Pengendalian
Level
1. TUJUAN :
q Mengetahui prinsip alat pengukur ketinggian level switch dan
differential switch.
q Mengetahui prinsip alat pengukur controller.
q Untuk mengetahui karakterisitk masing – masing
parameter pengendalian PID
q Melakukan optimasi parameter
pengendalian dengan metode Tuning.
q
Melakukan optimasi dengan mode PSV
2. DASAR
TEORI :
Proses operasi dalam industri kimia bertujuan untuk mengoperasikan
rangkaian peralatan sehingga proses dapat berjalan sesuai dengan satuan operasi
yang berlaku. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan pengendalian. Hal
yang perlu diperhatikan dalam proses operasi teknik kimia seperti suhu (T),
tekanan (P), laju alir (F) tinggi permukaan cairan (L), komposisi, pH, dan lain
sebagainya. Peranan pengendalian proses pada dasarnya adalah mencapai tujuan
proses agar berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan.
Ketinggian suatu cairan merupakan salah satu hal yang harus
dikendalikan dalam suatu industry kimia. Apabila ketinggian cairan tidak
dikendalikan maka proses dalam industry akan terganggu. Jika ketinggian cairan
melebihi ketinggian yang diinginkan maka akan terjadi overflow atau cairan akan
meluap sehingga mengganggu atau daoat merusak alat-alat lain dan jika
ketinggian cairan kurang dari ketinggian yang diinginkan maka proses tidak akan
bekerja. Oleh karena itu ketinggian suatu cairan harus dikendalikan dalam suatu
industry.
Jenis-jenis variable yang berperan dalam sistem
pengendalian, yaitu:
1)
Process Variable (PV) adalah
besaran fisik atau kimia yang menunjukkan keadaan sistem proses yang
dikendalikan agar nilainya tetap atau berubah mengikuti alur tertentu (variable
terkendali).
2)
Manipulated Variable (MV) adalah
variable yang digunakan untuk melakukan koreksi atau mengendalikan PV (variable
pengendali).
3)
Set Point (SP) adalah nilai
variable proses yang diinginkan (nilai acuan).
4)
Gangguan (w) adalah variable
masukan yang mampu mempengaruhi nilai PV tetapi tidak digunakan untuk
mengendalikan.
5)
Variable Keluaran Tak Dikendalikan
adalah variable yang menunjukkan keadaan sistem proses tetapi tidak
dikendalikan secara langsung.
Pengendalian proses adalah
bagian dari pengendalian automik yang diterapkan di bidang teknologi proses
untuk menjaga kondisi proses agar sesuai dengan yang diinginkan. Seluruh
komponen yang terlibat dalam pengendalian proses disebut sistem pengendalian
atau sistem control. Langkah-langkah sistem pengendalian proses adalah sebagai
berikut:
a.
Mengukur
Tahap pertama dari langkah pengendalian adalah
mengukur atau mengamati nilai variable proses.
b.
Membandingkan
Hasil pengukuran atau pengamatan variable
proses (nilai terukur) dibandingkan dengan nilai acuan (set point).
c.
Mengevaluasi
Perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan
dievaluasi untuk menentukan langkah atau cara melakukan koreksi atas perbedaan
itu.
d.
Mengoreksi
Tahap ini bertugas melakukan koreksi variable
proses, agar perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan tidak ada atau
sekecil mungkin.
Untuk pelaksanan langkah-langkah pengendalian
proses tersebut diperlukan instrumentasi sebagai berikut:
1.
Unit proses.
2.
Unit pengukuran. Bagian ini
bertugas mengubah nilai variable proses yang berupa besaran fisik atau kimia
menjadi sinyal standar (sinyal pneumatic dan sinyal listrik).
Unit pengukuran ini terdiri atas:
a)
Sensor: elemen perasa (sensing
element) yang langsung “merasakan” variable proses. Sensor merupakan bagian
paling ujung dari sistem/unit pengukuran dalam sistem pengendalian. Contoh dari
elemen perasa yang banyak dipakai adalah thermocouple,
orificemeter, venturimeter, sensor elektromagnetik, dll.
b)
Transmitter atau tranducer: bagian
yang menghitung variable proses dan mengubah sinyal dari sensor menjadi sinyal
standar atau menghasilkan sinyal proporsional, seperti:
1 DC voltage 0-5 volt
1 DC current 4-20 mA
1 Pressure 3-15 psi
3.
Unit pengendali atau controller
atau regulator yang bertugas membandingkan, mengevaluasi dan mengirimkan sinyal
ke unit kendali akhir. Hasil evalusi berupa sinyal kendali yang dikirim ke unit
kendali akhir. Sinyal kendali berupa sinyal standar yang serupa dengan sinyal
pengukuran.
Pada controller bisaanya dilengkapi dengan control unit
yang berfungsi untuk menentukan besarnya koreksi yang diperlukan. Unit ini
mengubah error menjadi manipulated variable berupa sinyal. Sinyal ini kemudian
dikirim ke unit pengendali akhir (final control element).
4.
Unit kendali akhir yang bertugas
menerjemahkan sinyal kendali menjadi aksi atau tindakan koreksi melalui
pengaturan variable termanipulasi. Unit kendali akhir ini terdiri atas:
a)
Actuator atau servo motor: elemen
power atau penggerak elemen kendali akhir. Elemen ini menerima sinyal yang
dihasilkan oleh controller dan mengubahnya ke dalam action proporsional ke
sinyal penerima.
b)
Elemen kendali akhir atau final
control element: bagian akhir dari sistem pengendalian yang berfungsi untuk
mengubah measurement variable dengan cara memanipulasi besarnya manipulated
variable yang diperintahkan oleh controller. Contoh paling umum dari elemen
kendali akhir adalah control valve (katup kendali).
Pengendalian level bisaanya digunakan
untuk mengendalikan aliran air pada ketinggian tertentu dengan tekanan tertentu
pada suatu tabung atau pipa.
Tipe-tipe
pengendalian
q Pengendali ON-OFF
Pengendali yang paling dasar adalah mode on-off atau sering
disebut metode dua posisi. Jenis pengendali on-off ini merupakan contoh
dari mode pengendali tidak terus menerus (diskontinyu). Mode ini paling
sederhana, murah dan seringkali bisa dipakai untuk mengendalikan proses-proses
yang penyimpanannya dapat ditoleransi. Keluaran pengendali hanya memiliki dua
kemungkinan nilai, yaitu nilai maksimum (100%) dan nilai minimum (0%). Sebagai
contoh adalah pengendali temperature ruangan dengan memakai AC, setrika listrik
menggunakan sakelar temperature.
