Sunday 8 December 2013

LAORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN LEVEL



Pengendalian Level
1.  TUJUAN :
q  Mengetahui prinsip alat pengukur ketinggian level switch dan differential switch.
q  Mengetahui prinsip alat pengukur controller.
q  Untuk mengetahui karakterisitk masing – masing parameter pengendalian PID
q  Melakukan optimasi  parameter pengendalian dengan metode Tuning.
q  Melakukan optimasi dengan mode PSV


2.  DASAR TEORI :
Proses operasi dalam industri kimia bertujuan untuk mengoperasikan rangkaian peralatan sehingga proses dapat berjalan sesuai dengan satuan operasi yang berlaku. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan pengendalian. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses operasi teknik kimia seperti suhu (T), tekanan (P), laju alir (F) tinggi permukaan cairan (L), komposisi, pH, dan lain sebagainya. Peranan pengendalian proses pada dasarnya adalah mencapai tujuan proses agar berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan.
Ketinggian suatu cairan merupakan salah satu hal yang harus dikendalikan dalam suatu industry kimia. Apabila ketinggian cairan tidak dikendalikan maka proses dalam industry akan terganggu. Jika ketinggian cairan melebihi ketinggian yang diinginkan maka akan terjadi overflow atau cairan akan meluap sehingga mengganggu atau daoat merusak alat-alat lain dan jika ketinggian cairan kurang dari ketinggian yang diinginkan maka proses tidak akan bekerja. Oleh karena itu ketinggian suatu cairan harus dikendalikan dalam suatu industry.
Jenis-jenis variable yang berperan dalam sistem pengendalian, yaitu:
1)        Process Variable (PV) adalah besaran fisik atau kimia yang menunjukkan keadaan sistem proses yang dikendalikan agar nilainya tetap atau berubah mengikuti alur tertentu (variable terkendali).
2)        Manipulated Variable (MV) adalah variable yang digunakan untuk melakukan koreksi atau mengendalikan PV (variable pengendali).
3)        Set Point (SP) adalah nilai variable proses yang diinginkan (nilai acuan).
4)        Gangguan (w) adalah variable masukan yang mampu mempengaruhi nilai PV tetapi tidak digunakan untuk mengendalikan.
5)        Variable Keluaran Tak Dikendalikan adalah variable yang menunjukkan keadaan sistem proses tetapi tidak dikendalikan secara langsung.
Pengendalian proses adalah bagian dari pengendalian automik yang diterapkan di bidang teknologi proses untuk menjaga kondisi proses agar sesuai dengan yang diinginkan. Seluruh komponen yang terlibat dalam pengendalian proses disebut sistem pengendalian atau sistem control. Langkah-langkah sistem pengendalian proses adalah sebagai berikut:
a.         Mengukur
Tahap pertama dari langkah pengendalian adalah mengukur atau mengamati nilai variable proses.
b.        Membandingkan
Hasil pengukuran atau pengamatan variable proses (nilai terukur) dibandingkan dengan nilai acuan (set point).
c.         Mengevaluasi
Perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan dievaluasi untuk menentukan langkah atau cara melakukan koreksi atas perbedaan itu.
d.        Mengoreksi
Tahap ini bertugas melakukan koreksi variable proses, agar perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan tidak ada atau sekecil mungkin.
Untuk pelaksanan langkah-langkah pengendalian proses tersebut diperlukan instrumentasi sebagai berikut:
1.        Unit proses.
2.        Unit pengukuran. Bagian ini bertugas mengubah nilai variable proses yang berupa besaran fisik atau kimia menjadi sinyal standar (sinyal pneumatic dan sinyal listrik).
Unit pengukuran ini terdiri atas:
a)         Sensor: elemen perasa (sensing element) yang langsung “merasakan” variable proses. Sensor merupakan bagian paling ujung dari sistem/unit pengukuran dalam sistem pengendalian. Contoh dari elemen perasa yang banyak dipakai adalah thermocouple, orificemeter, venturimeter, sensor elektromagnetik, dll.
b)        Transmitter atau tranducer: bagian yang menghitung variable proses dan mengubah sinyal dari sensor menjadi sinyal standar atau menghasilkan sinyal proporsional, seperti:
1 DC voltage 0-5 volt
1 DC current 4-20 mA
1 Pressure 3-15 psi
3.        Unit pengendali atau controller atau regulator yang bertugas membandingkan, mengevaluasi dan mengirimkan sinyal ke unit kendali akhir. Hasil evalusi berupa sinyal kendali yang dikirim ke unit kendali akhir. Sinyal kendali berupa sinyal standar yang serupa dengan sinyal pengukuran.
Pada controller bisaanya dilengkapi dengan control unit yang berfungsi untuk menentukan besarnya koreksi yang diperlukan. Unit ini mengubah error menjadi manipulated variable berupa sinyal. Sinyal ini kemudian dikirim ke unit pengendali akhir (final control element).
4.        Unit kendali akhir yang bertugas menerjemahkan sinyal kendali menjadi aksi atau tindakan koreksi melalui pengaturan variable termanipulasi. Unit kendali akhir ini terdiri atas:
a)         Actuator atau servo motor: elemen power atau penggerak elemen kendali akhir. Elemen ini menerima sinyal yang dihasilkan oleh controller dan mengubahnya ke dalam action proporsional ke sinyal penerima.
b)        Elemen kendali akhir atau final control element: bagian akhir dari sistem pengendalian yang berfungsi untuk mengubah measurement variable dengan cara memanipulasi besarnya manipulated variable yang diperintahkan oleh controller. Contoh paling umum dari elemen kendali akhir adalah control valve (katup kendali).
Pengendalian level bisaanya digunakan untuk mengendalikan aliran air pada ketinggian tertentu dengan tekanan tertentu pada suatu tabung atau pipa.




