Saturday, 19 May 2012

Laporan Laju reaksi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia sekarang ini banyak reaksi yang kita lakukan baik sadar maupun tidak sadar. Tubuh kita salah satunya, banyak sekali reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalamnya. Contoh sederhana, korbohidrat yang kita makan sehari-hari pasti diubah ke bentuk senywa yang diperlukan sesuai dengan keperluan tubuh kita. Hal ini tentunya tidak berjalan sendiri tentunya dibantu oleh suatu enzim. Di sini enzin sebagai katalisator untuk mempercepat terjadinya reaksi. Dalam dunia nyata contoh reaksi yang berlangsung lambat adalah perkaratan pada besi (korosi) sedangkan untuk reaksi yang berlangsung cepat adalah peristiwa ledakan bom. Bom di sini meledak dalam hitungan detik. namun berbagai reaksi, hal yang harus kita perhatikan adalah bagaimana cara untuk mempercepat suatu reaksi dalam waktu yang sesingkat mungkin. Kita tahu bahwa praktikum yang dilakukan menggunakan waktu yang lama. Untuk mereaksikan suatu zat atau bahan membutuhkan waktu yang cukup lama. Maka dari itu digunakan suatu metode untuk mempercepat suatu reaksi. Metode yang digunakan pun bervariasi sesuai dengan keperluan. Metode itu adalah menaikkan suhu, sifat pereaksi, konsentrasi suatu zat, luas permukaan, pengadukan/mekanik, dan lain sebagainya. Jika metode-metode suatu reaksi tersebut tidak pula berjalan dengan cepat maka kita harus menambahkan suatu zat yang dapat mempercepat suatu reaksi dimana zat tersebut tidak bereaksi dengan zat pada reaktan, atau dapat dikatakan mempercepat suatu reaksi tanpa ikut bereaksi. Zat itu dikenal dengan nama katalis katalis.
Pada percobaan diperlakukan adalah pemberian variasi suhu dan variasi volume. Hal ini dilakukan untuk membuktikan bahwa apakah hubungan suhu terhadap kecepatan suatu reaksi serta serta bagaimana hubungan penambahan volume terhadap lajunya reaksi. Di sini kita tidak tahu apakah reaksi berlangsung cepat atau lambat dengan pemberian variasi suhu dan variasi volume. Selain itu juga apa hubungannya terhadap energi aktivasi. Maka untuk mengetahui maksud ini maka dilakukannya percobaan ini agar mahasiswa tahu apakah sama atau beda pengertiannya dalan literature.
1.2 Prinsip dan Aplikasi Percobaan
Penentuan komstanta laju reaksi dan energi aktivasi antara KI dan K2S2O8 saat terjadi perubahan warna pada pencampuran kedua larutan dengan pemberian variasi volume pada K2S2O8 serta variasi suhu. Larutan campuran diberi Na2S2O3 untuk menyerap iod berlebih serta percobaan dilakukan dengan dua indikator yang berbeda yaitu amilum dan akuades. Reaksi yang terjadi adalah:
S2O82- + 2I- 2SO42- + I2
Aplikasi dari percobaan ini adalah pada proses pembuatan pupuk ammonia (NH3) dimana reaksinya berjalan dengan sangat lambat pada suhu rendah, namun dengan penambahan kateklis Fe + KOH + Al . reaksinya dapat berjalan dengan cepat (Proses Haber).
1.3 Tujuan Percobaan
Tujuan dari dilakukannya percobaan ini adalah untuk menentukan konstanta kecepatan reaksi dan energi aktivasi antara KI dan K2S2O8.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laju Reaksi
Laju reaksi dapat didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau produk persatuan waktu. Artinya terjadi pengurangan konsentrasi pereaksi atau pertambahan konsentrasi produk tiap satuan waktu (Keenan,1990).
