Tempat pemasukkan cuplikan cair pada kolom pak  biasanya terbuat dari tabung gelas di dalam blok logam panas. Injeksi sampelmenggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan karet tebaldisebut septum yang mana akan mengubah bentuknya kembali secara otomatisketika semprit ditarik keluar.(www.chem-is-try.org)Untuk cuplikan berupa gas dapat dimasukkan dengan menggunakanalat suntik gas (  gas-tight syringe ) atau kran gas ( gas-sampling valve).Alat pemasukan cuplikan untuk kolom terbuka dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu injeksi split ( split injection) dan injeksi splitless( splitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk mengurangi volume

3.             Oven, digunakan untuk memanaskan column pada temperature tertentu sehingga mempermudah proses pemisahan komponen sample.
4.             Column, berisi stationary phase dimana mobile phase akan lewat didalamnya sambil membawa sample. Secara umum terdapat 2 jenis column, yaitu:

a.       Packed column, umumnya terbuat dari glass atau stainless steel coil dengan panjang 1 – 5 m dan diameter kira-kira 5 mm.
b.       Capillary column, umumnya terbuat dari purified silicate glass dengan panjang 10-100 m dan diameter kira-kira 250 mm. Beberapa jenis stationary phase yang sering digunakan: a) Polysiloxanes untuk nonpolar analytes/sample.  b) Polyethylene glycol untuk polar analytes/sample. c) Inorganic atau polymer packing untuk sample bersifat small gaseous species.
5.             Detector, berfungsi mendeteksi adanya komponen yang keluar dari column. Ada beberapa jenis detector, yaitu:
a.       Atomic-Emission Detector (AED); cara kerjanya adalah: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi tambahan energy dengan menggunakan microwave sehingga atom-atomnya bereksitasi; sinar eksitasi ini kemudian diuraikan oleh diffraction grating dan diukur oleh photodiode array; kehadiran komponen dalam sample dapat ditentukan dari adanya panjang gelombang eksitasi komponen tersebut yang diukur oleh photodiode array.
b.      Atomic-Emission Spectroscopy (AES) atau Optical Emission Spectroscopy (OES); cara kerjanya: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi tambahan energy sehingga atom-atomnya bereksitasi; sumber energy tambahan ini (excitation source) terdiri dari beberapa jenis yaitu direct-current-plasma (DCP), flame, inductively-coupled plasma (ICP) dan laser-induced breakdown (LIBS); sinar eksitasi dari berbagai atom ini kemudian diukur secara simultan oleh polychromator dan multiple detector; polychromator disini berfungsi sebagai wavelength selector.
c.       Chemiluminescense Spectroscopy; cara kerjanya sama seperti pada AES yaitu mengukur sinar eksitasi dari sample yang diberi tambahan energy; perbedaan dari AES adalah eksitasi molekul sample bukan atom sample; selain itu, energy tambahan yang diberikan bukan berasal dari sumber energy luar seperti lampu atau laser tetapi dihasilkan dari reaksi kimia antara sample dan reagent; sinar eksitasi molekul sample ini kemudian diukur dengan photomultiplier detector (PTM).
d.      Electron Capture Detector (ECD); menggunakan radioactive beta emitter (electron) untuk mengionisasi sebagian gas (carrier gas) dan menghasilkan arus antara biased pair of electron; ketika molekul organik yang mengandung electronegative functional groups seperti halogen, phosphorous dan nitro groups dilewati detector, mereka akan menangkap sebagian electron sehingga mengurangi arus yang diukur antara electrode.
e.       Flame Ionization Detector (FID); terdiri dari hydrogen/air flame dan collector plate; sample yang keluar dari column dilewatkan ke flame yang akan menguraikan molekul organik dan menghasilkan ion-ion; ion-ion tersebut dihimpun pada biased electrode (collector plate) dan menghasilkan sinyal elektrik.