Tipe-tipe pengendalian
q  Pengendali ON-OFF
Pengendali yang paling dasar adalah mode on-off atau sering disebut metode dua posisi. Jenis pengendali on-off ini merupakan contoh dari mode pengendali tidak terus menerus (diskontinyu). Mode ini paling sederhana, murah dan seringkali bisa dipakai untuk mengendalikan proses-proses yang penyimpanannya dapat ditoleransi. Keluaran pengendali hanya memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu nilai maksimum (100%) dan nilai minimum (0%). Sebagai contoh adalah pengendali temperature ruangan dengan memakai AC, setrika listrik menggunakan sakelar temperature.
Respon Pengendali :
§ Hanya memiliki dua nilai keluaran, maksimum (100%) atau minimum (0%).
§ Selalu terjadi cycling (perubahan periodic pada nilai PV)
§ Cocok dipakai untuk respon PV yang lambat
§ Tidak cocok jika terdapat waktu mati.
Gambar 6.7. Pengendali dua posisi pada proses pengendalian tinggi air.
Mekanisme pengendali ini mudah difahami bila ditinjau pengatur tinggi air dalam tangki. Air dalam tangki secara terus menerus dikeluarkan dengan laju tetap. Apabila permukaan air turun melebihi titik acuan R, maka sensor tinggi air akan memberi sinyal bahwa terjadi penurunan permukaan air melebihi batas. Sinyal ini masuk ke pengendali dan pengendali memerintah pompa untuk bekerja. Dengan bekerjanya pompa, air akan masuk ke tangki dan permukaan air akan naik kembali. Pada saat tinggi air tepat mencapai R pompa berhenti.Akibat terjadi pengosongan tangki, dan proses di atas berulang lagi. Dengan demikian pompa akan selalu matihidup secara periodic seiring dengan perubahan tinggi permukaan air. Peristiwa ini disebut cycling atau osilasi.
Gambar Osilasi pada variabel proses (PV)

Keterangan gambar:
y = sinyal pengukuran tinggi air
u = sinyal kendali ke pompa


 
secara matematik, u =


Pengendali On-Off dengan Histerisis
Untuk mencegah osilasi terlalu cepat pada pengendalian on-off dua posisi, perlu dibuat lebih dari satu batas yaitu batas atas (BA) dan batas bawah (BB).
Adapun langkah pengerjaan pengendalian on-off dengan histerisis:
Ø Dibuat lebih dari satu batas atas (BA) dan batas bawah (BB)
Ø Batas atas adalah batas tertinggi variable proses saat naik
Ø Batas bawah adalah batas terbawah variable proses saat turun
Ø BA dan BB disebut celah diferensial (differential gap), daerah netral, atau histerisis
Ø Fungsi celah diferensial adalah untuk memperlambat periode-periode cycling
Gambar Pengendali dua posisi pada proses pengendalian tinggi air dengan celah diferensial.
Dengan adanya dua titik acuan (batas), maka terdapat daerah netral yang berada di antara dua titik acuan. Jika permukaan air berada pada daerah netral, terdapat dua kemungkinan. Pertama, bila air sedang turun maka pompa tidak bekerja, karena permukaan air masih di atas batas bawah. Kedua, bila permukaan air sedang naik maka pompa sedang bekerja, karena permukaan air di bawah batas atas.
Gambar Pengendali dua posis pada proses pengendalian tinggi air dengan
celah differensial.
(a) Osilasi pada variabel proses (PV)
(b) Keluaran pengendali

Pengendali dua posisi mencatu energy atau massa ke dalam proses dengan bentuk pulsa-pulsa, sehingga menimbulkan osilasi atau cycling pada variable proses.
Amplitude cycling bergantung pada tiga factor, yaitu:
·         Konstanta waktu proses
·         Waktu mati
·         Besarnya perubahan beban
Kelebihan pengendali dua posisi:
·         Perancangan mudah
·         Murah
·         Terpercaya
Kekurangan pengendalian dua posisi:
·         Terjadi fluktuasi pada variable proses, terutama bila perubahan beban cukup besar.
q  Pengendali Proporsional
Proporsional adalah persen perubahan sinyal kendali sebanding dengan persen perubahan sinyal pengukuran. Dengan kata lain sinyal kendali merupakan kelipatan sinyal pengukuran. Respon proporsional merupakan dasar pengendali PID. Pemakaian pengendali proporsional selalu menghasilkan offset. Offset berarti pengendali mempertahankan nilai PV pada suatu harga yang berbeda dengan setpoint. Offset muncul dalam usaha pengendali mempertahankan keseimbangan massa dan/atau energi. Pengendali proporsional hanya dapat digunakan untuk proses yang dapat menerima offset. Faktor kelipatan disebut gain pengendali (Kc). Pengendali proporsional sebanding dengan error-nya.
Persamaan matematika :
U = Kc.e + Uo
dengan,
U            = Keluaran pengendali (sinyal kendali),
Kc          = Proportional gain (gain pengendali)
e             = Error (SP – PV)
Uo          = bisa, yaitu nilai sinyal kendali saat tidak ada error (e = 0)
Istilah gain pengendali bisaanya dinyatakan dalam proportional band (PB)
Harga PB berkisar 0 – 500.
PB pada dasarnya menunjukkan persentasi rentang PV yang dapat dikendalikan atau range error maksimum sebagai masukan pengendali yang dapat menyebabkan pengendali memberikan keluaran dengan range maksimum. Semakin sempit proportional band, offset semakin kecil yang sesuai dengan proses dengan kapasitas besar, waktu mati kecil sehingga dapat memakai proportional band yang sempit.
Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional
Gambar Respon Pengendali Proporsional
q  Pengendali Proportional Integral
Penambahan fungsi aksi integral pada pengendali proporsional adalah menghilangkan offset dengan tetap mempertahankan respons. Pada pengendali proporsional-integral sistem pengendali cenderung mudah osilasi, sehingga PB perlu lebih besar.
Persamaan pengendali PI:

dengan :
ti = waktu integral (integral action)
Aksi integral merespons besar dan lamanya error. Aksi integral dapat dinyatakan dalam menit per-pengulangan (= waktu integral) atau pengulangan per-menit (konstanta integral). Respon loop terbuka pengendali proporsional integral (PI) pada gambar di bawah ini.