Hubungan laju reaksi dengan koefisien zatadalah sebagai berikut. Reaksi yang terjadi antara zat A dan zat B:
A + B 3C + D
Maka hubungan laju reakasi adalah;


=

Sedangkan persamaan laju reaksinya adalah;
V = K[A][B]2
Dimana V adalah laju reaksi, K adalah konstanta laju reaksi dan [A][B] adalah konsentrasi dari zat yang bereaksi.nilai pangkat menyatakan koefisien zat ataupun orde dari reaksi tersebut. Orde reaksi berrti menjelaskan tentang tingkat reaksi atau hubungan antara konsentrasi dengan kecepatan (Petrucci,1985).
Persamaan laju reaksi mempunyai dua penerapan utama, yaitu penerapan praktis dan penerapan teoritis. Dikatakan untuk penerapan praktis adalah dimana telah diketahui persamaaan laju reaksi dan konstanta laju reaksi, dapat diramalkan laju reaksi dari komposisi campuran , sedangkan penerapan teoritis adalah dimana laju persamaan digunakan untuk menentukan mekanisme reaksi (Atkins,1990).
Laju reaksi terukur, sering kali sebanding dengan konsentrasi reaktan suatu pangkat. Contohnya, laju itu sebanding dengan konsentrasidua reaktan A dan B, sehingga;
V = K[A][B]
Koefisien K disebut konstanta laju yang tidak bergantung pada konsentrasi tetapi bergantung pada temperatur. Persamaan sejenis ini yang ditentukam secara eksperimen disebut hukum laju reaksi. Secara formal, hukum laju adala persamaan yang menyatakan laju reaksi V sebagai fungsi dari konsentrasi semua spesies yang ada termasuk produknya (Atkins, 1990).
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Laju suatu reaksi kimia dpat dipengaruhi oleh lima faktor untuk zat yang bersifst larutan dan ada enam faktor untuk zat yang bersifat gel. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah sebagai berikut (Gillas,1984):
a) Konsentrasi
Konsentrasi menyatakan pengaruh kepekatan atau zat yang berperan dalam proses reaksi. Semakin besar nilai konsentrasi, maka nilai laju reaksi akan semakin besar pula. Hal ini dikarenakan jumlah zat semakin besar dan peluang untuk melakukan tumbukan semakin besar. Sehinngga laju reaksi semakin cepat (Anonim a,2011).
b) Suhu
Setiap zat mamiliki energi, zat tersebut akan bereaksi membentuk produk bila energi aktivasinya terpenuhi. Dengan menaikan suhu pada system, berarti akan terjadi peristiwa menaikan energi aktivasi dan zat menjadi lebih mudah bergerak, sehingga lebih mudah terjadi tumbukan dan laju reaksi akan menjadi lebih tinggi (Wiryoatmojo, 1988).
c) Luas Permukaan Sentuh
Umumnya zat yang digunakan adalah padatan yang dilarutkan dalam suatu pelarut. Luas permukaan total zat tersebut akan semakin bertambah bila ukurannya diperkecil, maka semakin halus suatu zat, laju reaksi akan semakin besar karena luas permukaan yang bereaksi semakin besar (Roth dan Blaschke,1989).
d) Sifat Dasar Pereaksi
Setiap zat memiliki sifat yang khas. Ada yang bersifat padatan, gas dan cairan. Secara khas, zat yang bersifat gas adalah zat yang paling mudah bereaksi, kemudian tercepat kadua adalah cairan, kemudian padatan. Semakin renggang suatu zat maka laju reaksi akan semakin besar karena zat tersebut mamiliki partikel yang makin bebas dan mudah bertumbukan (Martin,1990).
e) Tekanan
Faktor tekanan yang berlaku jika pereaksi adalah gel. Penambahan tekanan akan membuat volume suatu zat akan semakin kecil dan konsentrasi akan semakin besar. Umumnya proses penambahan tekanan ini dilakukan pada industri amonia (Noerdin,1986).
f) Katalisator
Katalisator adalah suatu zat yang ditambahkan untuk mempercepat laju reaksi. Katalisator tidak mengalami perubahan kekal dalam reaksi namun mungkin terlibat dalam reaksi. Katalis mempercepat suatu reaksi dengan menurunkan energi aktivasi, namun tidak mengubah entalpi reaksi. Katasis ditambahkan pada zatdalam jumlah yang sedikit dan umumnya bersifat spesifik untuk setiap reaksi (Arsyud,2001).
