Monday, 28 May 2012

laporan ARGENTOMETRI (kimia Annalis)


ARGENTOMETRI

I. Tujuan
1. Dapat melakukan standarisasi AgNO3 dengan NaCl
2. Dapat melakukan standarisasi NH4CNS dengan AgNO3
3. Dapat menentukan klorida dalam larutan CaCl2 dengan meode argentometri

Perincian Kerja :
Ä  Melakukan titrasi dengan metoda “Mohr’ (titrasi pengendapan)
Ä  Standarisasi larutan AgNO3.
Ä  Menentukan konsentrasi CaCl2 di dalam larutan.

III.     Peralatan yang pakai :

Ä  Labu Takar 500 Ml           1 Buah
Ä  Labu Takar 250 Ml           1 Buah
Ä  Labu Takar 100 Ml           1 Buah
Ä  Erlenmeyer 500 Ml          3 Buah
Ä  Erlenmeyer 250 Ml           3 Buah
Ä  Buret 50 Ml                      2 Buah
Ä  Klem                                2 Buah
Ä  Spatula                             1 Buah
Ä  Pipet ukur 25 Ml               1 Buah
Ä  Gelas kimia 250 ml          1 Buah
Ä  Neraca analitik                 1 Buah
Ä  Hot plate dan Magnet Stirer
Ä  Thermometer 100°C         1 Buah
Ä  Pipet Gondok 25 Ml         1 Buah
Ä  Sarung tangan
Ä  Bola  hisap
Ä  Kacamata

IV.     Bahan Yang Digunakan :
Ä  NaCl        p.a
Ä  K2CrO4 5 %
Ä  AgNO3   0,02 N dan CaCL2 X N


V. Dasar Teori
Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya. Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan alkalimetri
     Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa.
2. Oksidimetri
    Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri
    Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Al.Underwood,1992)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit. (skogg,1965)
   Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas :
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CHO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus  dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dandalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO72- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH 2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Sesama larutan dapat diukur dengan natrium bikorbonat atau kalsium karbonat. Larutan alkalis diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam borat sebelum dinetralkan dengan kalsium karbonat. Meskipun menurut  hasil kali kelarutan iodida dan tiosianat mungkin untuk ditetapkan kadarnya dengan cara ini. Namun oleh karena perak lodida maupun tiosanat sangat kuat menyerang kromat, maka hasilnya tidak memuaskan. Perak juga tidak dapat ditetapkan dengan titrasi menggunakan NaCl sebagai titran karena endapan perak kromat yang mula-mula terbentuk sukar bereaksi pada titik akhir. Larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak katalis dititrasi dengan larutan titer perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi.
Sebagai indikator digunakan larutan kromat K2CrO4 0,003M atau 0,005M yang dengan ion perak akan membentuk endapan coklat merah dalam suasana netral atau agak alkalis. Kelebihan indikator yang berwarna kuning akan menganggu warna, ini dapat diatasi dengan melarutkan blanko indikator suatu titrasi tanpa zat uji dengan penambaan kalsium karbonat sebagai pengganti endapan AgCl.
2. Model Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN.
3. Motode Fajans (Indikator Absorbsi)
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder. (Khopkhar, SM.1990)

Pembentukan Endapan Berwarna
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE). Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4 - hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi :
2H+ + 2CrO4 - ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O72- + 2H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCL + Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ]6 karena proper tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum.
(Harizul, Rivai. 1995)

VI.     Prosedur percobaan
A.   Standarisasi AgNO3 0,02 N.
Ä  Disediakan larutan AgNO3 0,02N di dalam buret 50 ml sebanyak 2 buret,
Ä  Disediakan larutan NaCl 0,02 M sebanyak 250 ml
Ø  Ditimbang NaCl sebanyak 0,1040 g,
Ø  Dilarutkan dengan aquadest kemudian diencerkan sampai pada batas miniskus,
Ä  Dipipet larutan NaCl standar kedalam erlenmeyer 250 ml sebanyak 10 ml dan ditambahkan 3 tetes K2CrO4 5% dan ditambah sedikit aquadest,
Ä  Dititrasi dengan memakai AgNO3 dari buret sampai berubah warna dari kuning ke merah muda.
  1. Menentukan konsentrasi larutan CaCl2 x N.
Ä  Dipipet 10 ml larutan cuplikan CaCl2 x N ke dalam erlenmeyer 250 ml dan tambahkan 3 tetes K2CrO4 5% serta sedikit aquadest,
Dititrasi dengan larutan standar 0,02 N AgNO3 sampai warna merah jambu
VII. Data pengamatan
Terlampir di halaman terakhir…………………….