Persamaan:
Gambar 6.13 Respon loop terbuka Pengendali Proporsional-Integral (PI)
Catatan :
§  Waktu integral tidak boleh lebih kecil disbanding waktu mati proses sebab valve akan mencapai batas sebelum pengukuran (PV) dapat dibawa kembali ke setpoint.
§  Ketika aksi integral diterapkan pada sistem pengendalian yang memiliki error dalam waktu yang lama, misalnya proses batch, maka aksi integral akan mengemudikan sinyal kendali kea rah keluaran maksimum menghasilkan integral resr wind-up atrau ke arah minimum (integral reset wind-down).
q  Pengendali Proporsional Integral Differential (PID)
Kelambatan akibat aksi integral dapat dihilangkan dengan menambah aksi aksi derivative pada pengendali proporsional integral (PI) sehingga menghasilkan jenis pengendali proporsional-integral-derivatif (PID). Aksi derivarif bertujuan mempercepat respons perubahan PV dan memperkecil overshoot, namun sistem ini sangat peka terhadap gangguan bising (noise). Sistem ini sangat cocok pada proses yang memiliki konstanta waktu jauh lebih besar dibanding waktu mati, penambahan aksi derivative dapat memperbaiki kualitas pengendalian, namun tidak dapat digunakan pada proses dengan waktu mati dominant, penambahan aksi derivative dapat menyebabkan ketidakstabilan, sebab adanya keterlambatan (lag) respons pengukuran.
Persamaan standar pengendali proporsional-integral-derivatif (PID)
Dengan:
td = waktu derivative (menit)
Gambar 6.14 Respons steep loop terbuka pengendali (PID)
Sifat-sifat pengendali proporsional-integral-derivatif (PID) yaitu tanggapan cepat dan amplitude osilasi kecil (lebih stabil), tidak terjadi offset dan peka terhadap noise.

q  Pengendalian Proporsional Derivativ (PD)
Pengendali proporsional-derivatif (PD) banyak menimbulkan masalah sehingga model pengendali ini hamper tidak pernah dipakai di industri karena kepekaan terhadap noise dan tidak sesuai untuk proses dengan waktu dominan. Model pengendali PD sesuai untuk proses multikapasitas, proses batch dan proses lain yang memiliki tanggapan lambat.
Persamaan standar pengendali proporsional-derivatif (PD)
Gambar 6.15 Respons steep loop terbuka pengendali (PD)

Pengendali proporsional derivative (PD) tanggapan cepat terhadap respons dengan overshoot kecil namun sangat peka terhadap noise.

Penentuan Parameter Pengendali Optimum (Optimum Control Setting)
Ada banyak cara yang digunakan untuk menentukan nilai parameter pengendali optimum pada sistem pengendali, diantaranya adalah:
a.    Metode Osilasi teredam (Damped Ossilation Method)
Metode ini didasarkan pada respon proses yang mempunyai decay ratio ¼ pada suatu sistem tertutup yang hanya menggunakan aksi proporsional. Metode ini dilakukan dengan cara mengecilkan nilai gain dari harga terkecil sampai satu nilai tertentu sehingga didapat respon yang berosilasi dan mempunyai decay ratio ¼.
b.    Metode Loop Tuning (Continous–Cycling Method)
Metode penyetelan dengan menggunakan metode loop tuning pada dasarnya adalah penyetelan secara eksperimen untuk mendapatkan suatu nilai konstanta kritis atau penguat ultimat (gain ultimat) pada kontroller yang hanya menggunakan aksi proportional dalam siklus pengendali tertutup (closed loop sistem). Penyetelan dilakukan secara coba–coba dengan cara merubah nilai gain secara selangkah demi selangkah, sampai didapatkan respon dari sistem yang berosilasi secara terus menerus. Kondisi dimana sistem berosilasi secara terus menerus yang disebabkan oleh nilai penguatan proporsional yang digunakan disebut gain ultimate (Ku) dan besarnya perioda yang terjadi tiap cycle disebut ultimate periode (Pu).
Gambar Respon Proses pada kondisi Kritis atau Kondisi ultimat
Pada kondisi respon proses yang berisolasi secara continue waktu tiap periode kritis dapat dihitung dengan mengambil titik sembarang dari satu puncak ke puncak berikutnya (lihat gambar di atas). Untuk mendapatkan parameter yang optimum maka Ziegler Nichlos telah menetapkan sesuai dengan tabel berikut ini :
AKSI KONTROL
NILAI PENGENDALI
Kc
TI
TD
P
P + I
P + I + D
0.50 Ku
0.45 Ku
0.60 Ku
-
Pu /1.2
Pu /2.0
-
-
Pu /8
Tabel Pengesetan parameter pengendali menurut metode Ziegler Nichols.
c.    Metode Kurva Reaksi (Reaction Curve Method)
Metode ini juga dikembangkan oleh Ziegler Nichlos dan sering disebut dengan metoda reaksi proses. Pendekatan dasarnya yaitu didasarkan pada respon transient suatu proses akibat adanya suatu perubahan step input pada suatu rangkaian terbuka (open loop). Pada saat mulai untuk metode ini, bisaanya dilakukan gangguan terhadap proses yaitu dengan cara melakukan perubahan step terhadap output kontroller sebesar M%. Nilai variabel kontrol saat dilakukan gangguan dan setelah mencapai nilai jenuh diukur atau dicatat (jika menggunakan recorder), serta waktu yang dibutuhkan proses untuk mencapai nilai jenuh yang baru. Selang waktu yang dibutuhkan tepat saat gangguan dilakukan dan saat tercapainya nilai baru yang jenuh merupakan penjumlahan dari waktu mati (TAD) dan waktu naik (Ta) secara keseluruhan. Tanggapan proses untuk loop terbuka diperlihatkan pada gambar 1.6. dibawah ini :
Gambar Tanggapan Proses Loop Terbuka
Berdasarkan hasil dan respon proses tersebut diatas maka COHEN & COONS menetapkan nilai – nilai parameter pengendali seperti tabel berikut :