Respon Pengendali :
§ Hanya memiliki dua nilai keluaran, maksimum (100%) atau minimum (0%).
§ Selalu terjadi cycling (perubahan periodic pada nilai PV)
§ Cocok dipakai untuk respon PV yang lambat
§ Tidak cocok jika terdapat waktu mati.
Gambar 6.7.
Pengendali dua posisi pada proses pengendalian tinggi air.
Mekanisme
pengendali ini mudah difahami bila ditinjau pengatur tinggi air dalam tangki.
Air dalam tangki secara terus menerus dikeluarkan dengan laju tetap. Apabila
permukaan air turun melebihi titik acuan R, maka sensor tinggi air akan memberi
sinyal bahwa terjadi penurunan permukaan air melebihi batas. Sinyal ini masuk
ke pengendali dan pengendali memerintah pompa untuk bekerja. Dengan bekerjanya
pompa, air akan masuk ke tangki dan permukaan air akan naik kembali. Pada saat
tinggi air tepat mencapai R pompa berhenti.Akibat terjadi pengosongan tangki,
dan proses di atas berulang lagi. Dengan demikian pompa akan selalu matihidup
secara periodic seiring dengan perubahan tinggi permukaan air. Peristiwa ini
disebut cycling atau osilasi.
Gambar Osilasi pada variabel proses (PV)
Keterangan gambar:
y = sinyal pengukuran tinggi air
u = sinyal kendali ke pompa
secara matematik, u =
Pengendali On-Off
dengan Histerisis
Untuk mencegah osilasi terlalu cepat
pada pengendalian on-off dua posisi, perlu dibuat lebih dari satu batas yaitu
batas atas (BA) dan batas bawah (BB).
Adapun langkah pengerjaan pengendalian on-off dengan
histerisis:
Ø Dibuat lebih dari satu batas atas (BA) dan batas bawah (BB)
Ø Batas atas adalah batas tertinggi variable proses saat naik
Ø Batas bawah adalah batas terbawah variable proses saat turun
Ø BA dan BB disebut celah diferensial (differential gap), daerah netral,
atau histerisis
Ø
Fungsi celah diferensial adalah
untuk memperlambat periode-periode cycling
Gambar Pengendali
dua posisi pada proses pengendalian tinggi air dengan celah diferensial.
Dengan adanya dua titik acuan (batas), maka terdapat daerah netral yang
berada di antara dua titik acuan. Jika permukaan air berada pada daerah netral,
terdapat dua kemungkinan. Pertama, bila air sedang turun maka pompa tidak
bekerja, karena permukaan air masih di atas batas bawah. Kedua, bila permukaan
air sedang naik maka pompa sedang bekerja, karena permukaan air di bawah batas
atas.
Gambar
Pengendali dua posis pada proses pengendalian tinggi air dengan
celah
differensial.
(a) Osilasi pada variabel proses (PV)
(b) Keluaran pengendali
Pengendali dua posisi mencatu energy
atau massa ke dalam proses dengan bentuk pulsa-pulsa, sehingga menimbulkan
osilasi atau cycling pada variable proses.
Amplitude
cycling bergantung pada tiga factor, yaitu:
·
Konstanta waktu proses
·
Waktu mati
·
Besarnya perubahan beban
Kelebihan
pengendali dua posisi:
·
Perancangan mudah
·
Murah
·
Terpercaya
Kekurangan
pengendalian dua posisi:
·
Terjadi fluktuasi pada variable
proses, terutama bila perubahan beban cukup besar.
q Pengendali Proporsional
Proporsional adalah persen perubahan sinyal kendali sebanding dengan
persen perubahan sinyal pengukuran. Dengan kata lain sinyal kendali merupakan
kelipatan sinyal pengukuran. Respon proporsional merupakan dasar pengendali
PID. Pemakaian pengendali proporsional selalu menghasilkan offset. Offset berarti
pengendali mempertahankan nilai PV pada suatu harga yang berbeda dengan setpoint.
Offset muncul dalam usaha pengendali mempertahankan keseimbangan massa
dan/atau energi. Pengendali proporsional hanya dapat digunakan untuk proses
yang dapat menerima offset. Faktor kelipatan disebut gain pengendali
(Kc). Pengendali proporsional sebanding dengan error-nya.
Persamaan matematika :
U = Kc.e + Uo
dengan,
U =
Keluaran pengendali (sinyal kendali),
Kc =
Proportional gain (gain pengendali)
e =
Error (SP – PV)
Uo =
bisa, yaitu nilai sinyal kendali saat tidak ada error (e = 0)
Istilah gain pengendali bisaanya
dinyatakan dalam proportional band (PB)
Harga PB berkisar 0 – 500.
PB pada dasarnya menunjukkan persentasi
rentang PV yang dapat dikendalikan atau range error
maksimum sebagai masukan pengendali yang dapat menyebabkan pengendali memberikan keluaran dengan range maksimum.
Semakin sempit proportional band, offset semakin kecil yang sesuai
dengan proses dengan kapasitas besar, waktu mati kecil sehingga dapat memakai proportional
band yang sempit.
Tanggapan loop terbuka
pengendali proporsional
Gambar
Respon Pengendali Proporsional
q Pengendali Proportional
Integral
Penambahan fungsi aksi integral pada pengendali proporsional adalah
menghilangkan offset dengan tetap mempertahankan respons. Pada
pengendali proporsional-integral sistem pengendali cenderung mudah osilasi,
sehingga PB perlu lebih besar.
Persamaan pengendali PI:
dengan
:
ti = waktu integral (integral
action)
Aksi integral merespons besar dan lamanya error. Aksi integral
dapat dinyatakan dalam menit per-pengulangan (= waktu integral) atau
pengulangan per-menit (konstanta integral). Respon loop terbuka pengendali
proporsional integral (PI) pada gambar di bawah ini.
Persamaan:
Gambar 6.13
Respon loop terbuka Pengendali Proporsional-Integral (PI)
Catatan :
§ Waktu integral tidak boleh lebih kecil disbanding waktu mati proses
sebab valve akan mencapai batas sebelum pengukuran (PV) dapat dibawa kembali ke
setpoint.