VIII.    Perhitungan :
a.      Standarisasi keNormalan AgNO3 0,02 N
Jumlah ekivalen NaCl          =
                                               =
                                               =  2 x 10-3  eq

Penentuan Konsentrasi NaCl
Konsentrasi NaCl                =  = 8 x 10-3eq/l

Penentuan konsentrasi AgNO3 setiap percobaan
Percobaan I
MNaCl x VNaCl = MAgNO3 x VAgNO3
M AgNO3       =
                        =
                        = 0,0205 M
Molaritas
Percobaan
NNaCl
VNaCl
N AgNO3
VAgNO3
I
8 x 10-3 M
10 ml
0,0205 M
3,9 ml
II
8 x 10-3 M
10 ml
0,0210 M
3,8 ml
II
8 x 10-3e M
10 ml
0,0205 M
3,9 ml
Molaritas Rata - rata
0,0206 M
3,86 ml

Jadi, normalitas AgNO3 dari standarisasi adalah 0,0206 M

b.        Penentuan konsentrasi  larutan CaCl2
2AgNO3 (aq) + CaCl2 (aq) → 2AgCl↓ (putih) + Ca(NO3)2 (aq)




Penentuan mol AgNO3
Ø  U/9,6
Mol AgNO3    = M AgNO3 x V
                                         = 0,0206 mol x 9,6 x 10-3 l
                               = 0,1978 x  10-3 mol 

Mol Cl-            = Mol AgNO3 
                        = 0,1978  x  10-3 mol

Molaritas Cl-   =  = = 1,978 x 10-2mol/l
Ø  U/9,4
Mol AgNO3    = M AgNO3 x V
                                         = 0,0206 mol x 9,4 x 10-3 l
                               = 0,1936 mol  x  10-

Mol Cl-            = Mol AgNO3 
                        = 0,1936 mol  x  10-3

Molaritas Cl-   =  = = 1,936 x 10-2mol/l

Ø  U/9,7
Mol AgNO3    = M AgNO3 x V
                                         = 0,0206 mol x 9,7 x 10-3 l
                               = 0,1936 mol  x  10-
Mol AgCl        = Mol AgNO3 
Mol Cl-            = Mol AgNO3 
                        = 0,1992 mol  x  10-3

Molaritas Cl-   =  = = 1,992 x 10-2mol/l


Ø  Rata – rata mol Cl- dalam cuplikan
 1,969 x 10-4 mol

Ø  Rata – rata molaritas Cl- dalam cuplikan
 = 1,969 x 10-2 mol/l

Ø  Gram Cl- dalam 10 ml cuplikan     = mol rata – rata  x Bm
                                                      = 1,969 x 10-4 mol x 35,5 g/mol
                                                      = 6,990 x 10-3g

Ø  Gram Cl- dalam 1 ml cuplikan       = M rata – rata  x Bm
                                                      = 1,969 x 10-2 mol/l  x 35,5 g/mol
                                                      = 6,990 10-1g/l
Jika cuplikan adalah  CaCl2 maka konsentrasi cuplikan adalah
Reaksi :
CaCl2                             Ca2+ + 2Cl-
2 mol Cl-                     = 1 mol CaCl2 
1,969 x 10-2 mol/l Cl-   = ½ 1,969 x 10-2 mol/l CaCl2
Gram CaCl2 dalam I l =½ 1,969 x 10-2 mol/l x berat molekul CaCl2
                                   = ½ 1,969 x 10-2 mol/l x 71 g/mol
                                   = 6,990 10-1g/l

Konsentrasi CaCl2      =  =9,845 x 10-3

0 comments:

Post a Comment

Komentarnya!!!!!!!!!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...