f.       Flame Photometric Detector (FPD); digunakan untuk mendeteksi kandungan sulfur atau phosphorous pada sample. Peralatan ini menggunakan reaksi chemiluminescent sample dalam hydrogen/air flame; sinar eksitasi sebagai hasil reaksi ini kemudian diukur oleh PMT.
g.      Mass Spectrometry (MS); mengukur perbedaan mass-to-charge ratio (m/e) dari ionisasi atom atau molekul untuk menentukan kuantitasi atom atau molekul tersebut.
h.      Nitrogen Phosphorus Detector (NPD); prinsip kerjanya hampir sama dengan FID, perbedaan utamanya adalah hydrogen/air flame pada FID diganti oleh heated rubidium silicate bead pada NPD; sample dari column dilewatkan ke hot bead; garam rubidium yang panas akan memancarkan ion ketika sample yang mengandung nitrogen dan phosphorous melewatinya; sama dengan pada FID, ion-ion tersebut dihimpun pada collector dan menghasilkan arus listrik.
i.        Photoionization Detector (PID); digunakan untuk mendeteksi aromatic hydrocarbon atau organo-heteroatom pada sample; sample yang keluar dari column diberi sinar ultraviolet yang cukup sehingga terjadi eksitasi yang melepaskan electron (ionisasi); ion/electron ini kemudian dikumpulkan pada electroda sehingga menghasilkan arus listrik.
j.        Thermal Conductivity Detector (TCD); TCD terdiri dari electrically-heated wire atau thermistor; temperature sensing element bergantung pada thermal conductivity dari gas yang mengalir disekitarnya; perubahan thermal conductivity seperti ketika adanya molekul organik dalam sample yang dibawah carrier gas, menyebabkan kenaikan temperature pada sensing element yang diukur sebagai perubahan resistansi. 11) Photodiode Array Detector (PAD); merupakan linear array discrete photodiode pada sebuah IC; pada spectroscopy, PAD ditempatkan pada image plane dari spectroscopy sehingga memungkinkan deteksi panjang gelombang pada rentang yang luas bisa dilakukan secara simultan.
Tipe Kolom dan Pengoperasian Kolom
Kolom dimana pemisahan terjadi, memiliki dua tipe dasar yaitu Kolom kemasan konvensional dan Kolom kapiler atau Kolom tabung terbuka. Kolom dapat dioperasikan dengan dua cara , yaitu : secara isotermal (temperatur konstan) dan temperatur terprogram (variabel peningkatan temperatur dan waktu ditahan pada temperatur konstan).
  • Operasi Isotermal
Pada operasi isotermal, temperatur kolom dijaga konstan. Batas temperatur maksimum dan minimum dipengaruhi stabilitas dan karakter fisik fase diam. Batas bawah ditentukan oleh titik beku dan batas atas ditentukan oleh “bleed” dari fase diam. Bleed adalah fase diam masuk ke detektor. Secara umum pada mode operasional ini, injektor dioperasikan 30oC diatas temperatur komponen dengan titik didih maksimum (kolom kemasan konvensional).
  • Operasi temperatur terprogram (TPGC)
Pada kromatografi gas temperatur terprogram, temperatur oven dikendalikan oleh sebuah program yang dapat mengubah tingkatan pemanasan yang terjadi antara 0,25oC sampai 20oC. Sebuah oven massa rendah mengijinkan pendinginan dan pemanasan cepat dari kolom yang dapat ditahan sampai 1oC dari temperatur yang diperlukan. Pada operasi temperatur terprogram diperlukan pengendali aliran untuk memastikan kesetabilan aliran gas. Kestabilan aliran sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas hasil detektor yang baik yang ditunjukan pada garisbawah/baseline datar yang stabil. Fase diam harus stabil secara termal melewati range temperatur yang lebar. Bleed dapat diganti dengan menjalankan dua kolom yang identik secara tandem, satu untuk pemisahan komponen dan yang lain untuk melawan “bleed”.