2.3 Energi Aktivasi
Sebelum terjadi reaksi, molekul pereaksi harus saling bertumbukan membentuk suatu mlekul kompleks aktif, yang kemudian berubah menjadi hasil reaksi (Produk). Energi yang di butuhkan untuk membentuk kompleks aktif ialah yang dinamakan energi aktivasi (Sukardjo, 1985).
Berdasarkan hasil pengamatan, ada dua faktor yang mempengaruhi keefektifan suatu molekul untuk bertumbukan, yaitu (Petrucci,1985).
1. Hanya molekul yang lebih energetic dalam campuran reaksi akan menghasilkan reaksi sebagai hasil tumbukan.
2. Probablitas tumbukan untuk menghasilkan reaksi bergantung pada orientasi molekul yang bertumbukan.
Semakin tinggi nilai aktivasi maka makin kecil reaksi molekul yang teraktifkan dan laju reaksi menjadi lebih lambat. Arrhenius menyatakan bahwa variasi tetapan reaksi jenis k, terhadap temperetur dinyatakan sebagai (Vogel,1990).
Ln k = -
K = A
Diintegrasikan menjadi ;
Dimana EA adalah energi aktivasi zat.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah ember, dua buah gelas beaker, corong, pipet ukur, batang pengaduk, thermometer, botol semprot, penangas air, spatula, dan pipet tetes.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam percobaan ini adalah akuades, amilum, larutan kalium iododa (KI), larutan kalium peroksodisulfat (K2S2O8), dan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3).
3.2 Analisis Bahan
3.2.1 Akuades
Akuades merupakan cairan tak berwarna yang memiliki densitas 1,00 gr/mL, akuades memiliki titik beku 00C serta memiliki titik didih 100 0C. akuades merupakan air yang telah dimurnikan melelui proses destilasi (penyulingan), sehingga bebas dari garam terlarut dan senyawa lain (Daintith,1994).
3.2.2 Amilum
Amilum merupakan karbohidrat putih yang tidak berbau dan tidak berasa. Dapat dideteksi dengan adanya perubahan warna menjadi biru kehitaman saat ditambahkan iodine. Senyawa ini terdiri atas rantai cabang molekul glukosa (Anonim b, 2011).
3.2.3 Larutan Kalium Iodida (KI)
Kalium iodida merupakan padatan kristalin putih yang larut dalam air dan etanol serta aseton. Pada larutan, KI dapat melarutkan iodin. Memiliki massa molar 166 gr/mol, densitas 9,123 gr/cm3, titik didih 1330 0C, dan titik leleh 681 0C. dapat larut sempurna dalam ammonia dan bersifat higroskopis (Daintith,1994).
3.2.4 Larutan Kalium Peroksodisulfat (K2S2O8)
Kalium peroksodisulfat merupakan padatan kristalin merah jinngga bening yang bersifat higroskopis. Kristalnya berbentuk prisma dengan berat molekul 294,18 gr/mol. Memiliki densitas 2,676 gr/ml, dengan titik leleh 34,8 0C, mudah larut dalam air dengan kelarutan sebanding dengan kenaikan suhu (Basri,2002).
3.2.5 Larutan Natriun Tiosulfat (Na2S2O3)
Natrium tiosulfat merupakan padatan yang bersifat putih kepekatan. Senyawa ini larut dalam air namun tidak larut dalam etanol. Larutan berair larutan natrium tiosulfat mudah terdistribusi dan menjadi natrium tetra tiosulfat dan natrium sulfat (Kusuma,1983).