§ Ketika aksi integral diterapkan pada sistem pengendalian yang memiliki error
dalam waktu yang lama, misalnya proses batch, maka aksi integral akan
mengemudikan sinyal kendali kea rah keluaran maksimum menghasilkan integral
resr wind-up atrau ke arah minimum (integral reset wind-down).
q
Pengendali Proporsional Integral Differential (PID)
Kelambatan akibat aksi integral dapat dihilangkan dengan menambah aksi
aksi derivative pada pengendali proporsional integral (PI) sehingga
menghasilkan jenis pengendali proporsional-integral-derivatif (PID). Aksi
derivarif bertujuan mempercepat respons perubahan PV dan memperkecil overshoot,
namun sistem ini sangat peka terhadap gangguan bising (noise). Sistem
ini sangat cocok pada proses yang memiliki konstanta waktu jauh lebih besar
dibanding waktu mati, penambahan aksi derivative dapat memperbaiki kualitas
pengendalian, namun tidak dapat digunakan pada proses dengan waktu mati
dominant, penambahan aksi derivative dapat menyebabkan ketidakstabilan, sebab
adanya keterlambatan (lag) respons pengukuran.
Persamaan
standar pengendali proporsional-integral-derivatif (PID)
Dengan:
td = waktu derivative (menit)
Gambar
6.14 Respons steep loop terbuka pengendali (PID)
Sifat-sifat pengendali
proporsional-integral-derivatif (PID) yaitu tanggapan cepat dan amplitude
osilasi kecil (lebih stabil), tidak terjadi offset dan peka terhadap noise.
q Pengendalian Proporsional
Derivativ (PD)
Pengendali proporsional-derivatif (PD) banyak menimbulkan masalah
sehingga model pengendali ini hamper tidak pernah dipakai di industri karena
kepekaan terhadap noise dan tidak sesuai untuk proses dengan waktu
dominan. Model pengendali PD sesuai untuk proses multikapasitas, proses batch
dan proses lain yang memiliki tanggapan lambat.
Persamaan
standar pengendali proporsional-derivatif (PD)
Gambar
6.15 Respons steep loop terbuka pengendali (PD)
Pengendali proporsional derivative (PD) tanggapan
cepat terhadap respons dengan overshoot kecil namun sangat peka terhadap noise.
Penentuan Parameter
Pengendali Optimum (Optimum Control Setting)
Ada banyak cara yang digunakan untuk
menentukan nilai parameter pengendali optimum pada sistem pengendali,
diantaranya adalah:
a.
Metode Osilasi teredam (Damped
Ossilation Method)
Metode ini didasarkan pada respon proses
yang mempunyai decay ratio ¼ pada suatu sistem tertutup yang hanya menggunakan
aksi proporsional. Metode ini dilakukan dengan cara mengecilkan nilai gain dari
harga terkecil sampai satu nilai tertentu sehingga didapat respon yang
berosilasi dan mempunyai decay ratio ¼.
b.
Metode Loop Tuning
(Continous–Cycling Method)
Metode penyetelan dengan menggunakan metode loop tuning pada dasarnya
adalah penyetelan secara eksperimen untuk mendapatkan suatu nilai konstanta
kritis atau penguat ultimat (gain ultimat) pada kontroller yang hanya
menggunakan aksi proportional dalam siklus pengendali tertutup (closed loop
sistem). Penyetelan dilakukan secara coba–coba dengan cara merubah nilai gain
secara selangkah demi selangkah, sampai didapatkan respon dari sistem yang
berosilasi secara terus menerus. Kondisi dimana sistem berosilasi secara terus
menerus yang disebabkan oleh nilai penguatan proporsional yang digunakan
disebut gain ultimate (Ku) dan besarnya perioda yang terjadi tiap cycle disebut
ultimate periode (Pu).
Gambar Respon Proses pada kondisi Kritis atau Kondisi ultimat
Pada kondisi respon proses yang
berisolasi secara continue waktu tiap periode kritis dapat dihitung dengan
mengambil titik sembarang dari satu puncak ke puncak berikutnya (lihat gambar
di atas). Untuk mendapatkan parameter yang optimum maka Ziegler Nichlos telah
menetapkan sesuai dengan tabel berikut ini :
AKSI KONTROL
|
NILAI PENGENDALI
|
||
Kc
|
TI
|
TD
|
|
P
P + I
P + I
+ D
|
0.50
Ku
0.45
Ku
0.60
Ku
|
-
Pu
/1.2
Pu
/2.0
|
-
-
Pu /8
|
Tabel Pengesetan parameter pengendali menurut
metode Ziegler Nichols.
c.
Metode Kurva Reaksi (Reaction
Curve Method)
Metode ini juga dikembangkan oleh Ziegler Nichlos dan sering disebut
dengan metoda reaksi proses. Pendekatan dasarnya yaitu didasarkan pada respon
transient suatu proses akibat adanya suatu perubahan step input pada suatu
rangkaian terbuka (open loop). Pada saat mulai untuk metode ini, bisaanya
dilakukan gangguan terhadap proses yaitu dengan cara melakukan perubahan step
terhadap output kontroller sebesar M%. Nilai variabel kontrol saat dilakukan
gangguan dan setelah mencapai nilai jenuh diukur atau dicatat (jika menggunakan
recorder), serta waktu yang dibutuhkan proses untuk mencapai nilai jenuh yang
baru. Selang waktu yang dibutuhkan tepat saat gangguan dilakukan dan saat
tercapainya nilai baru yang jenuh merupakan penjumlahan dari waktu mati (TAD)
dan waktu naik (Ta) secara keseluruhan. Tanggapan proses untuk loop
terbuka diperlihatkan pada gambar 1.6. dibawah ini :
Gambar Tanggapan Proses Loop Terbuka
Berdasarkan hasil dan respon proses tersebut diatas maka
COHEN & COONS menetapkan nilai – nilai parameter pengendali seperti tabel
berikut :
Metode
Kontroller
|
Penyetelan
Kontroller
|
||
Kc
|
TI
|
TD
|
|
P
|
|
|
|
P
+ I
|
|
|
|
P
+ D
|
|
|
|
P
+ I + D
|
|
|
|
Dimana Us = penguatan sistem = Cp/M%
Kestabilan
Dalam kondisi normal, sistem pengendalian harus menghasilkan operasi
yang stabil. Artinya pengendali mampu mengembalikan penyimpangan variabel
proses ke nilai yang diinginkan dengan sesedikit mungkin overshoot dan
osilasi. Pada gain pengendali yang besar (proportional band terlalu
kecil) dapat menyebabkan sistem berosilasi meskipun memiliki tanggapan cepat.