Metode Kontroller
Penyetelan Kontroller
Kc
TI
TD
    P


    P + I

    P + D

    P + I + D
Dimana Us = penguatan sistem = Cp/M%
Kestabilan
Dalam kondisi normal, sistem pengendalian harus menghasilkan operasi yang stabil. Artinya pengendali mampu mengembalikan penyimpangan variabel proses ke nilai yang diinginkan dengan sesedikit mungkin overshoot dan osilasi. Pada gain pengendali yang besar (proportional band terlalu kecil) dapat menyebabkan sistem berosilasi meskipun memiliki tanggapan cepat. Sebaliknya jika gain terlalu kecil, penyimpangan variabel proses terlalu besar. Kalaupun kembali ke nilai yang dikehendaki, akan membutuhkan waktu yang lama. Untuk mendapatkan kompromi antara kecepatan dan kestabilan sistem, telah dibakukan criteria Redaman Seperempat Amplitude. Artinya, amplitude puncak gelombang berikutnya adalah seperempat amplitude sebelumnya. Ini terjadi jika gain total pada periode osilasi.
Gc Gv Gp Gt = 0,5
Dengan G adalah gain, indeks c,v,p,t berturut-turut menunjukkan pengendali, elemen kendali akhir, proses dan transmitter.
Dinamika elemen kendali akhir dan transmitter bisaanya diabaikan terhadap dinamika proses, sehingga hanya memiliki nilai Kv dan Kt. Dengan memasukkan gain keduanya ke dalam dinamika proses, maka persamaan di atas menjadi;
Gc Gps = 0,5
Di sini Gps = Kv Gp Kt yaitu gain sistem proses termasuk elemen kendali akhir dan transmitter.

Pemilihan Jenis Pengendali
Hakikat utama pengendalian proses adalah mempertahankan nilai variable proses agar sesuai dengan kebutuhan operasi, untuk mecapai hal tersebut maka perlu dilakukan pemilihan jenis pengendali yang tepat dan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan operasi.Teknik pemilihan dan penerapan jenis pengendali sebagai berikut:
1.   Penggunaan pengendali dua posisi, jenis ini dapat digunakan jika :
·         Variabel proses tidak memerlukan ketelitian tinggi
·         Cycling pada variable proses dapat diterima dan laju perubahan variable proses lambat.
2.   Pengendali proporsional, jenis ini digunakan jika pengendali dua posisi tidak mencukupi. Jenis ini dapat digunakan jika :
·         Offset dapat diterima dengan Kc (atau PB) yang moderat atau jika PB besar
·         Sistem operasi memiliki aksi integrasi, contoh tekanan gas dan tinggi permukaan cairan dan sistem proses memiliki tanggapan lambat hingga sedang.

3.   Jika pengendali proporsional tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional – integral. Jenis ini dapat digunakan jika :
·         Variabel proses memiliki tanggapan yang cepat, contoh laju alir. Sebab aksi integral memperlambat tanggapan, sehingga jika prosesnya cepat, penambahan aksi integral masih tetap memuaskan. Oleh sebab itu tekanan gas dan tinggi permukaan cairan jarang dikendalikan dengan PI.
·         Sistem proses yang tidak dapat membolehkan adanya offset.
4.   Jika pengendali PI tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali  proporsional integral derivatif (PID).
Jenis ini dapat digunakan jika sistem proses memiliki tanggapan lambat, offset tidak diperbolehkan, waktu mati cukup kecil (tidak dominant) dan tidak ada noise, contoh suhu, komposisi, dan pH.
5.   Pengendali jenis proporsional-derivatif (PD) hamper tidak pernah digunakan di industri.
Adanya aksi derivative mempercepat tanggapan, tetapi sangat peka terhadap noise. Padahal variable proses di industri hampir selalu mengandung noise. Namun demikian jika diinginkan memakai PB yang kecil sementara overshoot diharapkan tetap kecil, penambahan derivative dapat membantu. Pengendali PD cocok dipakai untuk proses batch dan multikapasitas dengan catatan noise tidak ada.

q  Level Switch
Pengukuran level menggunakan level switch umumnya digunakan di lapangan dengan prinsip kerja seperti pada sistem pengendali otomatis secara on-off dimana terdapat batas atas dan batas bawah  dengan range yang ditentukan. Batas atas dan batas bawah ini ditentukan oleh pelampung yang terbuat dari plastic yang menempel pada batang besi yang ketinggiannya dapat diatur sesuai keinginan. Apabila ketinggian air di bawah level switch ini maka pelampung berada pada batas bawahnya dan ketika ketinggian cairan meningkat maka akan membuat pelampung ini naik hingga batas atasnya.

q  Differential Switch
Pengukuran level menggunakan differential switch memiliki prinsip kerja yang hampir sama dengan level switch, bedanya yaitu alat pengukur ketinggiannya. Differential switch terdiri dari dua buah batang elektroda yang dipasang berdekatan, dimana batang elektroda yang satu dipasang lebih panjang daripada elektroda yang lainnya dengan beda ketinggian 10 mm. Range dari batas atas dan batas bawahnya ditentukan oleh ketinggian kedua buah elektroda tadi. Elektroda yang lebih panjang berfungsi sebagai batas bawah dan elektroda yang lebih pendek berfungsi sebagai batas atasnya.

Berikut adalah gambar dari level switch dan differential switch yang digunakan dalam praktikum:




3.   Alat Dan Bahan :
Ø  Alat:
q  Serangkaian alat pengendalian level (PCT-40)
q  Seperangkat komputer
Ø  Bahan:
q  Air










4.    Cara Kerja

q  Section I

a.    Pengendalian level mode controller manual dan automatic
1.      Menyalakan computer dan seperangkat  alat pengendalian level PCT-40.
2.      Menyalakan kran air.
3.      Merangkai sistem Feed Fordward sesuai gambar 1 atau petunjuk pembimbing.
4.      Memasang selang input dari pompa pada SOL 1.
5.      Membuka program PCT40 software dan memilih section 1.
6.      Memilih ikon pada tab menu untuk menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level tangki.
7.      Memilih “configure” pada menu kemudian mengatur interval waktu pengambilan data sebesar 5 detik secara kontinyu.
8.      Memastikan sirkulasi air yang masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam tangki.
9.      Pada layar diagram, memilih “control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu 50, 100 dan 150 serta memilih sistem manual dengan pengeluaran 100%  lalu meng-klik “Ok”.
10.  Memilih ikon “GO” untuk merekam data. Jika selesai mengambil data pilih “STOP”.
11.  Menyimpan data yang telah diperoleh ke dalam bentuk excel.
12.  Memilih ikon “new sheet” untuk mengambil data baru.
13.  Mengulangi percobaan di atas dengan mengganti mode operasi pada menu “control” di samping tampilan tangki dengan “automatic”.

