Tujuan Percobaan
1.
Mempelajari penyebab dan pengaruh air sadah.
2.
Menentukan kesadahan sampel air.
B. Dasar Teori
Air Sadah: Air yang mengandung ion Ca2+ dan atau ion Mg2+.
Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Air sadah atau air keras
adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air lunak
adalah air dengan kadar mineral yang rendah. Selain ion kalsium dan magnesium,
penyebab kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun garam-garam bikarbonat dan sulfat. Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air
adalah dengan sabun. Dalam air lunak, sabun akan
menghasilkan busa yang banyak. Pada air sadah, sabun
tidak akan menghasilkan busa atau menghasilkan sedikit sekali busa. Cara yang
lebih kompleks adalah melalui titrasi. Kesadahan air total dinyatakan
dalam satuan ppm berat per volume (w/v) dari CaCO3.
Air sadah
tidak begitu berbahaya untuk diminum, namun dapat menyebabkan beberapa masalah.
Air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral, yang menyumbat saluran
pipa dan keran. Air sadah juga menyebabkan pemborosan sabun di rumah tangga,
dan air sadah yang bercampur sabun dapat membentuk gumpalan scum yang
sukar dihilangkan. Dalam industri, kesadahan air yang digunakan
diawasi dengan ketat untuk mencegah kerugian. Untuk menghilangkan kesadahan
biasanya digunakan berbagai zat kimia, ataupun dengan menggunakan resin
penukar ion. Air sadah
digolongkan menjadi 2 jenis berdasarkan jenis anion yang iikat oleh kation (Ca2+,
Mg2+). Yaitu:
a. Air sadah
sementara
Mengandung garam hidrokarbonat seperti Ca(HCO3)2 dan atau Mg(HCO3)2.
1. Air sadah sementara dapat dihilangkan kesadahannya dengan cara memanaskan air tersebut sehingga garam karbonatnya mengendap, reaksinya:
1. Air sadah sementara dapat dihilangkan kesadahannya dengan cara memanaskan air tersebut sehingga garam karbonatnya mengendap, reaksinya:
Ca(HCO3)2 (aq) CaCO3 (s) + H2O (l) + CO2 (g)
Mg (HCO3)2 (aq) MgCO3 (s) + H2O (l) + CO2 (g)
2. Selain
dengan memanaskan air, sadah sementara juga dapat dihilangkan kesadahannya
dengan mereaksikan larutan yang mengandung Ca(HCO3)2 atau Mg (HCO3)2 dengan
kapur (Ca(OH)2):
Ca(HCO3)2 (aq) + Ca(OH)2 (aq) –> 2CaCO3 (s) + 2H2O (l)
b. Air sadah tetap
Mengandung garam sulfat (CaSO4 atau MgSO4) terkadang juga mengandung garam
klorida (CaCl2 atau MgCl2). Air sadah tetap dapat dihilangkan kesadahannya
menggunakan cara:
1.
Mereaksikan dengan soda Na2CO3 dan kapur Ca(OH)2, supaya terbentuk endapan
garam karbonat dan atau hidroksida:
CaSO4 (aq) + Na2CO3 (aq) –> CaCO3 (s) +Na2SO4 (aq)
2.
Proses Zeolit Dengan natrium zeolit (suatu silikat) maka kedudukan akan
digantikan ion kalsium dan ion magnesium atau kalsium zeolit.
B.2 Titrasi
kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion
kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi
dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks.
Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali
dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu
pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan
diterapkan pada titrasi. Titrasi
kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam
larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat
kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula
kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang
menyangkut penggunaan EDTA. Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih
dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat.
B.3 EBT dan
EDTA
B.3.1 Eriochrome Black T (EBT) adalah indikator
kompleksometri yang merupakan bagian dari titrasi pengompleksian contohnya
proses determinasi kesadahan air. Di dalamnya bentuk protonated Eriochrome
Black T berwarna biru. Lalu berubah menjadi merah ketika membentuk komplek
dengan kalsium, magnesium atau ion logam lain. Nama lain dari Eriochrome Black T adalah,Solochrome Black T
atau EBT (Anonima,2010).