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Penggunaan Amilum sebagai Indikator
Percobaan paling awal dilakukan pada percobaan ini adalahmenyiapkan larutan kalium iododa (KI) 0,4 M, larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,01 M, larutan kalium peroksodisulfat (K2S2O8) 0,02 M, serta disiapkan amilum dan akuades sebagai indikator. Untuk amilum serbuknya dilarutkan dalam air panas.
Percobaan awal disediakan gelas beaker 2 buah. Kemudian dimasukkan pada beaker pertama larutan KI sebanyak 5ml dan pada gelas beaker kedua diisikan K2S2O8 sebanyak 1 ml ditambah larutan Na2S2O3 sebanyak2,5 ml serta 6 tetes larutan amilum pada beaker kedua. Lalu masing-masing gelas beaker dimasukan pada ember yang terisi es batu untuk menurunkan suhunya sampai 20 hingga mencapai suhu 20oC. setelah mencapai suhu yang diinginkan kemudian isi dari setiap gelas beaker dicampur dan diaduk hingga terjadi perubahan warna, lalu dicatat hasilnya. Lakukan prosedur yang sama untuk suhu 25oC dan 30oC dan dilakukan juga prosedur yang sama untuk variasi volume K2S2O8 yaitu 1 ml, 3 ml dan 5ml untuk masing-masing suhu di atas.
3.3.2 Penggunaan Air Suling sebagai Indokator
Hal yang dilakukan pertama kali adalah disediakan beaker 2 buah. Lalu dimasukkan pada beaker pertama 5 ml KI dan pada gelas beaker kedua diisikan 1 ml K2S2O8 ditambah larutan Na2S2O3 2,5 ml serta 6 tetes larutan akuades pada beaker kedua. Dinginkan pada es batu dalam ember hingga mencapai suhu 20oC. setelah sehu tercapai kedua larutan dicampurkan dan diaduk hingga terjadi perubahan warna bening menjadi kuning, dicatat hasilnya. Lakukan prosedur yang sama untuk suhu 25oC dan 30oC dan lakukan juga prosedur yang sama untuk variasi volume K2S2O8 tiap 3 kali perubahan suhu masing-masing 3 ml dan 5 ml.
3.4 Rangkaian Alat 1
2
Keterangan;
1. Batang pengaduk
2. gelas beaker
Gambar; rangkaian alat uji reaksi
BAB 1V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Pengamatan
1. Amilum
No
Volume (ml)
T (oC)
Waktu
t (detik)
Warna
KI
Na2S2O3
K2S2O8
Amilum
1.
5 ml
2,5 ml
1 ml
6 tetes
20
20 menit, 15
Biru Tua
2.
5 ml
2,5 ml
3 ml
6 tetes
20
04 menit, 44
Biru Tua
3.
5 ml
2,5 ml
5 ml
6 tetes
20
04 menit, 44
Biru Tua
4.
5 ml
2,5 ml
1 ml
6 tetes
25
18 menit, 36
Biru Tua
5.
5 ml
2,5 ml
3 ml
6 tetes
25
05 menit, 10
Biru Tua
6.
5 ml
2,5 ml
5 ml
6 tetes
25
02 menit, 40
Biru Tua
7.
5 ml
2,5 ml
1 ml
6 tetes
30
15 menit, 31
Biru Tua
8.
5 ml
2,5 ml
3 ml
6 tetes
30
03 menit, 29
Biru Tua
9.
5 ml
2,5 ml
5 ml
6 tetes
30
02 menit, 28
Biru Tua
2. Akuades
No
Volume (ml)
T (oC)
Waktu
t (detik)
Warna
KI
Na2S2O3
K2S2O8
Akuades
1.
5 ml
2,5ml
1 ml
6 tetes
20
08 menit, 57
Kuning
2.