b.      Pengendalian Level dengan Mode Level Switch
1.      Menyalakan computer dan seperangkat  alat pengendalian level PCT-40.
2.      Menyalakan kran air.
3.      Memasang selang input dari pompa pada SOL 1.
4.      Membuka program PCT40 software dan memilih section 1.
5.      Memilih ikon pada tab menu untuk menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level tangki.
6.      Memastikan sirkulasi air yang masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam tangki.
7.      Mengatur level float switch pada ketinggian tertentu (tidak sama dengan nilai set point).
8.      Memilih “configure” pada menu kemudian mengatur interval waktu pengambilan data sebesar 5 detik secara kontinyu.
9.      Pada layar diagram, memilih “control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu 50,100 dan 150  serta memilih sistem automatik lalu meng-klik “Ok”.
10.  Memilih kolom pengendalian di kiri atas pada “level switch” sistem.
11.  Memilih ikon “GO” untuk merekam data. Jika selesai mengambil data pilih “STOP”.
12.  Menyimpan data yang telah diperoleh ke dalam bentuk excel.
13.  Memilih ikon “new sheet” untuk mengambil data baru.
14.  Mengulangi percobaan di atas dengan memberian gangguan selama proses yaitu dengan cara membuka atau meng-klik SOL 2 pada layar diagram.
15.  Memilih ikon “new sheet” untuk mengambil data baru.
16.  Mengulangi percobaan di atas dengan mengganti mode operasi pada menu “control” di samping tampilan tangki dengan “automatic”.

c.       Pengendalian level mode differential switch:
1.         Menyalakan komputer dan alat pengendalian level serta memeriksa rangkaiannya.
2.         Menyalakan kran air.
3.         Memasang selang input dari pompa pada SOL 1.
4.         Membuka program PCT40 software dan memilih section 1.
5.         Memilih ikon pada tab menu untuk menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level tangki.
6.         Memastikan sirkulasi air yang masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam tangki.
7.         Memilih “configure” pada menu kemudian mengatur interval waktu pengambilan data sebesar 5 detik secara kontinyu.
8.         Pada layar diagram, memilih “control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu 50 serta memilih sistem automatik” dengan pengeluaran 100% lalu meng-klik “Ok”.
9.         Memilih kolom pengendalian di kiri atas pada “differential switch” sistem.
10.     Memilih ikon “GO” untuk merekam data. Jika telah selesai mengambil data pilih “STOP”.
11.     Menyimpan data yang telah diperoleh ke dalam bentuk exel.
12.     Memilih ikon “new sheet” untuk mengambil data baru.
13.     Mengulangi percobaan di atas dengan memberikan 1 gangguan selama proses yaitu dengan cara membuka atau meng-klik SOL 2 pada layar diagram.
14.     Mengulangi percobaan diatas dengan mengganti mode operasi pada menu “control” disamping tangki dengan “manual”.

q  Section 2
Membandingkan respon pengendalian P, PI, dan PID dengan metode Tuning:
1.         Menyalakan computer dan alat pengendalian level serta memeriksa rangkaiannya.
2.         Menyalakan kran air.
3.         Memasang selang input dari pompa pada PSV.
4.         Membuka program PCT40 software dan memilih section 2.
5.         Memilih ikon pada tab menu untuk menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level tangki.
6.         Memastikan sirkulasi air yang masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam tangki.
7.         Pada layar diagram, memilih “control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu 200 dan nilai PB, TI, dan TD sesuai dengan perhitungan optimasi pada prosedur sebelumnya serta memilih sistem “automatic” lalu meng-klik “Ok”.
8.         Memilih kolom pengendalian di kiri atas pada “controller” sistem.
9.         Membuka drain di bawah tangki level ½ putaran.
10.     Memilih ikon “GO” untuk merekam data dan “STOP” untuk menghentikan proses pengambilan data.
11.     Setelah beberapa saat proses diberi gangguan pada SOL 3 dan setelah beberapa menit proses dihentikan kemudian menyimpan data dalam bentuk excel.
12.     Memilih ikon “new sheet” untuk mengambil data baru.
13.     Mengulangi prosedur di atas dengan hanya mengisi nilai PB dan TI saja untuk pengendalian PI dan hanya mengisi nilai PB saja untuk pengendalian P dengan gangguan pada SOL 3.
14.     Membandingkan respon ketiga pengendalian di atas.

Ø Optimasi parameter pengendalian dengan metode Tuning:
1.        Menyalakan computer dan alat pengendalian level serta memeriksa rangkaiannya.
2.        Menyalakan kran air.
3.        Memasang selang input dari pompa pada PSV.
4.        Membuka program PCT40 software dan memilih section 2.
5.        Memilih ikon pada tab menu untuk menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level tangki.
6.        Memastikan sirkulasi air yang masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam tangki.
7.        Memilih “configure” pada menu kemudian mengatur interval waktu pengambilan data sebesar 5 detik secara kontinyu.
8.        Pada layar diagram, memilih “control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu 100 serta memilih sistem “automatic” lalu meng-klik “Ok”.
9.        Memilih kolom pengendalian di kiri atas pada “controller” sistem.
10.    Membuka drain di bawah tangki level ½ putaran.
11.    Memilih ikon “GO” untuk merekam data dan “STOP” untuk menghentikan proses pengambilan data.
12.    Memilih tampilan grafik pada tab menu untuk melihat grafik respon yang terbentuk.
13.    Menghentikan proses setelah terjadi osilasi respon yang sama.
14.    Menyimpan data yang telah diperoleh ke dalam bentuk exel.
15.    Menghitung nilai amplitudo dan waktu 1 gelombang (t).
16.    Menghitung nilai PB, TI, dan Td dengan rumus seperti di bawah ini:
PB = y/3
TI  = t
Td = t/6