Suatu kelemahan Eriochrome Black T adalah larutannya tidak stabil. Bila
disimpan akan terjadi penguraian secara lambat,sehingga setelah jangka waktu
tertentu indikator tidak berfungsi lagi. Sebagai gantinya dapat diganti dengan
indikator Calmagite.Indikator ini stabil dan dalam kebanyakan sifatnya sama dengan Erio T
(Harjadi,1993).
B.3.2 EDTA adalah singkatan dari Ethylene
Diamine Tetra Acid, yaitu asam amino yang dibentuk dari protein makanan. Zat
ini sangat kuat menarik ion logam berat (termasuk kalsium) dalam jaringan tubuh
dan melarutkannya, untuk kemudian dibuang melalui urine. EDTA sebenarnya adalah ligan
seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua
nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang
mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam
1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam
molekul.
C. Metode
Percobaan
A. Alat dan
Bahan:
A.1 Alat
1. Sebuah Gelas
Piala berukuran 250 ml
2. Tiga buah
erlenmeyer berukuran 125 ml
3. Sebuah pipet
gondok berukuran 20 ml
4. Sebuah pipet gondok berukuran 1 ml
5. Sebuah corong
6. Sebuah buret
berukuran 50 ml
7. Sebuah pipet
pump berukuran 25 ml
8. Dua buah pipet
tetes
A.2 Bahan
1.
Larutan Na2H2Y.2H2O atau larutan
Na2EDTA
2.
Larutan standar Ca2+ 0.0005 M
3. Larutan buffer
pH 10,0
4. Sampel air (Akuades)
5. Indikator EBT
B.
Prosedur Kerja
B.1. Prosedur
kerja standarisasi 0,01 m larutan etilaniamin tetraasetat:
1. Buret disiapkan
untuk dilakukan titrasi, kemudian buret dibilas menggunakan Na2EDTA dan diisi
dengan Na2EDTA hingga skala 0
2. Digunakan pipet
gondok untuk mengambil 20 ml larutan standar Ca2+ dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 ml,
kemudian ditambahkan 1 ml larutan buffer pH 10.0dan 2 tetes indikator EBT.
Disiapkan 3 erlenmeyer untuk 3 sampel larutan.
3. Larutan di
dalam erlenmeyer dititrasi menggunakan Na2EDTA secara perlahan hingga mendekati
titik terakhir kemudian diturunkan laju penambahan titran pada saat terjadi
perubahan warna menjadi biru langit secara permanen
4. Dicatat volume titran yang digunakan
5. Titrasi pengambilan standart Ca2+
diulangi untuk
larutan sampel yang kedua dan ketiga
B.2. Prosedur
kerja analisis sampel air
1. Buret disiapkan
untuk dilakukan titrasi, kemudian buret dibilas menggunakan Na2EDTA dan diisi
dengan Na2EDTA hingga skala 0
2. Digunakan pipet
gondok untuk mengambil 20 ml sampel air
dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 ml, kemudian ditambahkan 1 ml
larutan buffer pH 10.0dan 2 tetes indikator EBT. Disiapkan 3 erlenmeyer untuk 3
sampel larutan.
3. Larutan di
dalam erlenmeyer dititrasi menggunakan Na2EDTA secara perlahan hingga mendekati
titik terakhir kemudian diturunkan laju penambahan titran pada saat terjadi
perubahan warna menjadi biru langit secara permanen
4. Dicatat volume titran yang digunakan
5. Titrasi pengambilan sampel air diulangi untuk
larutan sampel yang kedua dan ketiga
C.