Sebaliknya jika gain terlalu kecil, penyimpangan variabel proses terlalu
besar. Kalaupun kembali ke nilai yang dikehendaki, akan membutuhkan waktu yang lama.
Untuk mendapatkan kompromi antara kecepatan dan kestabilan sistem, telah
dibakukan criteria Redaman Seperempat Amplitude. Artinya, amplitude
puncak gelombang berikutnya adalah seperempat amplitude sebelumnya. Ini terjadi
jika gain total pada periode osilasi.
Gc Gv Gp Gt
= 0,5
Dengan G
adalah gain, indeks c,v,p,t berturut-turut menunjukkan pengendali,
elemen kendali akhir, proses dan transmitter.
Dinamika elemen kendali akhir dan transmitter bisaanya diabaikan
terhadap dinamika proses, sehingga hanya memiliki nilai Kv dan Kt. Dengan
memasukkan gain keduanya ke dalam dinamika proses, maka persamaan di
atas menjadi;
Gc Gps = 0,5
Di sini Gps = Kv Gp Kt yaitu gain sistem proses
termasuk elemen kendali akhir dan transmitter.
Pemilihan Jenis Pengendali
Hakikat utama pengendalian proses adalah mempertahankan nilai variable
proses agar sesuai dengan kebutuhan operasi, untuk mecapai hal tersebut maka
perlu dilakukan pemilihan jenis pengendali yang tepat dan sesuai dengan tujuan
dan kebutuhan operasi.Teknik pemilihan dan penerapan jenis pengendali sebagai
berikut:
1.
Penggunaan pengendali dua posisi,
jenis ini dapat digunakan jika :
·
Variabel proses tidak memerlukan
ketelitian tinggi
·
Cycling pada variable proses dapat diterima dan laju perubahan variable proses
lambat.
2.
Pengendali proporsional, jenis ini
digunakan jika pengendali dua posisi tidak mencukupi. Jenis ini dapat digunakan
jika :
·
Offset dapat diterima dengan Kc (atau PB) yang moderat atau jika PB besar
·
Sistem operasi memiliki aksi
integrasi, contoh tekanan gas dan tinggi permukaan cairan dan sistem proses
memiliki tanggapan lambat hingga sedang.
3.
Jika pengendali proporsional tidak
mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional – integral. Jenis ini dapat
digunakan jika :
·
Variabel proses memiliki tanggapan
yang cepat, contoh laju alir. Sebab aksi integral memperlambat tanggapan,
sehingga jika prosesnya cepat, penambahan aksi integral masih tetap memuaskan.
Oleh sebab itu tekanan gas dan tinggi permukaan cairan jarang dikendalikan
dengan PI.
·
Sistem proses yang tidak dapat
membolehkan adanya offset.
4.
Jika pengendali PI tidak
mencukupi, perlu digunakan pengendali
proporsional integral derivatif (PID).
Jenis ini dapat digunakan jika sistem proses memiliki tanggapan lambat,
offset tidak diperbolehkan, waktu mati cukup kecil (tidak dominant) dan
tidak ada noise, contoh suhu, komposisi, dan pH.
5.
Pengendali jenis
proporsional-derivatif (PD) hamper tidak pernah digunakan di industri.
Adanya aksi derivative mempercepat
tanggapan, tetapi sangat peka terhadap noise. Padahal variable proses di
industri hampir selalu mengandung noise. Namun demikian jika diinginkan
memakai PB yang kecil sementara overshoot diharapkan tetap kecil,
penambahan derivative dapat membantu. Pengendali PD cocok dipakai untuk proses batch
dan multikapasitas dengan catatan noise tidak ada.
q Level Switch
Pengukuran level
menggunakan level switch umumnya digunakan di lapangan dengan prinsip kerja
seperti pada sistem pengendali otomatis secara on-off dimana terdapat batas
atas dan batas bawah dengan range yang
ditentukan. Batas atas dan batas bawah ini ditentukan oleh pelampung yang
terbuat dari plastic yang menempel pada batang besi yang ketinggiannya dapat
diatur sesuai keinginan. Apabila ketinggian air di bawah level switch ini maka
pelampung berada pada batas bawahnya dan ketika ketinggian cairan meningkat
maka akan membuat pelampung ini naik hingga batas atasnya.
q Differential Switch
Pengukuran level menggunakan differential switch memiliki prinsip kerja
yang hampir sama dengan level switch, bedanya yaitu alat pengukur
ketinggiannya. Differential switch terdiri dari dua buah batang elektroda yang
dipasang berdekatan, dimana batang elektroda yang satu dipasang lebih panjang
daripada elektroda yang lainnya dengan beda ketinggian 10 mm. Range dari batas
atas dan batas bawahnya ditentukan oleh ketinggian kedua buah elektroda tadi.
Elektroda yang lebih panjang berfungsi sebagai batas bawah dan elektroda yang
lebih pendek berfungsi sebagai batas atasnya.
Berikut adalah
gambar dari level switch dan differential switch yang digunakan dalam
praktikum:
3. Alat Dan
Bahan :
Ø Alat:
q Serangkaian alat pengendalian level (PCT-40)
q Seperangkat komputer
Ø Bahan:
q Air
4.
Cara Kerja
q Section
I
a.
Pengendalian level mode controller manual dan
automatic
1.
Menyalakan computer dan
seperangkat alat pengendalian level
PCT-40.
2.
Menyalakan kran air.
3.
Merangkai sistem Feed Fordward
sesuai gambar 1 atau petunjuk pembimbing.
4.
Memasang selang input dari pompa
pada SOL 1.
5.
Membuka program PCT40 software dan
memilih section 1.
6.
Memilih ikon pada tab menu untuk
menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level
tangki.
7.
Memilih
“configure” pada menu kemudian mengatur interval waktu pengambilan data sebesar
5 detik secara kontinyu.
8.
Memastikan sirkulasi air yang
masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam
tangki.
9.