5.   HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini adalalah pengendalian level atau permukaan cairan. Tujuan dilakukan pengukuran ketinggian cairan adalah untuk mencegah kerusakan alat akibat kekosongan level serta kerugian akibat cairan terbuang, sebagai pengontrol jalannya proses, dan mendapatkan kualitas terbaik. Namun dalam praktikum yang dilakukan yaitu pengendalian level

1. Section I
a.       Level Switch
q  Manual
Sp   = 50,100 dan 150

















Gambar 5.1. Respon Step Pada Pengendalian Mode Level Switch secara manual




q  Automatic
Sp   = 50, 100 dan 150
Level float = 122



 


















Gambar 5.2: Respon Step Pada Pengendalian Mode Level Switch Secara Automatic


b.         Differential Switch

q  Manual
Sp   = 50,100 dan 150



 

















Gambar 5.4: Respon Step Pada Mode Differential Switch Secara Manual

q  Automatic
Sp   = 50,100 dan 150


 

















Gambar 5.5: respon step pada pengendalian mode Differential Switch Secara Automatic



q  Gabungan dari manual, Automatic dan On-Off pada Set poin 50




 


















Gambar 5.6: respon step pada pada mode Differential Switch



c.    Kontroler
q  Automatic
Sp   = 50,100 dan 150








Gambar 5.7: Respon Step Pada Pada Mode Controler Secara Automatic


q  Manual
Sp   = 50,100 dan 150








Gambar 5.8: respon step pada pengendalian mode controler secara maual

Pembahasan Murni
Berdasarkan pada gambar 5.1 sampai 5.6 menunjukkan bahwa hasil pengukuran yang diperoleh melebihi set point dan berhenti pada pengukuran dengan ketinggian level sebesar 120 mm untuk switch level dan 200 mm untuk differential switch. Pada mode level switch, baik manual, automaticnya memiliki respon yang sama jadi manual ataupun automatic pada mode level switch tidak mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang dihasilkan sesuai dengan ketinggian float switchnya di dalam tangki, tidak sesuai dengan set point yang ditetapkan. Berarti level switch ini tidak dipengaruhi oleh controller tetapi bergantung pada setingan ketinggian float switchnya dalam tangki (lapangan). Dengan demikian pada variasi set poin tidak mempengaruhi respon, dimana dari ketiga setpoin itu menunjukkan respon yang sama yaitu sesuai dengan ketinggian yang telah diatur dalam tangki/lapangan. Dalam hal ini, dibutuhkan operator untuk memperhatikan proses dan bersiap menghentikan dan menjalankan proses secara manual pada kedua metode ini. Adapun ketinggian yang telah diatur di dalam tangki pada percobaan yang menggunakan switch level adalah sebesar 120 . Begitupun untuk  pada mode differential switch, manual dan automaticnya memiliki respon yang sama, sama seperti pada mode level switch sehingga mode manual atau pun automatic tidak mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang dihasilkan pada mode ini hampir sama dengan mode level switch yaitu tidak sesuai dengan setingan pada controller (room control) tetapi sesuai dengan setingan di dalam tangki (lapangan). Dimana ketinggian yang diinginkan disesuaikan dengan posisi dua buah elektroda yang dipasang berdekatan dengan jarak ketinggian antara satu dan yang lain yaitu 10 mm di dalam tangki. Elektroda yang lebih panjang merupakan batas bawahnya dan elektroda yang lebih pendek berfungsi sebagai batas atasnya. Pada saat diberi gangguan , respon berosilasi diantara ketinggian dua buah elektroda tadi. 
Pada percobaan dengan menggunakan controller secara otomatis, hasil pengukuran yang diperoleh sudah mendekati set point atau dapat dikatakan sesuai dengan set point karena sistem bekerja sesuai dengan settingan pada conntroller yang dapat dilihat pada gambar 5.7. Dalam hal ini pada variasi set poin menunjukkan pengukuran yang diperoleh sesuai dengan set point yang telah ditentukan pada alat  pendeteksi (controller) yaitu 50, 100 dan 150. Berbeda dengan penggunaan controller secara manual, hasil pengukuran yang diperoleh melebihi set point bahkan terjadi outflow (meluap), hal ini berarti pada controller manual fungsi controller tidak bekerja atau dengan kata lain operatorlah yang harus memperhatikan proses dan bersiap untuk menghentikan dan menjalankan proses secara manual.


Pemabahasan Astin rede rerung
Pada percobaan membedakan prinsip kerja Controller, level switch, dan Differential switch ini diperoleh bahwa pada mode controller automatic respon yang dihasilkan sesuai dengan set point yang di input sedangkan pada controller manual terjadi outflow (meluap) atau melebihi set point berarti pada controller manual, fungsi controller tidak bekerja atau dengan kata lain operatorlah yang harus memperhatikan proses dan bersiap untuk menghentikan dan menjalankan proses secara manual.
Pada mode level switch, manual dan automaticnya memiliki respon yang sama jadi manual atau pun automatic pada mode level switch tidak mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang dihasilkan sesuai dengan ketinggian float switchnya di dalam tangki, tidak sesuai dengan set point yang ditetapkan. Berarti level switch ini tidak dipengaruhi oleh controller tetapi bergantung pada setingan ketinggian float switchnya dalam tangki (lapangan).
Pada mode differential switch, manual dan automaticnya memiliki respon yang sama, sama seperti pada mode level switch sehingga mode manual atau pun automatic tidak mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang dihasilkan pada mode ini hampir sama dengan mode level switch yaitu tidak sesuai dengan setingan pada controller (room control) tetapi sesuai dengan setingan di dalam tangki (lapangan). Dimana ketinggian yang diinginkan disesuaikan dengan posisi dua buah elektroda yang dipasang berdekatan dengan jarak ketinggian antara satu dan yang lain yaitu 10 mm di dalam tangki.