Skema alat:
keterangan:
1.statif
2.klem
3.buret
4.erlenmeyer
1.statif
2.klem
3.buret
4.erlenmeyer
Sumber gambar:
D. Hasi Percobaan dan
hasil perhitungan
D.1 Hasil Percobaaan Standarisasi Larutan Na2 EDTA
No.
|
Uraian
|
Perc. 1
|
Perc. 2
|
Perc. 3
|
1
|
Volume
larutan standar Ca2+ (ml)
|
20
|
20
|
20
|
2
|
Konsentrasi
larutan standar Ca2+ (mol/L) (Molar)
|
0,0005
|
0,0005
|
0,0005
|
3
|
Mol Ca2+
= mol Na2H2Y (mol)
|
10-5
|
10-5
|
10-5
|
4
|
Pembacaan buret,
akhir (ml)
|
48
|
30,.5
|
27,5
|
5
|
Pembacaan
buret, awal (ml)
|
50
|
33
|
30,5
|
6
|
Volume titran
Na2H2Y (ml)
|
2
|
2,5
|
3
|
7
|
Molaritas
larutan Na2H2Y (mol/L)
|
5 . 10-3
|
4. 10-3
|
3,33. 10-3
|
8
|
Molaritas
rerata larutan Na2H2Y (mol/L)
|
4,11. 10-3
|
4,11. 10-3
|
4,11. 10-3
|
D.2 Hasil
Percobaan Analis Sampel Air
No.
|
Uraian
|
Perc. 1
|
Perc. 2
|
Perc. 3
|
1
|
Volume sampel
air (ml)
|
20
|
20
|
20
|
2
|
Pembacaan
buret, akhir (ml)
|
44,8
|
39,3
|
33, 8
|
3
|
Pembacaan
buret, awal (ml)
|
50
|
44,8
|
39,3
|
4
|
Volume titran
Na2H2Y (ml)
|
5,2
|
5,5
|
5,5
|
5
|
Mol ion
sadah, Ca2+ = mol Na2H2Y (mol)
|
2,14 . 10-5
|
2,26 . 10-5
|
2,26 . 10-5
|
6
|
Massa CaCO3
ekuivalen (gram)
|
2,14 . 10-3
|
2,26 . 10-3
|
2,26 . 10-3
|
7
|
ppm CaCO3
(mg CaCO3 / L sampel)
|
107
|
113
|
113
|
8
|
ppm CaCO3
rerata (mg/ L)
|
111
|
111
|
111
|
D.3 Hasil
Perhitungan Standarisasi
Larutan Na2 EDTA
PERCOBAAN
|
Ca2+
|
Na EDTA
|
M
|
||
M
|
V (L)
|
M
|
V (L)
|
RATA - RATA
|
|
I
|
0,0005
|
2.10-2
|
5.10-3
|
2.10-3
|
4,11. 10-3
|
II
|
0,0005
|
2.10-2
|
4. 10-3
|
2,5.10-3
|
|
III
|
0,0005
|
2.10-2
|
3.33 10-3
|
3.10-3
|
D.4 Hasil
Perhitungan Analisis
Sampel Air ( Kandungan Ca2+ Dalam Air )
Diketahui: Mr CaCO3 = 100 gram / mol
PERCOBAAN
|
Na2EDTA
|
SAMPEL AIR
|
Molaritas Ion
Sadah (mol)
|
MASSA CaCO3 (gram)
|
PPM CaCO3 (mg/L)
|
|
M rata-rata
|
V( ml )
|
V( liter (L))
|
||||
I
|
4,11. 10-3
|
5,2
|
2.10-2
|
2,14 . 10-5
|
2,14 . 10-3
|
107
|
II
|
4,11. 10-3
|
5,5
|
2.10-2
|
2,26 . 10-5
|
2,26 . 10-3
|
113
|
III
|
4,11. 10-3
|
5,5
|
2.10-2
|
2,26 . 10-5
|
2,26 . 10-3
|
113
|
PPM RATA-RATA
|
111 mg/L
|
E. Pembahasan
a. Perlakuan
Percobaan ini dilakukan dengan
tujuan agar kita dapat menetukan kesadahan suatu sampel air. Yang menyebabkan
kesadahan suatu air adalah karena adanya garam kalsium dan magnesium serta besi
pada suatu larutan.