APLIKASI KROMATOGRAFI GAS
1.     Analisis kualitatif
Tujuan utama kromatografi adalah memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu campuran. Dengan demikian, jumlah puncak yang terdapat dalam kromatogram menunjukkan jumlah komponen yang terdapat dalam suatu campuran. Selain digunakan untuk keperluan pemisahan, kromatografi juga sering kali digunakan dalam analisis kualitatif senyawa-senyawa yang mudah menguap. Misalnya, analisi komponen pestisida yang dipisahkan dengan kolom (panjang 1,5m dan diameter 6mm) yang berisi fasa diam 1,5% OV-17 dan dideteksi dengan detetktor ECD. Dari hasil pengukuran diperoleh kromatogram sebagai berikut:

Berdasarkan kromatogram pada gambar 2 diatas, maka kita dapat mengidentifikasi setiap komponen yang menghasilkan puncak. Dari hasil analisis kualitatif, komponen-komponen yang menghasilkan puncuk A, B, C, D dan E berturut-turut adalah Aldrin, heptaklor, aldrin, dieldrin, dan DDT.
Untuk mengidentifikasi tiap peak dalam kromatogram dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain:
a.       Membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar. Waktu retensi standar diperoleh melalui pengukuran senyawa yang diketahui pada kondisi pengukuran yang sama dengan sampel. Misalnya, menentukan untuk menentukan waktu retensi eldrin saja, atau DDT saja, kemudian dibandingkan dengan waktu retensi yang dihasilkan oleh sampel. Bila kedua waktu retensi tersebut sesuai, maka kita dapat mengidentifikasi puncak pada kromatogram.
b.      Melakukan ko-kromatografi, yaitu dengan cara menambahkan larutan standar kepada cuplikan untuk kemudian diukur dengan menggunakan kromatografi gas. Bila luas area salah satu peak bertambah, maka dapat dipastikan bahwa analit tersebut identik dengan standar.
c.       Menghubungkan GC dengan detektor spektrometer massa atau IR. Dengan menghubungkan GC dengan spektra dari setiap peak dapat direkam secara menyeluruh.
d.      Setiap komponen yang telah keluar dari kolom kemudian dikondensasikan dan selanjutnya dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan spektrometri NMR. Cara ini dapat dilakukan apabila detektor yang digunakan pada GC tidak bersifat dekstruktif, misalnya TCD.

2.     Analisis kuantitatif
Kromatografi gas juga dapat digunakan untuk keperluan analisis kuantitatif, yang didasarkan pada dua pendekatan, yaitu luas area dan tinggi puncak pada kromatogram. Pendekatan tinggi peak kromatogram dilakukan dengan cara membuat base line pada suatu peak dan mengukur tinggi garis tegak lurus yang menghubungkan  base line dengan peak. Pendekatan ini berlaku jika lebar peak larutan standar  dan analit tidak berbeda. Pendekatan luas area peak memperhitungkan lebar peak sehingga perbedaan lebar peak antara standar dengan analit tidak lagi menjadi masalah. Biasanya, kromatografi gas modern telah dilengkapi dengan piranti untuk menghitung luas area peak secara otomatis. Secara manual, luas area peak dihitung dengan menggambarkan segitiga pada peak tersebut, kemudian luas segitiga dihitung.

Gambar 3 pendekatan pada analisis kuantitatif
(a)   Pendekatan luas area: A = ½ tinggi
(b)   Pendekatan tinggi puncak
Analisis kuantitatif dengan kedua pendekatan tersebut masih sangat kasar, sehingga diperlukan koreksi terhadap hubungan anatar luas/ tinggi area puncak dengan jumlah analit yang menghasilkan puncak tersebut, yang biasanya dinyatakan sebagai faktor respon detektor. Faktor respon detektor berhubungan dengan kemampuan detektor untuk mendeteksi setiap komponen yang terelusi dari kolom.

