ARGENTOMETRI
I.
Tujuan
1. Dapat melakukan standarisasi
AgNO3 dengan NaCl
2. Dapat melakukan standarisasi
NH4CNS dengan AgNO3
3. Dapat menentukan klorida dalam
larutan CaCl2 dengan meode argentometri
Perincian Kerja :
Ä
Melakukan
titrasi dengan metoda “Mohr’ (titrasi pengendapan)
Ä
Standarisasi
larutan AgNO3.
Ä
Menentukan
konsentrasi CaCl2 di dalam larutan.
III. Peralatan yang pakai :
Ä
Labu
Takar 500 Ml 1 Buah
Ä
Labu
Takar 250 Ml 1 Buah
Ä
Labu
Takar 100 Ml 1 Buah
Ä
Erlenmeyer
500 Ml 3 Buah
Ä
Erlenmeyer
250 Ml 3 Buah
Ä
Buret
50 Ml 2 Buah
Ä
Klem 2 Buah
Ä
Spatula
1 Buah
Ä
Pipet
ukur 25 Ml 1 Buah
Ä
Gelas
kimia 250 ml 1 Buah
Ä
Neraca
analitik 1 Buah
Ä
Hot
plate dan Magnet Stirer
Ä
Thermometer
100°C 1 Buah
Ä
Pipet
Gondok 25 Ml 1 Buah
Ä
Sarung
tangan
Ä
Bola hisap
Ä
Kacamata
IV. Bahan Yang Digunakan :
Ä
NaCl p.a
Ä
K2CrO4
5 %
Ä
AgNO3 0,02 N dan CaCL2 X N
V.
Dasar Teori
Salah
satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan
volumetri (titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu
zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya. Berdasarkan pada
jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan
alkalimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi
netralisasi asam-basa.
2. Oksidimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi
oksidasi-reduksi.
3. Argentometri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi
kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).
Istilah
Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu
larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion
Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume
larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan,
kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Al.Underwood,1992)
Ada tiga tipe titik
akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik
akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang
diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan
titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan
warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator
untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna
harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna
harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit. (skogg,1965)
Berdasarkan pada indikator yang digunakan,
argentometri dapat dibedakan atas :
1. Metode Mohr
(pembentukan endapan berwarna)
Metode
Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana
netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CHO4 sebagai indikator.
Titrasi dengan cara ini harus dilakukan
dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana
asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dandalam suasana basa akan
terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H-
↔ CrO72- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH-
↔ 2 AgOH 2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Sesama
larutan dapat diukur dengan natrium bikorbonat atau kalsium karbonat. Larutan
alkalis diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam borat sebelum dinetralkan
dengan kalsium karbonat. Meskipun menurut
hasil kali kelarutan iodida dan tiosianat mungkin untuk ditetapkan
kadarnya dengan cara ini. Namun oleh karena perak lodida maupun tiosanat sangat
kuat menyerang kromat, maka hasilnya tidak memuaskan. Perak juga tidak dapat
ditetapkan dengan titrasi menggunakan NaCl sebagai titran karena endapan perak
kromat yang mula-mula terbentuk sukar bereaksi pada titik akhir. Larutan
klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak katalis dititrasi dengan
larutan titer perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida
atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan
bereaksi membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat/merah bata sebagai
titik akhir titrasi.
Sebagai
indikator digunakan larutan kromat K2CrO4 0,003M atau 0,005M yang dengan ion
perak akan membentuk endapan coklat merah dalam suasana netral atau agak alkalis.
Kelebihan indikator yang berwarna kuning akan menganggu warna, ini dapat
diatasi dengan melarutkan blanko indikator suatu titrasi tanpa zat uji dengan
penambaan kalsium karbonat sebagai pengganti endapan AgCl.
2.
Model Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metode
ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan penambahan larutan
standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk
menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan
standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS,
sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan
KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN.
3.
Motode Fajans (Indikator Absorbsi)
Titrasi
argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya
terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang
digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau
fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah
AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan
indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur
agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator
yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan
primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan
ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan
sekunder. (Khopkhar, SM.1990)
Pembentukan Endapan Berwarna
Seperti
sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk titrasi
asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan
lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi
Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai
indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang
kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE). Titrasi Mohr terbatas untuk
larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam larutan asam
konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4 - hanya terionisasi
sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan
dengan dikromat terjadi reaksi :
2H+
+ 2CrO4 - ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O72- + 2H2O
Mengecilnya
konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan
sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat
yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri
termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks.
Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini
biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida.
Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks
dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCL
+ Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN
+ Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN
+ AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]
Karena
AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan
sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN-
tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ]6 karena proper tersebut dikemukakan
pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana
amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek
diamilum.