Pada percobaan pertama, melakukan
standarisasi larutan Na2H2Y2 dengan menggunkan
larutan standar Ca2+. Yang dimaksud dengan larutan standar adalah
larutan yang telah diketahui nilai molaritasnya sehingga dapat menstandarisasi
larutan yang belum diketahui nilai molaritasnya. Karena bentuk awal dari
larutan standar Ca2+ berbentuk butiran, sehingga dapat dihitung
molaritasnya dengan menggunakan konsep molaritas. Dalam percobaan kali ini
mengunakan metode titrasi, yaitu cara penetuan konsentrasi suatu larurtan
dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui
konsentrasinya dan mengukur volumenya secara pasti. Titran yang digunakan
adalah Na2EDTA dan akan berdisiosasi menjadi ion Na+ dan
H2Y2-. Pada kali ini akan dilakukan 3 kali percobaan.
Pada percobaan ini, Ca2+
memiliki molaritas sebesar 0,005M dan volume larutan 0,02 liter. Molaritas dan
volume larutan telah diketahui karena larutan ini merupakan larutan standar.
Pada percobaan ini, digunakan indikator, yaitu indikator EBT. Indikator yang
mampu berikatan secara kompleks dengan ion Ca2+ dan Mg2+.
Indikator warna yang digunakan adalah perubahan warna ungu menjadi warna biru cerah.
b. Fungsi tiap-tiap
penambahan:
Titrasi
Na2EDTA menggunakan indikator EBT dan penyangga dengan pH 10. Tujuan awalnya untuk memelihara
agar pH tetap yang disebabkan ketika ion hidrogen lepas pada proses titrasi yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan pH dalam titrasi
kompleksiometri. Kedua mencegah terbentunya endapan logam hidroksida, dengan
demikian,penyangga itu dapat bertindak sebagai zat pembentuk kompleks tambahan
c. Reaksi dan Fenomena:
Jika titran Na2EDTA ditambahkan
pada analitik, maka akan terjadi reaksi pembentukan kompleks dengan ion Ca2+
seperti berikut:
Ca2+ (aq) + H2Y2- (aq) –> (CaY)2- (aq) + 2H+ (aq)
Indikator EBT berwarna biru langit dalam larutan tetapi
membentuk kompleks merah anggur (Ca – EBT)2+ (aq)
Ca2+ (aq) + EBT (aq) –> (Ca – EBT)2+
(aq)
Sebelum titran H2Y2- ditambahkan untuk
analisa, analit berwarna merah anggur karena ion kompleks (Ca – EBT)2+
(aq). Jika H2Y2- mengkompleks semua Ca2+ bebas dari
sampel air maka kompleks merah anggur (Ca – EBT)2+ terdisosiasi dari
warna merah anggur berubah menjadi biru langit dari indikator EBT. Dan titik
akhir dicapai, semua ion sadah telah terkompleksikan dengan H2Y2-
(Ca – EBT)2+ (aq) + H2Y2- (aq) –> CaY(aq) + 2H+ (aq) + EBT(aq)
Jika titran H2Y2-
ditambahkan pada analit, maka akan terjadi reaksi pembentukan kompleks dengan
ion Ca2+ dan Mg2+seperti
berikut:
Ca2+ (aq) + H2Y2- (aq) –> (CaY)2-
(aq) + 2H+ (aq)
Mg2+ (aq) + H2Y2- (aq) –> (MgY)2-
(aq) + 2H+ (aq)
Indikator EBT berwarna biru langit dalam larutan tetapi
membentuk kompleks merah anggur (Mg – EBT)2+ (aq)
Mg 2+ (aq) + EBT (aq) –> (Mg – EBT)2+
(aq)
Jika H2Y2-
mengkompleks semua Ca2+ dan
Mg2+ bebas dari sampel air
maka kompleks merah anggur (Ca – EBT)2+ terdisosiasi dari warna
merah anggur berubah menjadi biru langit dari indikator EBT. Dan titik akhir
dicapai, semua ion sadah telah terkompleksikan dengan H2Y2-
(Mg – EBT)2+ (aq) + H2Y2- (aq) –> MgY(aq) + 2H+ (aq) + EBT(aq)
d. Toleransi hasil dengan standar ion sadah
yang diizinkan
Dari hasil data yang telah
diperoleh, terdapat hasil yang berbeda-beda. Pada percobaan pertama terdapat
volume 2 x 10-3 L dengan
molaritas sebesar 5 x.10-3 M, sedangkan pada percobaan kedua,
terdapat volume sebesar 2,5 x 10-3 L dengan molaritas sebesar 4 x 10-3 M, dan pada percobaan terakhir
mengenai standarisasi larutan Na2EDTA ini didapat volume 3 x 10-3 L
sehingga menghasilkan konsentrasi sebesar 3,33 x 10-3 M. Dapat kita lihat, bahwa penentuan
momentum pada saat terjadinya perubahan warna menjadi biru cerah adalah faktor
yang sangat penting. Beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan dalam
menetukan konsentrasi standar pada larutan Na2EDTA, terutama saat
melakukan proses titrasi larutan, seperti :
v Dalam prosedur bekerja, terjadi kekurang telitian dalam
proses pengukuran, penimbangan, serta dalam proses pengambilan larutan
menggunakan pipet memberikan sedikit pengaruh terhadap volume yang diukur.