VI. Prosedur kerja
1.             Menyiapkan  Sampel
Disiapkan sampel dari campuran etanol dengan dietil eter
2.             Penyiapan Instrumen GC
-            Dilakukan pengesetan terhadap instrument kromatografi. Tombol “ON” ditekan pada sakelar listrik.  Diatur suhu kolom, suhu injector dan suhu detektor. Pompa dijalankan dan alat dibiarkan stabil selama 1 jam. Diset suhu injektor150°C. suhu detektor 150°C, dan suhu kolom 120°C .  Digunakan detektor FID, jenis kolom yang digunakan adalah kolom kapiler  berdiameter sebesar 0,25 mm dengan DB-1 yaitu polyxiloxan sebagai fasa diam. gas pembawa yang digunakan adalah nitrogen dengan kemurnian sebesar 99,995 % , sedangkan hydrogen dan oksigen/Udara tekan  berperan sebagai gas pembakar . Alat kromatografi siapdigunakan setelah semua parameter selesai diset.d)
3.             Pengukuran Dengan Instrumen GC
-                 Pengukuran terhadap standar
Diambil sebanyak 0,1 μL larutan standar  etanol dengan syringe dan diinjeksikan dengan GC. Ditunggu dan diprint  hasilnya  yaitu waktu retensi dan luas puncak dari etanol yang dianalisis. Lalu diDiulangi untuk larutan standar yang lain yiatu dietil eter dengan perlakuan sama.
-                 Pengukuran terhadap sampel
Diambil sebanyak 0,1 μL sampel dengan syringe dan diinjeksikan dengan GC. Ditunggu dan diprint  hasilnya  .

VII.          Data pengamatan
Terlampir pada halaman terakhir

VIII.       Perhitungan
% komponen etanol        =  x 100 x 1
                                          =  x 100 x 1
                                          = 41,834
% komponen etanol        =  x 100 x 1
                                          =  x 100 x 1
                                          = 58,16

IX. Pembahasan
Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen suatu cuplikan di dalam kolom. Perbedaan migrasi ini terjadi karena perbedaan interaksi komponen-komponen tersebut dengan fasa diam dan fasa gerak. Fasa diamnya berupa cairan yang melekat pada zat pendukung (adsorben), sedangkan fasa geraknya berupa gas.Karena gas ini berfungsi membawa komponen-komponen sepanjang kolomhingga mencapai detektor, maka fasa gerak disebut juga sebagai gas pembawa (carrier gas).
Pada percobaan ini, gas pembawa yang digunakan adalah nitrogen.Gas pembawa mengalir dengan cepat, oleh karena itu proses pemisahan hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja. Inilah keuntungan pemisahan dengan menggunakan GC. Namun, tidak semua senyawa dapat dipisahkan dengan menggunakan metode kromatografi gas. Senyawa-senyawayang dapat dipisahkan dengan menggunakan metode ini adalah senyawa yang memenuhi dua persyaratan berikut :
·         Mudah menguap saat diinjeksikan
·         Stabil pada suhu pengujian (50-300°C) yakni tidak mengalami penguraian atau pembentukan menjadi senyawa lain.
 Pada percobaan ini, kolom yang digunakan adalah kolom kapiler  berdiameter sebesar 0,25 mm dengan DB-1 yaitu polyxiloxan sebagai fasa diam. Kolom kapiler ini diposisikan melingkar sehingga dapat masuk kedalam oven.Seperti yang telah dikemukakan di atas, gas pembawa yang digunakan adalah nitrogen dengan kemurnian sebesar 99,995 % , sedangkan hydrogen dan oksigen berperan sebagai gas pembakar.
Komponen-komponen sampel akan dibawa fase gerak menuju detektor dan hasilnya direkam oleh recorder. Detektor yang digunakan ialah detektor ionisasi nyala (Flame Ionization detector). Detektor ini bekerja berdasarkan  pembakaran solut sehingga terjadi ionisasi. Ion akan ditangkap oleh pengumpul ion dan meningkatkan daya hantar, dan karenanya akan meningkatkan arus listrik yang mengalir di antara dua elektrode. Arus diperkuat oleh amplifier dan direkam oleh rekorder. FID ini mengukur C+ sehingga hasil yang didapat cukup peka dan sensitif. FID menggunakan bahan bakar gas hidrogen dan oksigen yang diatur perbandingan dan kecepatannya untuk memperoleh tanggapan FID yang optimal.
Pada percobaan ini penentuan kadar sampel dan pemisahannya dengan metode operasi isotermal. Adapun Suhu injektor diset pada suhu 150°C, detektor pada suhu 150°C dan kolom suhu mencapai120°C. Hal ini bertujuan agar semua komponen berubah menjadi gas dan keluar meninggalkan kolom. Sebelum dilakukan pengukuran, instrumen GC harus dibiarkan selama ± 1 jam agar aliran gas pembawa tetap sehingga kolom tidak akan cepat rusak.Selain berfungsi dalam pemisahan, kromatografi gas juga dapat digunakan dalam analisa, baik analisa kualitatif maupun kuantitatif.
Analisa Kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar. Untuk mendapatkan waktu retensi standar dapat dilakukan dengan percobaan kromatografi gas untuk senyawa yang telah diketahui. Adapun senyawa yang digunakan sebagai standar adalah etanol dan dietil eter.
Pada percobaan ini  Ketika sampel  dianalisis, timbul dua buah puncak . Dari analisis kualitatif diketahui masing - masing puncak timbul di sekitar waktu retensi berada di sekitar waktu retensi etanol dan dietil eter. 2 puncak berturut-turut oleh Dietil Eter dan selanjutnya etanol. Hal  ini dikarenakan titk didih dietil eter < etanol. Komponen yang memiliki titik didih lebih rendah akan lebih mudah menguap menjadi gas dan pergerakannya lebih cepat di dalam kolom dibandingkan dengan komponen lain dengan titik didih yang lebih tinggi untuk mencapai detektor.
Selanjutnya untuk analisa kuantitatif dilakukan dengan Metode normalisasi area . Metode ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan dengan injeksi cuplikan. Dengan metode ini diperlukan elusi yang sempurna, semua   komponen campuran harus keluar dari kolom. Area setiap peak yang mencul dihitung. Area-area peak tersebut dikoreksi terhadap respon detektor untuk jenis senyawa yang berbeda. Selanjutnya konsentrasi analit ditentukan dengan membandingkan area suatu peak terhadap total area semua komponen. Dengan metode ini didapatkan kadar setiap senyawa yang terdapat dalam cuplikan yaitu senyawa Dietil eter sebesar 58,16% dan etanol sebesar 41,834%