(Harizul,
Rivai. 1995)
VI. Prosedur percobaan
A. Standarisasi AgNO3 0,02 N.
Ä
Disediakan
larutan AgNO3 0,02N di dalam buret 50 ml sebanyak 2 buret,
Ä
Disediakan
larutan NaCl 0,02 M sebanyak 250 ml
Ø
Ditimbang
NaCl sebanyak 0,1040 g,
Ø
Dilarutkan
dengan aquadest kemudian diencerkan sampai pada batas miniskus,
Ä
Dipipet
larutan NaCl standar kedalam erlenmeyer 250 ml sebanyak 10 ml dan ditambahkan 3
tetes K2CrO4 5% dan ditambah sedikit aquadest,
Ä
Dititrasi
dengan memakai AgNO3 dari buret sampai berubah warna dari kuning ke
merah muda.
- Menentukan konsentrasi larutan CaCl2 x N.
Ä
Dipipet
10 ml larutan cuplikan CaCl2 x N ke dalam erlenmeyer 250 ml dan
tambahkan 3 tetes K2CrO4 5% serta sedikit aquadest,
Dititrasi dengan larutan standar
0,02 N AgNO3 sampai warna merah jambu
VII. Data
pengamatan
Terlampir
di halaman terakhir…………………….
VIII. Perhitungan :
a. Standarisasi keNormalan AgNO3 0,02 N
Jumlah ekivalen NaCl
=
=
= 2 x 10-3 eq
Penentuan
Konsentrasi NaCl
Konsentrasi NaCl = = 8 x 10-3eq/l
Penentuan
konsentrasi AgNO3 setiap
percobaan
Percobaan I
MNaCl
x VNaCl = MAgNO3
x VAgNO3
M
AgNO3 =
=
=
0,0205 M
Molaritas
Percobaan
|
NNaCl
|
VNaCl
|
N
AgNO3
|
VAgNO3
|
I
|
8 x 10-3 M
|
10 ml
|
0,0205 M
|
3,9 ml
|
II
|
8 x 10-3 M
|
10 ml
|
0,0210 M
|
3,8 ml
|
II
|
8 x 10-3e M
|
10 ml
|
0,0205 M
|
3,9 ml
|
Molaritas Rata
- rata
|
0,0206 M
|
3,86 ml
|
Jadi, normalitas AgNO3 dari standarisasi
adalah 0,0206 M
b.
Penentuan
konsentrasi larutan CaCl2
2AgNO3 (aq) + CaCl2
(aq) → 2AgCl↓ (putih) + Ca(NO3)2 (aq)
Penentuan
mol AgNO3
Ø U/9,6
Mol AgNO3 = M AgNO3
x V
=
0,0206 mol x 9,6 x 10-3 l
=
0,1978 x 10-3 mol
Mol Cl- =
Mol AgNO3
=
0,1978 x 10-3 mol
Molaritas Cl- = = = 1,978 x 10-2mol/l
Ø U/9,4
Mol AgNO3 = M AgNO3
x V
=
0,0206 mol x 9,4 x 10-3 l
=
0,1936 mol x 10-
Mol Cl- =
Mol AgNO3
=
0,1936
mol x
10-3
Molaritas Cl- = = = 1,936 x 10-2mol/l
Ø U/9,7
Mol AgNO3 = M AgNO3
x V
=
0,0206 mol x 9,7 x 10-3 l
=
0,1936 mol x 10-
Mol AgCl = Mol
AgNO3
Mol Cl- =
Mol AgNO3
=
0,1992
mol x
10-3
Molaritas Cl- = = = 1,992 x 10-2mol/l
Ø Rata
– rata mol Cl- dalam cuplikan
1,969 x 10-4 mol
Ø Rata
– rata molaritas Cl- dalam cuplikan
= 1,969
x 10-2 mol/l
Ø Gram
Cl- dalam 10 ml cuplikan =
mol rata – rata x Bm
=
1,969 x 10-4 mol x 35,5 g/mol
=
6,990 x 10-3g
Ø Gram
Cl- dalam 1 ml cuplikan =
M rata – rata x Bm
=
1,969 x 10-2 mol/l x 35,5 g/mol
=
6,990 10-1g/l
Jika
cuplikan adalah CaCl2 maka
konsentrasi cuplikan adalah
Reaksi
:
CaCl2 Ca2+
+ 2Cl-
2 mol Cl- = 1 mol CaCl2
1,969 x 10-2 mol/l Cl- = ½ 1,969 x 10-2 mol/l CaCl2
Gram CaCl2
dalam I l =½ 1,969 x 10-2 mol/l x berat molekul CaCl2
= ½ 1,969 x
10-2 mol/l x 71 g/mol
= 6,990 10-1g/l
Konsentrasi CaCl2 = =9,845 x 10-3
0 comments:
Post a Comment
Komentarnya!!!!!!!!!