5 ml
2,5ml
3 ml
6 tetes
20
05 menit, 45
Kuning
3.
5 ml
2,5ml
5 ml
6 tetes
20
04menit,12
Kuning
4.
5 ml
2,5ml
1 ml
6 tetes
25
13 menit, 43
Kuning
5.
5 ml
2,5ml
3 ml
6 tetes
25
04 menit, 58
Kuning
6.
5 ml
2,5ml
5 ml
6 tetes
25
03 menit , 39
Kuning
7.
5 ml
2,5ml
1 ml
6 tetes
30
13 menit, 28
Kuning
8.
5 ml
2,5ml
3 ml
6 tetes
30
4 menit, 11
Kuning
9.
5 ml
2,5ml
5 ml
6 tetes
30
7 sekon
Kuning
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Prosedur
Langkah awal percobaan disediakan gelas beaker 2 buah . kemudian dimasukkan pada gelas beaker pertama 5 ml kalium iodida (KI) dan pada gelas kedua dimasukan 1 ml K2S2O8 ditambah 2,5 ml larutan Na2S2O3 serta 6 tetes larutan amilum pada beaker kedua ini. KI disini digunakan sebagai reaktan (pereaksi) yang direaksikan dengan K2S2O8 dan Na2S2O3 serta 6 tetes larutan amilum. Kegunaan K2S2O8 disini adalah sebagai oksidator untuk membentuk iod dari mylase. Iod yang berlebih akan diikat oleh Na2S2O3. Pada percobaan amilum harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum dicampurkan dengan K2S2O8 dan Na2S2O3. Ini dikarenakan untuk mengaktifkan enzim beta mylase. Apabila hal ini tidak dilakukan maka warna yang dihasilkan akan kecoklatan saat reaksi kesetimbangan tercapai karena enzimnya tidak bekerja dengan maksimal. Selain itu juga akan menghasilkan galat pada hasil, sehingga hasilnya tidak sama dengan teorinya. Na2S2O3 juga harus dipanaskan ketika pembuatan larutannya. Hal ini dilakukan agar ion sulfatnya larut sempurna. Jika tidak maka akan terjadi endapan hitam yang disebut endapan sulfur.
Larutan didinginkan hingga mencapai suhu tepat 20oC. setelah hal ini terpenuhi kemudian kedua zat dalam gelas beaker dicampur dan diaduk hingga terjadi perubahan warna, kemudian dicatat waktu yang diperlukan. Kemudian dilakukan prosedur yang sama untuk suhu 25oC dan 30oC serta lakukan juga prosedur yang sama untuk variasi volume untuk larutan K2S2O8 tiap 3 kali perubahan suhu masing-masing 3 ml dan 5 ml.
Perbedaan warna pada saat penambahan amilum dan akuades dikarenakan bahwa kedua larutan tersebut berikatan kompleks dengan iod, jadi menyebabkan perubahan warna biru untuk pemberian indikator amilum dan warna kuning untuk indikator akuades. kegunaan akuades disini juga digunakan untuk melarutkan larutan,
KI disini sebagai reaktan yang nantinya akan terurai menjadi ion-ionnya di dalam larutan dan berikatan dengan K2S2O8. Sehingga reaksi yang dihasilkan adalah;
S2O82- + 2I- 2SO42- + I2
Pada percobaan larutan campuran diaduk secara terus-menerus. Hal ini dilakukan untuk mempercepat reaksi sebab kecepatan reaksi berlangsung lambat pada suhu rendah. Selain itu pengadukan juga membantu tumbukan antar partikel-partikel dalam larutan campuran sehingga reaksi kesetimbangan cepat berlangsung. Hal ini juga menyebabkan terjadinya perubahan warna dikarenakan iod dan enzim beta amylase berikatan. Untuk percobaan akuades sebagai indikator KI terurai membentuk ion K dan I sehingga warna dasar dari timbul yaitu kuning. Untuk percobaan konsentrasi KI lebih pekat dari K2S2O8 karenayang akan dideteksi adalah iod berlebih dan indikator.