Pada layar diagram, memilih
“control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu
50, 100 dan 150 serta memilih sistem
manual dengan pengeluaran 100% lalu
meng-klik “Ok”.
10.
Memilih ikon “GO” untuk merekam
data. Jika selesai mengambil data pilih “STOP”.
11.
Menyimpan data yang telah
diperoleh ke dalam bentuk excel.
12.
Memilih
ikon “new sheet” untuk mengambil data baru.
13.
Mengulangi
percobaan di atas dengan mengganti mode operasi pada menu “control” di samping
tampilan tangki dengan “automatic”.
b. Pengendalian Level dengan Mode Level Switch
1.
Menyalakan computer dan
seperangkat alat pengendalian level
PCT-40.
2.
Menyalakan kran air.
3.
Memasang selang input dari pompa
pada SOL 1.
4.
Membuka program PCT40 software dan
memilih section 1.
5.
Memilih ikon pada tab menu untuk
menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level
tangki.
6.
Memastikan sirkulasi air yang
masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam
tangki.
7.
Mengatur level float switch pada
ketinggian tertentu (tidak sama dengan nilai set point).
8.
Memilih
“configure” pada menu kemudian mengatur interval waktu pengambilan data sebesar
5 detik secara kontinyu.
9.
Pada layar diagram, memilih
“control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu
50,100 dan 150 serta memilih sistem automatik
lalu meng-klik “Ok”.
10.
Memilih kolom pengendalian di kiri
atas pada “level switch” sistem.
11.
Memilih ikon “GO” untuk merekam
data. Jika selesai mengambil data pilih “STOP”.
12.
Menyimpan data yang telah
diperoleh ke dalam bentuk excel.
13.
Memilih
ikon “new sheet” untuk mengambil data baru.
14.
Mengulangi
percobaan di atas dengan memberian gangguan selama proses yaitu dengan cara membuka
atau meng-klik SOL 2 pada layar diagram.
15.
Memilih
ikon “new sheet” untuk mengambil data baru.
16.
Mengulangi
percobaan di atas dengan mengganti mode operasi pada menu “control” di samping
tampilan tangki dengan “automatic”.
c. Pengendalian level mode differential
switch:
1.
Menyalakan komputer dan alat
pengendalian level serta memeriksa rangkaiannya.
2.
Menyalakan kran air.
3.
Memasang selang input dari pompa
pada SOL 1.
4.
Membuka program PCT40 software dan
memilih section 1.
5.
Memilih ikon pada tab menu untuk
menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level
tangki.
6.
Memastikan sirkulasi air yang
masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam
tangki.
7.
Memilih
“configure” pada menu kemudian mengatur interval waktu pengambilan data sebesar
5 detik secara kontinyu.
8.
Pada layar diagram, memilih
“control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu
50 serta memilih sistem “automatik” dengan
pengeluaran 100% lalu meng-klik “Ok”.
9.
Memilih kolom pengendalian di kiri
atas pada “differential switch” sistem.
10.
Memilih ikon “GO” untuk merekam
data. Jika telah selesai mengambil data pilih “STOP”.
11.
Menyimpan data yang telah
diperoleh ke dalam bentuk exel.
12.
Memilih
ikon “new sheet” untuk mengambil data baru.
13.
Mengulangi
percobaan di atas dengan memberikan 1 gangguan selama proses yaitu dengan cara
membuka atau meng-klik SOL 2 pada layar diagram.
14.
Mengulangi
percobaan diatas dengan mengganti mode operasi pada menu “control” disamping
tangki dengan “manual”.
q Section
2
Membandingkan respon
pengendalian P, PI, dan PID dengan metode Tuning:
1.
Menyalakan computer dan alat
pengendalian level serta memeriksa rangkaiannya.
2.
Menyalakan kran air.
3.
Memasang selang input dari pompa
pada PSV.
4.
Membuka program PCT40 software dan
memilih section 2.
5.
Memilih ikon pada tab menu untuk
menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level
tangki.
6.
Memastikan sirkulasi air yang
masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam
tangki.
7.
Pada layar diagram, memilih
“control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu
200 dan nilai
PB, TI, dan TD sesuai dengan perhitungan optimasi pada prosedur sebelumnya
serta memilih sistem “automatic” lalu meng-klik “Ok”.
8.
Memilih kolom pengendalian di kiri
atas pada “controller” sistem.
9.
Membuka drain di bawah tangki
level ½ putaran.
10.
Memilih ikon “GO” untuk merekam
data dan “STOP” untuk menghentikan proses pengambilan data.
11.
Setelah beberapa saat proses
diberi gangguan pada SOL 3 dan setelah beberapa menit proses dihentikan
kemudian menyimpan data dalam bentuk excel.
12.
Memilih ikon “new sheet” untuk
mengambil data baru.
13.
Mengulangi prosedur di atas dengan
hanya mengisi nilai PB dan TI saja untuk pengendalian PI dan hanya mengisi
nilai PB saja untuk pengendalian P dengan gangguan pada SOL 3.
14.
Membandingkan respon ketiga
pengendalian di atas.
Ø Optimasi parameter
pengendalian dengan metode Tuning:
1.
Menyalakan computer dan alat
pengendalian level serta memeriksa rangkaiannya.
2.
Menyalakan kran air.
3.
Memasang selang input dari pompa
pada PSV.
4.
Membuka program PCT40 software dan
memilih section 2.
5.
Memilih ikon pada tab menu untuk
menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level
tangki.
6.
Memastikan sirkulasi air yang masuk
ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam tangki.
7.
Memilih “configure” pada menu
kemudian mengatur interval waktu pengambilan data sebesar 5 detik secara
kontinyu.
8.
Pada layar diagram, memilih
“control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu
100 serta memilih sistem “automatic” lalu meng-klik “Ok”.
9.
Memilih kolom pengendalian di kiri
atas pada “controller” sistem.
10.
Membuka drain di bawah tangki
level ½ putaran.
11.
Memilih ikon “GO” untuk merekam
data dan “STOP” untuk menghentikan proses pengambilan data.
12.
Memilih tampilan grafik pada tab
menu untuk melihat grafik respon yang terbentuk.
13.
Menghentikan proses setelah
terjadi osilasi respon yang sama.
14.
Menyimpan data yang telah
diperoleh ke dalam bentuk exel.
15.
Menghitung nilai amplitudo dan
waktu 1 gelombang (t).