v Pembacaan buret tidak konstan dan buret yang bocor
mempengaruhi volume Na2EDTA yang dititrasi sehingga membuat
konsentrasi dari Na2EDTA semakin besar.
v Di dalam prosedur, proses titrasi dilakukan secara
perlahan-lahan, namun dalam pelaksaannya tidak dilakukan secara perlahan,
sehingga pengukuran volume Na2EDTA saat terjadi perubahan warna
indikator tidak akurat. Karena semakin banyak larutan yang dititrasi oleh
larutan ini, maka semakin besar pula molaritasnya.
v Penginterpretasian perubahan warna setiap individu
berbeda-beda. Momentum terjadinya perubahan warna pun berbeda-beda, sehingga
terjadi kekurang telitian dalam melihat warna yang menjadi biru.
Dalam
praktikum kali ini, dilakukan beberapa kali percobaan. Dari percobaan tersebut
menghasilkan data yang berbeda-beda, namun percobaan tersebut dilakukan dengan
prosedur yang sama, sehingga untuk menentukan besarnya konsentrasi larutan Na2EDTA
dapat di ambil nilai rata-ratanya dengan menggunakan rumus M1 + M2 + M3,
konsentrasi standar larutan Na2EDTA sebesar 4,11 x 10-3 M. 3
Konsentrasi Na2EDTA
inilah yang akan kita pergunakan dari hasil standarisasi menggunakan larutan Ca2+.
Dalam perhitungan mengenai titrasi ini, dalam menentukan konsentrasinya
digunakan rumus sbb :
MCa2+ x VCa2+ =
MNa2EDTA x VNa2EDTA
Karena mol Ca2+ =sama
dengan mol Na2EDTA, sehingga terjadi proses disosiasi dan pelepasan
ion natrium dan H2Y2- untuk berikatan dengan ion sadah,
yaitu ion Ca2+.
Pada percobaan selanjutnya, yaitu
menganailisis kesadahan air dengan menggunakan metode yang sma yaitu titrasi,
dengan titran yang berupa larutan Na2EDTA terhadap sampel air yang
diduga mengandung kesadahan air oleh zat kapur CaCO3 yang memiliki ion Ca2+
sebagai ion penyebab kesadahan pada sampel air. Untuk mencapai titik ekivalen
atau saat dimana titran bereaksi dengan sampel air secara sempurna, terjadi
prubahan warna indikatorndari merah anggur menjadi biru langit. Indikator pada
percobaan kali ini menggunakan indikator yang sama pada saat percobaan
sebelumnya, yaitu indikator EBT. Indikator EBT adalah indikator yang mampu
membentuk secara kompleks dengan ion Ca2+ dan Mg2+, namun
lebih berikatan kuat dengan ion Mg2+ dibandingkan Ca2+.