2.   Section II
q  Variasi PB
Set Poin  = 100, 150 dan 200









Gambar 5.9: Respon Step Pada Pengendalian P-Controler



q   Variasi I
PB = 2















q  Variasi D
Set Poin  = 50

Gambar 5.10: Respon Step Pada Pengendalian PI-Controler


q   Variasi I
PB = 2 dan IT = 2









Gambar 5.11: Respon Step Pada Pengendalian PID controler

Pembahasan Murni
            Pada percobaan kedua ini yaitu bertujuan untuk mengetahui karakterisitk masing – masing parameter pengendalian sehingga pengendalian berjalan lancar yaitu cepat, tepat dan stabil atau dengan kata lain respon sama/mendekati setpoin. Jenis penengendali yang digunakan adalah PID atau pengendali kontinyu dilakukan terhadap PB (Proportional band), IT (Integral Time) dan DT (Derivatif Time). Prinsip kerja dari proses ini adalah mengendalikan laju alir masuk agar level cairan sesuai dengan setpoin yang diinginkan. Pada percobaan kedua ini diberikan  gangguan yaitu sol 2.         Pengendalian yang pertama yaitu pengendalian proporsional dilakukan dengan mengubah pengendali proporsional untuk mendapatkan nilai optimum. Variasi PB yang digunakan yaitu PB 2 pada set poin 100; PB 4 pada set poin 150, dan PB 6 pada set poin 200 sedangkan variabel lain dibuat sama.  Pada gambar 5.9 terlihat bahwa pada variasi PB 2, respon yang dihasilkan terdapat offset yang cukup kecil dibandingkan dengan variasi PB 4 dan 6 namun respon yang dihasilkan berisolasi.  Sehingga dari variasi PB ini praktikan dapat menyimpulkan bahwa semakin kecil nilai PB pengendali maka semakin peka ( tanggapan semakin cepat), offset yang terjadi semakin kecil, tetapi system cenderung tidak stabil (terjadi osilasi). Oleh karena itu dari ketiga variasi PB praktikan memilih 0,5.
Pengendalian yang kedua yaitu pengendalian integral, dilakukan dengan cara memvariasikan nilai I (integral). Pengendalian ini untuk menghilankan offset tetapi akan membuat respon menjadi menjadi lebih lambat dan system akan cenderung tidak stabil. Variasi IT yang digunakan yaitu 0,5 pada set poin 50, IT 1 pada set poin 100 dan IT 2 pada set poin 150, sedangkan variabel lain dibuat sama dan parameter  PB menggunakan nilai optimum yaitu 2 dan D=0. Pada gambar 5.10.  menunjukkan semua variasi IT berisolasi disekitar setpoin dan IT 2 memiliki offset yang palin kecil dibandinkan dengan variasi IT 0,5 dan IT 1, meskipun responnya sedikit lebih lambat. Dapat disimpulkan dari grafik 5.10 bahwa apabila nilai integralnya diperbesar maka offset akan semakin kecil tetapi banyak terjadi osilasi. Sedangkan apabila nilai integralnya diperkecil ( P= tetap, I= 0,5, dan D= tetap) maka offsetnya akan semakin besar. Ada gangguan dari luar baik itu laju alir air atu tegangan listrik yang tidak stabil akan menyebabkan terjadi penyimpangan atau offset akan semakin besar.
            Pengendalian yang terakhir adalah pengendalian derifativ, dilakukan dengan cara memvariasikan nilai Derivatif . Pengendalian Derivatif ini berfungsi untuk menurunkan overshoot dan waktu osilasi. Variasi DT yang digunakan yaitu 1, 2 dan 1,5 sedangkan variabel lain dibuat sama, dan parameter  PB menggunakan nilai optimum yaitu 2 dan IT menggunakan 2. Pada gambar 5.11 terlihat bahwa semua variasi menunjukkan respon yang cepat dan memiliki jumlah osilasi yang sedikit dan overshootnya lebih kecil. Pada pengendalian ini terlihat bahwa pada awal system, respon terus naik sampai mendekati setpoin setelah itu akan turun. Pada saat respon turun menunjukkan bahwa pada saat itu diberikan gangguan sol 2. Pada saat diberikan pengendali maka respon terus naik dan berisolasi disekitar setpoin yang dapat dilihat pada grafik. Dari ketiga variasi DT ini yang menunjukkan respon palin bagus adalah variasi DT 2 yang tidak memiliki offset. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa apabila nilai derivatifnya dinaikkan, maka waktu prosesnya akan semakin kecil, terjadi osilasi selama proses. Sedangkan apabila nilai derevatifnya diperkecil ( P= tetap, I= tetap, dan D= 1) maka, offsetnya akan semakin besar, waktu prosesnya lama. Ada gangguan dari luar baik itu laju alir air atu tegangan listrik yang tidak stabil akan menyebabkan terjadi penyimpangan atau offset akan semakin besar.


Pemabahasan Agustina Rede Rerung
            Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui karateristik parameter- parameter pengendalian PID.
Pengendalian pertama adalah P-controler yang dilakukan dengan memvariasikan Nilai dari proporsional guna mengetahui perubahan yang terjadi pada praktikum pengendalian level. Dari grafik di atas, nilai proporsional diperbesar ( P= 6 , I= tetap, dan D = tetap) terlihat respon terdapat nilai offset yang besar. Dari pernyataan ini Dapat disimpulkan bahwa apabila nilai proporsionalnya dinaikkan dari nilai optimasi, maka offset akan semakin besar, sedangkan apabila nilai proporsionalnya diperkecil ( P= 2, I= tetap, dan D= tetap) maka offsetnya akan semakin kecil juga. Atau dapat dikatakan perubahan proporsional akan berbanding lurus dengan offset. Sedangkan dari teori yang didapatkan sifat dari pengendalian P controller, apabila nilai Proporsionalnya dinaikkan maka, offset akan semakin besar, sedangkan apabila nilai P diperkecil, maka offset akan semakin kecil.
Nilai dari integral divariasikan, guna mengetahui perubahan yang terjadi pada praktikum pengendalian tekanan statik. Dari grafik di atas, nilai integral diperbesar ( P= tetap , I= 2, dan D = tetap) dari nilai optimasi PID yang didapatkan. Dapat disimpulkan dari grafik bahwa apabila nilai integralnya dinaikkan dari nilai optimasi, maka offset akan semakin kecil tetapi banyak terjadi osilasi. Sedangkan apabila nilai integralnya diperkecil ( P= tetap, I= 0,5 dan D= tetap) maka, offsetnya akan semakin besar.
Nilai dari derivatif divariasikan, guna mengetahui perubahan yang terjadi pada praktikum pengendalian tekanan statik. Dari grafik di atas, nilai derivatif diperbesar ( P= tetap , I= tetap, dan D = 2) .Dapat disimpulkan dari grafik bahwa apabila nilai derivatifnya dinaikkan dari nilai optimasi, maka waktu prosesnya akan semakin kecil, terjadi osilasi selama proses. Sedangkan apabila nilai derevatifnya diperkecil ( P= tetap, I= tetap, dan D= 1) maka, offsetnya akan semakin besar, waktu prosesnya lama. Ada gangguan dari luar baik itu laju alir air atu tegangan listrik yang tidak stabil akan menyebabkan terjadi penyimpangan atau offset akan semakin besar.
q   Optimasi pada Section 2 in flow
Set Poin = 200
Pengendalian Secara On-Off