Pada saat membentuk ikatan, tidak semua ion iod ikut berikatan. Iod yang tidak berikatan ini akan ditangkap dengan oleh Na2S2O3. Jika iod telah berikatan maka akan ditandai dengan berubahnya warna suatu larutan. Pada percobaan ini, indikator amilum berubah menjadi biru dan indikator akuades berubah warna menjadi kuning.
Proses percobaan dilakukan dengan pemberian variasi suhu dalam campuran yang diujikan. Hal ini dilakukan untuk membuktikan apakah laju reaksi dapat berlangsung secara cepat dengan kenaikan suhu atau sebaliknya. Laju suatu reaksi kimia bertambah dengan naiknya suhu karena molekul-molekul sering bertabrakan dengan benturan yang lebih besar karena gerakannya cepat dan untuk variasi volume, semakin besar volumenya maka jumlah mol akan semakin banyak sehingga laju reaksi semakin cepat contohnya di sini pada variasi volume k2S2O8 diberikan untuk membuktikannya.
Amilum adalah indikator dengan perubahan warna menjadi warna biru tua kompleks pati karena berikatan dengan iod. Molekul iod diikat pada permukaan beta mylase, yang merupakan suatu konstituen dari amilum. Beta mylase inilah yang membentuk adanya warna biru tua. Sifat-sifat air adalah sebagai pelarut universal dan bisa juga sebagai indikator yang mengidentifikasikan adanya iod yang berlebih di dalam larutan. Warna yang dihasilkan adalah kuning, yang berarti iod telah habis bereaksi dengan larutan.
Percobaan ini tidak perlu menggunakan katalis. Katalis adalah suatu zat yang ditambahkan pada reaktan yang berguna untuk mempercepat laju reaksi tanpa ikut bereaksi. Jika pada percobaan ini berlangsung lama seperti pada proses esterifikasi, maka perlu digunakan katalis. Hubungan laju reaksi dengan energi aktivasi pada percobaan ini adalah berbanding terbalik, yaitu semakin tinggi konstanta laju reaksi maka energi aktivasinya semakin rendah sehingga suatu reaksi dapat berlangsung cepat. Energi aktivasi adalah energi dimana panas minimal yang harus dimiliki molekul-molekul sebelum bereaksi. Ketika suatu senyawa bereaksi, maka senyawaan itu mengeluarkan energi panas minimum untuk bereaksi, sehingga laju semakin cepat dan energi aktivasi akan berkurang. Oleh sebab itu energi aktivasi memiliki nilai yang lebih rendah dibanding konstanta laju reaksi.
4.2.2 Analisis Hasil
Konstanta laju dengan laju reaksi berbanding lurus karena semakin cepat laju reaksi, maka konstanta laju semakin besar dan apabila konstanta laju reaksi semakin kecil maka suatu reaksi akan berlangsung lambat
Hubungan laju reaksi dan suhu , pada percobaan ini semakin tinggi suhu yang diberikan maka semakin cepat reaksi tersebut berlangsung. Pembuktiannya bahwa , pada percobaan ini diberikan volume yang tetap dengan suhu yang divariasikan, laju reaksi semakin cepat. Dapat dilihat pada data pengamatan. Namun ada terjadi kesalahan hasil dengan volume tetap 3 ml untuk percobaan dengan indikator amilum pada suhu serta kesalahan juga terjadi pada volume 1ml larutan K2S2O8 sebab mengalami perlambatan dengan kenaikan suhu, kejadian ini terjadi pada pemberian indikator akuades. untuk suhu yang divariasikan dari 20oC, 25oC, dan 30oC dalam percobaan amilum. Antara suhu 25oC dan 30 oC lebih cepat laju reaksi pada suhu 25 oC. Ini terjadi dikarenakan ketidak teraturan dalam pengadukan.