X.    Kesimpulan
Pada percobaan ini dapat disimpulan antara lain:
1.      Kromotogarafi gas dapat digunakan dalam analisa kualitatif dan kuantitatif.
2.      Pada percobaan ini dalam analisa kualitatif dengan menggunakan kromotografi gas,  didapatkan bahwa pada sampel terdapat dua macam senyawa organic yaitu etanol dan diietil eter. Hasil ini didapatkan dari perbandingan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar.
3.      Ketika sampel  dianalisis, timbul dua buah puncak. 2 puncak berturut-turut oleh Dietil Eter dan selanjutnya etanol. Hal  ini dikarenakan titk didih dietil eter < etanol.
4.      Dalam analisa kuantitatif dengan menggunakan metode normalisasi area didapatkan kadar setiap senyawa dalam sampel yaitu senyawa Dietil eter sebesar 58,16% dan etanol sebesar 41,834% .





XI. Daftar pustaka

Adnan, Mochamad. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta: Andi Offset

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatat RI, Farmakope Indonesia, Edisi Ke-3, (Jakarta: 1979), hlm. 784

http://www.blogpribadi.com/2009/11/kromatografi-gas.html

Dra. Fatma Lestari, Msi, PhD. 2009. Bahaya Kimia Sampling dan Pengukuran Kontaminan Kimia di Udara. Jakarta: Buku Kedokteran BCG







2 comments:

  1. Siiip..
    Buat nambah materi laporan..
    Salam dari polinema.

    ReplyDelete
  2. mau tanya dong kak, cara menghitung hasil analisa kuantitatif dengan standar. gambar contoh diatas ga terlihat.. abis analisis in asam lemak, tp ga ngerti cara ngitung hasilnya.. mohon pencerahannya ^^

    ReplyDelete

Komentarnya!!!!!!!!!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...