Indikator EBT berwarna biru langit dalam larutan namun membentuk kompleks merah
anggur. Hal itu terjadi karena ketika H2Y2- mengalami
reaksi dengan ion sadah Ca2+ dan mengkompleks, maka Mg2+ yang
berikatan lebih banyak dibandingkan Ca2+ ini mengalami disosiasi dan mengubah
warna merah anggur menjadi biru langit dari indikator EBT, dan bila titik
ekivalen tercapai, semua ion sadah telah terkomplekskan melalui ion H2Y2-,
sehingga untuk membuat indikator EBT bekerja, sampel air harus mengandung Mg2+,
meskipun hanya sedikit.
Pada percobaan ini, untuk menetukan
kesadahan air yang terjadi, kita telah mendapatkan molaritas Na2EDTA
yang bernilai 4,11
x 10-3 M dan volume sampel air 0,02 L.
Pada percobaan pertama, volume Na2EDTA dititrasi pada sampel air,
dan mencapai titik ekivalen pada saat volumenya 5,2 x 10-3 L. Ketika mencapai titik ekivalen, ion
H2Y2- bereaksi dengan ion sadah dan membentuk ion kompleks yang
stabil, sehingga didapat reaksi :
Ca2+(aq) + H2Y2-(aq)
à CaY2-(aq) + 2H+(aq)
Pada reaksi tersebut, dengan menggunakn prinsip mol, jumlah
mol ion sadah dalam smpel air dapat dihitung dengan perbandingan stoikiometri 1 : 1, sehingga dapat
disimpulkan :
mol Na2EDTA = mol H2Y2- =
mol Ca2+
MH2Y2- x VH2Y2- = MCa2+ x VCa2+
Dengan menggunkan rumus tersebut,
kita dapat menghitung konsentrasi pada Ca2+ sesuai dengan hasil
pengamatan yang telah kita lakukan,
seperti halnya percobaan pertama yang mendapatkan molaritas sebesar 4,33 x 10-2 M. Pada percobaan kedua, volume saat
mencapai titik ekivalen adalah 5 x 10-3 L.
Setelah dilakukan hitungan, molaritas dari Ca2+ adalah 4,33 x 10-3 M.
Dalam hal ini kembali terjadi
perbedaan antara masing-masing percobaan dengan menggunakn prosedur atau
langkah-langkah yang sama. Perbedaan dalam menentukan konsentrasi yang kita
lakukan adalah wajar terutama dalam proses titrasi ini, sebagai contoh :
v Titrasi yang dilakukan secara perlahan-lahan, namun apabila
dilakukan dengan cepat akan mengurangi keakuratan data, dapat terjadi kesalahan
dalam pengukuran volume Na2EDTA saat terjadi perubahan warna
indikator yang berakibat data mulai manjauhi nilai akurat.
v Kekurang telitian dalam cara pengerjaan, baik pengukuran,
penimbangan, maupun proses pengambilan larutan menggunakan pipet memiliki
pengaruh terhadap volume yang diukur.
v Pembacaan skala buret yang tidak konstan. Dalam hal ini
mempengaruhi volume Na2EDTA yang dititrasi serta proses kebocoran
buret yang bisa terjadi.
v Pengintepretasian mengenai perubahan warna indikator pada
sampel air, karena setiap tetes pada titran mempengaruhi momentum perubahan
warna setiap waktunya, sehingga dapat terjadi kekurang telitian dalam melihat
warna yang telah berubah menjadi biru dengan pencapaian pada titik ekivalen
yang kita cari.
Setelah mendapatkan konsentrasi dari
ion Ca2+ dalam sampel air, kemudian kita akan menentukan nilai PPM
dari sampel air atau menentukan nilai dari kesadahan pada sampel air yang akan
kita tentukan sebarapa besar nilai kesadahannya. PPM memiliki satuan mg CaCO3/L
atau dapat kita masukkan ke dalam rumus :
PPM CaCO3 = massa CaCO3 (mg)
Volume sampel air (L)
Dari
masing-masing percobaan melalui perhitungan atas rumus diatas, karena
konsentrasi pada CaCO3 yang sama dengan konsentrasi Ca2+ melalui
perbandingan koefisien memiliki perbedaan setiap percobaan, sehingga kita juga
memiliki nilai PPM yang berbeda-beda pada saat melakukan percobaa tersebut.