Akuades sebagai indikator pada volume 1 ml K2S2O8 dan suhu yang berbeda 20 oC, 25 oC, dan 30 oC terdapat kesalahan hasil, sama halnya dengan pelarut amilum volume K2S2O8 3ml. Seharusnya, suhu 30 oC lebih cepat laju reaksinya dibanding dengan suhu 25 oC, karena semakin tinggi suhu maka akan terjadi tumbukan yang lebih keras sehingga memecah tiap-tiap molekul yang menyebabkan suatu larutan semakin mudah untuk larut. Jika dilihat dalam data percobaan hal ini dikarenakan pengadukan yang tidak efisien atau tidak teratur. Berdasarkan data ini bahwa semakin tinggi suhu maka konstanta laju reaksi akan semakin besar.
Dilihat dari hasil, jika dibandingkan konstanta laju reaksi pada amilum dan akuades lebih besar konstanta laju reaksi akuades. Ini dikarenakan akuades merupakan pelarut polar dan pelarut universal sehingga dapat dengan mudah melarutkan suatu larutan yang bersifat polar. Jika dilihat dari energi aktivasinya, lebih besar energi aktivasi pada senyawa amilum. Hal ini terjadi karena energi aktivasi amilum diperlukan pada saat awal reaksi, sehingga energi yang diperlukan besar dibanding dengan akuades.
Selain itu, konstanta laju reaksi pada larutan amilum suhu 25oC dan 30oC berbeda, seharusnya konstanta lajunya sama walaupun adanya variasi volume. Terjadi kesalahan hasil didasari oleh beberapa faktor, yaitu terlambatnya ketika menekan stop watch pada saat reaksi dimulai, proses pengadukan berbeda karena melakukannya secara bergantian, pengukuran suhu yang tidak sesuai, dan pencucian alat yang kurang bersih, sehingga zat-zat tersebut terkontaminasi yang menimbulkan hasil yang berbeda.
Pada percobaan di awal yaitu pada percobaan dengan amilum terjadi pemakaian waktu yang sangat lama untuk reaksi mencapai kesetimbangan. Ini terjadi kesalahan diakibatkan larutan amilum tidak terlalu lama dipanaskan sehingga enzim beta amilasenya tidak aktif dan juga karena adanya unsure-unsur punggangu dalam larutan sehingga menyebabkan reaksinya tidak sempurna.
Hubungan konstanta laju reaksi dengan suhu adalah berbanding lurus, sedangkan hubungan energi aktivasi dengan kecepatan laju reaksi berbanding terbalik yaitu semakin besar energi aktivasi yang dimiliki tiap zat maka reaksi berlangsung lambat dan semakin kecil energi aktivasi yang dimiliki setiap zat maka reaksi semakin cepat berlangsung.
Konstanta laju reaksi untuk indikator amilum untuk 1ml berturut-turut pada suhu 200 adalah - 6,648 x 10-3 - 2,886 x 10-2 , - 2,874 x 10-2. Sedangkan untuk 3 ml pada suhu 30 0C adalah - 7,238 x 10-3 , - 2,619 x 10-2, - 5,102 x 10-2.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dalam percobaan ini adalah :
1. Semakin tinggi suhu yang diberikan maka suatu reaksi dapat berlangsung cepat.
2. Akuades memiliki nilai koefisien laju reaksi yang tinggi dibandingkan amulum
3. Konstanta laju untuk indikator amilum pada suhu 25 0C adalah - 7,238 x 10-3, - 2,619 x 10-2, - 5,102 x 10-2.\
4. Energi aktivasi untuk K2S2O8 pada indikator amilum untuk variasi volume berturut-turut adalah - 7,238 x 10-3, - 2,619 x 10-2, - 5,102 x 10-2
5. Energi aktivasi untuk indikator akuades adalah berturut-turut berdasarkan volume 1 ml, 3 ml, 5 ml adalah - 7,238 x 10-3, - 2,619 x 10-2, - 5,102 x 10-2.