 










Gambar 5.12: Respon Step Pada Pengendalian On-Off

Pembahasan Murni
Pada percobaan ketiga ini kami melakukan optimasi untuk menentukan nilai parameter pengendali optimum pada sistem pengendali dengan mangatur laju alir masuk (inflow). Untuk menentukan nilai parameter pengendali optimum pada sistem pengendali pada percobaan ketiga ini kami menggunakan metode tuning yaitu menentukan nilai P, IT dan DT yang optimum pada keadaan On-Off. Pada gambar di atas terlihat bahwa respon dengan menggunakan pengendalian On-Off dan diberikan ganggunan berupa sol 2 menghasilkan respon yang berisolasi di sekitar set poin. Dari kurva ini maka kita dapat menentukan nilai P, IT dan DT yang optimum dengan mementukan jarak puncak atas dan jarak puncak bawah sebagai y dan waktu yang dibutuhkan dari puncak ke puncak sebagai t . Dari nilai y dan t tersebut, nilai awal untuk P, I dan D yang dapat ditentukan sebagai berikut:









Gambar 5.13: respon step hasil optimasi metode tuning pada pengendalian PID

Dari gambar 5.13 terlihat bahwa respon yang dihasilkan dari optimasi menunjukan responnya masih terdapat overshoot tapi sudah tidak terdapat offset dan responnya cepat namun masih berisolasi.

Pembahasan Agustina Rede Rerung

            Pada percobaan ini kami melakukan optimasi dengan metode tunning yaitu menentukan nilai P, IT dan DT yang optimum pada keadaan On-Off. Pada garfik hasil optimasi yang telah dilakukan pertama laju alir  naik dan kemudian turun ke set point 200 dan terus berosilasi. Berdasarkan pada teori sifat PID controller selalu berosilasi dan kembali kepada set point.



Section 3 Out Flow
q  Set Poin 150
q  Mode : automatic












Gambar 5.14: respon step pada variasi PSV










Gambar 5.15: respon step pada variasi PSV 10%
Pemabahasan Murni
Dari Grafik di atas diketahui bahwa Bukaan PSV 10% yang paling Baik, diantara bukaan 50%, 45% dan 30%. Pada bukaan PSV 50% respon yang ditunjukan terus menerus mengalami kenaikan sehingga tidak dapat digunakan untuk data optimasi. Begitu pula pada bukaan PSV 45% dan 30% respon yang dihasilkan berisolasi pada level 200 sehingga tidak dapat diguakan untuk data optimasi. Pada Bukaan PSV 10% grafiknya berisolasi disekitar set poin 150 mm sehingga dapat digunakan untuk pengambilan data optimasi untuk mencari P, I, D.
Dari grafik yang menggunakan PSV 10%  kita dapat menentukan nilai P, IT dan DT yang optimum dengan mementukan jarak puncak atas dan jarak puncak bawah sebagai y dan waktu yang dibutuhkan dari puncak ke puncak sebagai t . Dari nilai y dan t tersebut, nilai awal untuk P, I dan D yang dapat ditentukan sebagai berikut:

Pembahasan Agustina Rede Rerung
Dari grafik yang menggunakan PSV 10%  kita dapat menentukan nilai P, IT dan DT yang optimum dengan mementukan jarak puncak atas dan jarak puncak bawah sebagai y dan waktu yang dibutuhkan dari puncak ke puncak sebagai t . Dari nilai y dan t tersebut, nilai awal untuk P, I dan D yang dapat ditentukan sebagai berikut:

Kesimpulan
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan anatara lain:
1.      Pada pengendalian mode level switch dan differential switch set pointnya ditentukan oleh pengaturan ketinggian level switch dan differential switch di dalam tangki (nilai di lapangan).
2.      Pada pengendalian mode controller automatic dapat mencapai set point sedangkan controller manual mengalami outflow (melebihi set point).
3.      Karateristik parameter – parameter pengendalian PID
q  Semakin besar harga proportional band, maka akan semakin besar nilai offset; sebaliknya semakin kecil proportional band, maka semakin kecil nilai offset tetapi berisolasi.
q  Semakin besar nilai integralnya maka offset akan semakin kecil tetapi banyak terjadi osilasi. Sedangkan apabila nilai integralnya diperkecil maka offsetnya akan semakin besar.
q  Semakin besar nilai derivatifnya maka waktu prosesnya akan semakin kecil, namun terjadi osilasi selama proses. Sedangkan apabila nilai derevatifnya diperkecil maka offsetnya akan semakin besar, waktu prosesnya lama
4.      Hasil optimasi parameter pengendali system inflow dengan menggunakan metode Tuning adalah sebagai berikut:
PB          = 6,5
TI           = 65 detik
TD         = 10,83 detik
5.      Hasil optimasi parameter pengendali system inflow dengan menggunakan metode Tuning adalah sebagai berikut:
PB          = 4
TI           = 145detik
TD         = 24,2 detik

       I.       DAFTAR PUSTAKA
Petunjuk Praktikum Laboratorium Kontrol. 2010. Jurusan Teknik Kimia.
Politeknik Negeri Ujung Pandang.










0 comments:

Post a Comment

Komentarnya!!!!!!!!!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...