Dalam penentuan massa CaCO3, kita menggunakan rumus :
Molaritas CaCO3 = mol CaCO3
Volume CaCO3
Mol CaCO3 = massa CaCO3
Mr CaCO3
Dengan nilai Mr CaCO3 adalah 100 gram/ mol
Pada
setiap percobaan, percobaan 1 memiliki massa sebesar 2,14 mg, percobaan 2 memilki massa
sebesar 2,26
mg, dan percobaan 3 memilki massa sebesar 2,26 mg. Dalam hal ini, mengakibatkan
nilai PPM masing-masing pecobaan berbeda-beda dengan ketentuan nilai
masing-masing PPM yaitu :
·
PPM1 CaCO3 adalah 107 mg/l
·
PPM2 CaCO3 adalah 113 mg/l
·
PPM3 CaCO3 adalah 113 mg/l
Sehingga dapat dicari nilai
rata-rata dari kesua perhitungan diatas, yaitu :
PPM rata-rata = PPM1
CaCO3 + PPM2 CaCO3
2
Dari hasil
tersebut, didapatkan nilai PPM rata-rata dengan sampel air yang telah
ditentukan sebesar 111 ppm. Kita dapat membandingkan dengan klasifikasi air sadah
dari tabel yang ada pada buku panduan praktikum bahwa sampel air ini memilki
klasifikasi kesadahan karena nilai dari PPM terakhir adalah 100 - 200 ppm, sehingga sampel air tersebut
memiliki nilai kesadahan yang cukup tinggi.
Kesimpulan:
Dari
percobaan yang telah kita lakukan, kita dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Nilai dari kesadahan air
pada sempel air dipengaruhi kandungan garam yang terlarut dari ion – ion sadah
seperti Ca2+, Mg2+, dan Fe2+, serta sedikit
dipengaruhi oleh CO2 yang bebas dan jumlah NaCl yang besar sehingga hal ini
dapat meningkatkan kesadahan air. Pada percobaan kali ini, larutan Na2
EDTA distandarisasi oleh larutan Ca2+ dalam penentuan konsentrasi.
2. Indikator warna eirokom hitam T ( EBT ) merupakan indikator
yang sesuai dalam penggunaan pengukuran kesadahan air dikarenakan indikator ini
membentuk kompleks dengan ion Ca2+ dan Mg2+, sehingga
trayek warna yang digunakan ialah perubahan warna ungu ( merah anggur ) ke biru
langit.
3. Titran Na2 EDTA beraksi
dengan Ion Ca2+ dan Mg2+. Larutan berubah menjadi biru
yaitu warna asli EBT membentuk kompleks dengan metal yang menjadi titik akhir
dari titrasi.
4. Pengaruh yang
ditimbulkan oleh air sadah adalah menyebabkan pengendapan mineral (penyumbatan
saluran pipa dan keran) , pemborosan sabun dalam rumah tangga karena ion sadah
akan membentuk senyawa yang tidak larut dengan sabun serta membentuk gumpalan
scum yang sulit dihilangkan. Selain tu, zat-zat atau bahan kimia yang terkandung di dalam air
misalnya Ca, Mg, CaCO3
yang melebihi standart kualitas tidak baik untuk dikonsumsi oleh orang dengan
fungsi ginjal yang kurang baik, karena akan menyebabkan pembentukkan batu pada
saluran kencing. Kebiasaan minum juga merupakan faktor penting yang
mempengaruhi pembentukan batu saluran kencing. Orang yang banyak mengkonsumsi
air dengan kandungan kapur tinggi akan menjadi predisposisi pembentukan batu
saluran kencing, maka air yang digunakan manusia tidak boleh lebih dari 200 mg/L CaCO3.
5. Setelah mengikuti praktikum
dengan sempel air yang telah ditentukan, kita mendapat bahwa tingkat kesadahan
air tersebut tergolong cukup tinggi dengan nilai PPM rata – rata
sebesar 111 mg/L PPM.
0 comments:
Post a Comment
Komentarnya!!!!!!!!!