5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya, ada baiknya ditambahkan atau gunakan perbedaan konsentrasi pereaksi. Agar lebih mengetahui apa yang terjadi jika konsentrasinya berbeda. Larutan seperti KI bisa diganti dengan liI, BaI2, dan lain-lain. Atau ada baiknya digunakan pemberian katalis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim a, 2011, “Konsentrasi”, http://www.stokiometri.co.id, diakses pada 4 Desember 2011.
Anonim b, 2011, “Amillum”: http://www.wikipedia.org/wiki/amilum, diakses pada 4 Desember 2011.
Arsyad, 2001, “Kamus Kimia; arti dan Penjelasan Ilmiah”, Erlangga, Jakarta.
Atkins, P.W, 1990, “Kimia Fisika”. Jilid II, Edisi V, Penerjemah: Kartohadiprodjo, Erlangga, Jakarta.
Basri, S, 2003, “Kamus Lengkap Kimia”, Penerjemah: Suminar S. Achmadi, Erlangga, Jakarta.
Daintith, J, 1994, “Kamus Lengkap Kimia Oxford, Erlangga, Jakarta.
Gilles, R.V, 1984, “Mekanika Fluida dan Hidrolika”, Edisi II, Penerjemah: Herwan Widodo, Erlangga, Jakarta.
Keenan, K, dan Wood, 1990, “Kimia Untuk Universitas”, Jilid I, Edisi VI, Penerjemah, Aloysius, H. Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta.
Kusuma, S, 1983, “Pengetahuan Bahan-Bahan”, Edisi III, Erlangga, Jakarta.
Martin, A, 1990, “Farmasi Fisika”, UI-Press, Jakarta.
Noerdin, I, 1986, “Buku Materi Pokok Larutan”, Karonika, Jakarta.
Petrucci, K.H, 1985, “Kimia Dasar”, Edisi IV, Jilid II, Penerjemah: Suminar S. Achmadi, Erlangga, Jakarta.
Roth, H.G dan Blaschke. S, 1985, “Analisis Farmasi”, Penerjemah: Sarjono Kumar, UGM-Press, Yogyakarta.
Sukarjo, 1985, “Kimia Koordinasi”, Binarupa Aksara, Jakarta.
Vogel, A.L, 1990, “Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro”, Edisi V, Kaliman Media Pustaka, Jakarta.
Wiryoatmojo, S, 1988, “Kimia Fisika I”, Departemen P dan K, Jakarta.
Revina Allundaru dan Tanty Wisley Sitio, “ STUDI KINETIKA REAKSI EPOKSIDASI MINYAK SAWIT Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang.
Jawaban Pertanyaan
1. Karena larutan kalium iodida pada larutan akan terurai menjadi ion-ionnya. Iod yang terurai diikat oleh natrium tiosulfat, sedangkan iod yang berlebih akan bereaksi dengan indikator yang dipakai. Perubahan warna menandakan iod telah habis bereaksi, semakin pekat kalium iodida, maka semakin cepat perubahan warna terjadi, karena konsentrasi larutan merupakan salah satu faktor yang mempercepat laju reaksi, di mana banyak molekul di dalam larutan sehingga ada tumbukan yang terjadi membuat laju reaksi semakin cepat. Maka dari itu larutan kalium iodida harus jauh lebih pekat dari larutan persulfat dan tiosulfat.
2. Jika pada keadaan suhu yang sama, konsentrasi iodida dalam keadaan berlebih, tf pada fraksi tertentu dari persulfat dapat dilihat dengan menambahkan sejumlah Na2S2O8 dan amilum, yang tidak mempengaruhi kecepatan reaksi dan memberikan warna biru yang timbul pada larutan.

0 comments:

Post a Comment

Komentarnya!!!!!!!!!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...