16.
Menghitung nilai PB, TI, dan Td
dengan rumus seperti di bawah ini:
PB = y/3
TI = t
Td
= t/6
5. HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum
kali ini adalalah pengendalian level atau permukaan cairan. Tujuan dilakukan
pengukuran ketinggian cairan adalah untuk mencegah kerusakan alat akibat
kekosongan level serta kerugian akibat cairan terbuang, sebagai pengontrol
jalannya proses, dan mendapatkan kualitas terbaik. Namun dalam praktikum yang
dilakukan yaitu pengendalian level
1.
Section I
a.
Level Switch
q Manual
Sp = 50,100 dan 150
Gambar
5.1. Respon Step Pada Pengendalian Mode Level Switch
secara manual
q Automatic
Sp = 50, 100 dan 150
Level
float = 122
Gambar
5.2: Respon Step Pada Pengendalian Mode Level Switch
Secara Automatic
b.
Differential
Switch
q Manual
Sp = 50,100 dan 150
Gambar
5.4: Respon Step Pada Mode Differential Switch
Secara Manual
q Automatic
Sp = 50,100 dan 150
Gambar 5.5: respon step pada
pengendalian mode Differential Switch
Secara Automatic
q Gabungan dari manual, Automatic dan On-Off pada
Set poin 50
Gambar 5.6: respon step pada pada
mode Differential Switch
c.
Kontroler
q Automatic
Sp = 50,100 dan 150
Gambar 5.7: Respon Step Pada Pada
Mode Controler Secara Automatic
q Manual
Sp = 50,100 dan 150
Gambar
5.8: respon step pada pengendalian mode controler secara maual
Pembahasan Murni
Berdasarkan pada
gambar 5.1 sampai 5.6 menunjukkan bahwa hasil pengukuran yang diperoleh melebihi
set point dan berhenti pada pengukuran dengan ketinggian level sebesar 120 mm
untuk switch level dan 200 mm untuk differential switch. Pada mode level switch, baik manual, automaticnya memiliki respon
yang sama jadi manual ataupun automatic pada mode level switch tidak
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang dihasilkan sesuai dengan
ketinggian float switchnya di dalam tangki, tidak sesuai dengan set point yang
ditetapkan. Berarti level switch ini tidak dipengaruhi oleh controller tetapi
bergantung pada setingan ketinggian float switchnya dalam tangki (lapangan). Dengan demikian pada variasi set poin tidak
mempengaruhi respon, dimana dari ketiga setpoin itu menunjukkan respon yang
sama yaitu sesuai dengan ketinggian yang telah diatur dalam tangki/lapangan. Dalam hal ini, dibutuhkan operator untuk memperhatikan proses dan
bersiap menghentikan dan menjalankan proses secara manual pada kedua metode ini. Adapun ketinggian yang telah diatur di dalam tangki
pada percobaan yang menggunakan
switch level adalah sebesar 120 . Begitupun untuk pada mode differential
switch, manual dan automaticnya memiliki respon yang sama, sama seperti pada
mode level switch sehingga mode manual atau pun automatic tidak mempengaruhi
respon yang dihasilkan. Respon yang dihasilkan pada mode ini hampir sama dengan
mode level switch yaitu tidak sesuai dengan setingan pada controller (room
control) tetapi sesuai dengan setingan di dalam tangki (lapangan). Dimana
ketinggian yang diinginkan disesuaikan dengan posisi dua buah elektroda yang
dipasang berdekatan dengan jarak ketinggian antara satu dan yang lain yaitu 10
mm di dalam tangki. Elektroda yang lebih panjang merupakan batas bawahnya dan
elektroda yang lebih pendek berfungsi sebagai batas atasnya. Pada saat diberi
gangguan , respon berosilasi diantara ketinggian dua buah elektroda tadi.
Pada percobaan dengan
menggunakan controller secara otomatis, hasil pengukuran yang diperoleh sudah
mendekati set point atau dapat dikatakan sesuai dengan set point karena sistem
bekerja sesuai dengan settingan pada conntroller yang dapat dilihat pada gambar 5.7. Dalam hal ini pada variasi set poin menunjukkan
pengukuran yang diperoleh sesuai dengan set point yang telah ditentukan pada
alat pendeteksi (controller) yaitu 50, 100 dan 150. Berbeda dengan penggunaan controller secara
manual, hasil pengukuran yang diperoleh melebihi set point bahkan terjadi
outflow (meluap), hal ini berarti pada controller manual fungsi controller
tidak bekerja atau dengan kata lain operatorlah yang harus memperhatikan proses
dan bersiap untuk menghentikan dan menjalankan proses secara manual.
Pemabahasan
Astin rede rerung
Pada percobaan membedakan prinsip kerja Controller, level
switch, dan Differential switch ini diperoleh bahwa pada mode controller
automatic respon yang dihasilkan sesuai dengan set point yang di input
sedangkan pada controller manual terjadi outflow (meluap) atau melebihi set
point berarti pada controller manual, fungsi controller tidak bekerja atau
dengan kata lain operatorlah yang harus memperhatikan proses dan bersiap untuk
menghentikan dan menjalankan proses secara manual.
Pada mode level switch, manual dan automaticnya memiliki
respon yang sama jadi manual atau pun automatic pada mode level switch tidak
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang dihasilkan sesuai dengan
ketinggian float switchnya di dalam tangki, tidak sesuai dengan set point yang
ditetapkan. Berarti level switch ini tidak dipengaruhi oleh controller tetapi
bergantung pada setingan ketinggian float switchnya dalam tangki (lapangan).
Pada mode differential switch, manual dan automaticnya
memiliki respon yang sama, sama seperti pada mode level switch sehingga mode
manual atau pun automatic tidak mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon
yang dihasilkan pada mode ini hampir sama dengan mode level switch yaitu tidak
sesuai dengan setingan pada controller (room control) tetapi sesuai dengan
setingan di dalam tangki (lapangan). Dimana ketinggian yang diinginkan
disesuaikan dengan posisi dua buah elektroda yang dipasang berdekatan dengan
jarak ketinggian antara satu dan yang lain yaitu 10 mm di dalam tangki.
2. Section II
q Variasi PB
Set Poin = 100,
150 dan 200
Gambar
5.9: Respon Step Pada Pengendalian P-Controler
q
Variasi I
PB = 2
q
Variasi D
Set Poin = 50
Gambar
5.10: Respon Step Pada Pengendalian PI-Controler
q
Variasi I
PB = 2 dan IT = 2
Gambar
5.11: Respon Step Pada Pengendalian PID controler
Pembahasan
Murni
Pada
percobaan kedua ini yaitu bertujuan untuk mengetahui karakterisitk masing –
masing parameter pengendalian sehingga pengendalian berjalan lancar yaitu
cepat, tepat dan stabil atau dengan kata lain respon sama/mendekati setpoin. Jenis
penengendali yang digunakan adalah PID atau pengendali kontinyu dilakukan terhadap
PB (Proportional band), IT (Integral Time) dan DT (Derivatif Time). Prinsip
kerja dari proses ini adalah mengendalikan laju alir masuk agar level cairan
sesuai dengan setpoin yang diinginkan. Pada percobaan kedua ini diberikan gangguan
yaitu sol 2. Pengendalian yang
pertama yaitu pengendalian proporsional dilakukan dengan mengubah pengendali
proporsional untuk mendapatkan nilai optimum. Variasi PB yang digunakan yaitu PB
2 pada set poin 100; PB 4 pada set poin 150, dan PB 6 pada set poin 200 sedangkan
variabel lain dibuat sama. Pada gambar 5.9
terlihat bahwa pada variasi PB 2, respon yang dihasilkan terdapat offset yang cukup
kecil dibandingkan dengan variasi PB 4 dan 6 namun respon yang dihasilkan berisolasi.
Sehingga dari variasi PB ini praktikan
dapat menyimpulkan bahwa semakin kecil nilai PB pengendali maka semakin peka (
tanggapan semakin cepat), offset yang terjadi semakin kecil, tetapi system
cenderung tidak stabil (terjadi osilasi). Oleh karena itu dari ketiga variasi
PB praktikan memilih 0,5.
Pengendalian yang kedua yaitu
pengendalian integral, dilakukan dengan cara memvariasikan nilai I (integral).
Pengendalian ini untuk menghilankan offset tetapi akan membuat respon menjadi menjadi
lebih lambat dan system akan cenderung tidak stabil. Variasi IT yang digunakan
yaitu 0,5 pada set poin 50, IT 1 pada set poin 100 dan IT 2 pada set poin 150, sedangkan
variabel lain dibuat sama dan parameter PB
menggunakan nilai optimum yaitu 2 dan D=0. Pada gambar 5.10. menunjukkan semua variasi IT berisolasi
disekitar setpoin dan IT 2 memiliki offset yang palin kecil dibandinkan dengan
variasi IT 0,5 dan IT 1, meskipun responnya sedikit lebih lambat. Dapat disimpulkan dari grafik 5.10 bahwa apabila nilai integralnya diperbesar maka offset
akan semakin kecil tetapi banyak terjadi osilasi. Sedangkan apabila nilai integralnya diperkecil ( P=
tetap, I= 0,5,
dan D= tetap) maka offsetnya akan semakin besar. Ada gangguan dari luar baik itu laju alir air atu
tegangan listrik yang tidak stabil akan menyebabkan terjadi penyimpangan atau
offset akan semakin besar.
Pengendalian
yang terakhir adalah pengendalian derifativ, dilakukan dengan cara
memvariasikan nilai Derivatif . Pengendalian Derivatif ini berfungsi untuk menurunkan overshoot
dan waktu osilasi. Variasi DT yang
digunakan yaitu 1, 2 dan 1,5 sedangkan variabel lain dibuat sama, dan
parameter PB menggunakan nilai optimum
yaitu 2 dan IT menggunakan 2. Pada gambar 5.11 terlihat bahwa semua variasi
menunjukkan respon yang cepat dan memiliki jumlah osilasi yang sedikit dan
overshootnya lebih kecil. Pada pengendalian ini terlihat bahwa pada awal system,
respon terus naik sampai mendekati setpoin setelah itu akan turun. Pada saat
respon turun menunjukkan bahwa pada saat itu diberikan gangguan sol 2. Pada
saat diberikan pengendali maka respon terus naik dan berisolasi disekitar
setpoin yang dapat dilihat pada grafik. Dari ketiga variasi DT ini yang
menunjukkan respon palin bagus adalah variasi DT 2 yang tidak memiliki offset. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa apabila nilai derivatifnya dinaikkan, maka waktu
prosesnya akan semakin kecil, terjadi osilasi selama proses. Sedangkan apabila
nilai derevatifnya diperkecil ( P= tetap, I= tetap, dan D= 1) maka, offsetnya
akan semakin besar, waktu prosesnya lama. Ada gangguan dari luar baik itu laju
alir air atu tegangan listrik yang tidak stabil akan menyebabkan terjadi
penyimpangan atau offset akan semakin besar.
Pemabahasan
Agustina Rede Rerung
Pada
percobaan ini bertujuan untuk mengetahui karateristik parameter- parameter
pengendalian PID.
Pengendalian pertama adalah P-controler
yang dilakukan dengan memvariasikan Nilai dari
proporsional guna mengetahui perubahan yang terjadi pada praktikum pengendalian
level. Dari
grafik di atas, nilai proporsional diperbesar ( P= 6 , I= tetap, dan D =
tetap) terlihat respon terdapat nilai
offset yang besar. Dari pernyataan ini Dapat disimpulkan bahwa apabila
nilai proporsionalnya dinaikkan dari nilai optimasi, maka offset akan semakin
besar, sedangkan apabila nilai proporsionalnya diperkecil ( P= 2, I= tetap, dan D= tetap)
maka offsetnya
akan semakin kecil juga. Atau dapat dikatakan perubahan proporsional akan
berbanding lurus dengan offset. Sedangkan dari teori yang didapatkan sifat dari
pengendalian P controller, apabila nilai Proporsionalnya dinaikkan maka, offset
akan semakin besar, sedangkan apabila nilai P diperkecil, maka offset akan
semakin kecil.
Nilai dari integral divariasikan, guna mengetahui perubahan
yang terjadi pada praktikum pengendalian tekanan statik. Dari grafik di atas,
nilai integral diperbesar ( P= tetap , I= 2, dan D = tetap) dari nilai optimasi PID yang
didapatkan. Dapat disimpulkan dari grafik bahwa apabila nilai integralnya
dinaikkan dari nilai optimasi, maka offset akan semakin kecil tetapi banyak
terjadi osilasi. Sedangkan apabila nilai integralnya diperkecil ( P= tetap, I= 0,5 dan D= tetap) maka,
offsetnya akan semakin besar.
Nilai dari derivatif divariasikan, guna mengetahui
perubahan yang terjadi pada praktikum pengendalian tekanan statik. Dari grafik
di atas, nilai derivatif diperbesar ( P= tetap , I= tetap, dan D = 2) .Dapat disimpulkan dari
grafik bahwa apabila nilai derivatifnya dinaikkan dari nilai optimasi, maka
waktu prosesnya akan semakin kecil, terjadi osilasi selama proses. Sedangkan
apabila nilai derevatifnya diperkecil ( P= tetap, I= tetap, dan D= 1) maka,
offsetnya akan semakin besar, waktu prosesnya lama. Ada gangguan dari luar baik
itu laju alir air atu tegangan listrik yang tidak stabil akan menyebabkan
terjadi penyimpangan atau offset akan semakin besar.
q Optimasi
pada Section 2 in flow
Set Poin = 200
Pengendalian Secara On-Off
Gambar
5.12: Respon Step Pada Pengendalian On-Off
Pembahasan
Murni
Pada percobaan ketiga ini kami
melakukan optimasi untuk menentukan nilai parameter
pengendali optimum pada sistem pengendali dengan mangatur laju alir masuk (inflow). Untuk menentukan nilai parameter pengendali optimum pada sistem pengendali pada percobaan ketiga ini kami menggunakan metode
tuning yaitu menentukan nilai P, IT dan DT yang optimum pada keadaan On-Off. Pada
gambar di atas terlihat bahwa respon dengan menggunakan pengendalian On-Off dan
diberikan ganggunan berupa sol 2 menghasilkan respon yang berisolasi di sekitar
set poin. Dari kurva ini maka kita dapat menentukan nilai P, IT dan DT yang
optimum dengan mementukan jarak puncak atas dan jarak puncak bawah sebagai y dan
waktu yang dibutuhkan dari puncak ke puncak sebagai t . Dari nilai y dan t
tersebut, nilai awal untuk P, I dan D yang dapat ditentukan sebagai berikut:
Gambar 5.13: respon step hasil
optimasi metode tuning pada pengendalian PID
Dari
gambar 5.13 terlihat bahwa respon yang dihasilkan dari optimasi menunjukan
responnya masih terdapat overshoot tapi sudah tidak terdapat offset dan responnya
cepat namun masih berisolasi.
Pembahasan Agustina Rede Rerung
Pada percobaan ini kami melakukan optimasi dengan metode
tunning yaitu menentukan nilai P,
IT dan DT yang optimum pada keadaan On-Off. Pada
garfik hasil optimasi yang telah dilakukan pertama laju alir naik dan
kemudian turun ke set point 200 dan terus
berosilasi. Berdasarkan pada teori sifat PID controller selalu berosilasi dan
kembali kepada set point.
Section 3 Out Flow
q Set Poin 150
q Mode : automatic
Gambar 5.14: respon step
pada variasi PSV
Gambar 5.15: respon step
pada variasi PSV 10%
Pemabahasan Murni
Dari Grafik di atas diketahui bahwa Bukaan PSV 10% yang paling Baik,
diantara bukaan 50%, 45% dan 30%. Pada bukaan PSV 50% respon yang ditunjukan terus
menerus mengalami kenaikan sehingga tidak dapat digunakan untuk data optimasi.
Begitu pula pada bukaan PSV 45% dan 30% respon yang dihasilkan berisolasi pada
level 200 sehingga tidak dapat diguakan untuk data optimasi. Pada Bukaan PSV 10%
grafiknya berisolasi disekitar set poin 150 mm sehingga dapat digunakan untuk
pengambilan data optimasi untuk mencari P, I, D.
Dari grafik yang menggunakan PSV
10% kita dapat menentukan nilai P, IT
dan DT yang optimum dengan mementukan jarak puncak atas dan jarak puncak bawah
sebagai y dan waktu yang dibutuhkan dari puncak ke puncak sebagai t . Dari
nilai y dan t tersebut, nilai awal untuk P, I dan D yang dapat ditentukan
sebagai berikut:
Pembahasan
Agustina Rede Rerung
Dari grafik yang menggunakan PSV
10% kita dapat menentukan nilai P, IT
dan DT yang optimum dengan mementukan jarak puncak atas dan jarak puncak bawah
sebagai y dan waktu yang dibutuhkan dari puncak ke puncak sebagai t . Dari
nilai y dan t tersebut, nilai awal untuk P, I dan D yang dapat ditentukan
sebagai berikut:
Kesimpulan
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan
anatara lain:
1.
Pada pengendalian mode level
switch dan differential switch set pointnya ditentukan oleh pengaturan
ketinggian level switch dan differential switch di dalam tangki (nilai di
lapangan).
2.
Pada pengendalian mode controller
automatic dapat mencapai set point sedangkan controller manual mengalami
outflow (melebihi set point).
3.
Karateristik
parameter – parameter pengendalian PID
q Semakin
besar harga proportional band, maka
akan semakin besar nilai offset;
sebaliknya semakin kecil proportional
band, maka semakin kecil nilai offset tetapi
berisolasi.
q Semakin besar nilai integralnya
maka offset akan semakin kecil tetapi banyak terjadi osilasi. Sedangkan apabila nilai
integralnya diperkecil maka offsetnya akan semakin besar.
q Semakin besar nilai derivatifnya
maka waktu prosesnya akan semakin kecil, namun terjadi osilasi selama proses. Sedangkan
apabila nilai derevatifnya diperkecil maka offsetnya akan semakin besar, waktu prosesnya
lama
4.
Hasil optimasi parameter
pengendali system inflow dengan menggunakan metode Tuning adalah sebagai
berikut:
PB =
6,5
TI =
65 detik
TD =
10,83 detik
5.
Hasil optimasi parameter
pengendali system inflow dengan menggunakan metode Tuning adalah sebagai
berikut:
PB =
4
TI =
145detik
TD =
24,2 detik
I. DAFTAR PUSTAKA
Petunjuk Praktikum Laboratorium Kontrol. 2010. Jurusan
Teknik Kimia.
Politeknik Negeri Ujung
Pandang.